Kisah Nyata: Yu Yuan Gadis Kecil Penderita Leukemia Berhati Malaikat

Mungkin anda pernah membaca cerita ini , tapi tidak ada salahnya kalau membacanya sekali lagi , untuk mengenang seorang anak kecil yang berhati emas . Kita meyakini bahwa dia akan menjadi malaikat di surga.

Kisah ini terjadi pada tahun 2005 seorang gadis kecil di China yang menderita penyakit leukemia ganas, tetapi mempunyai hati bak seorang malaikat. Setelah mengetahui penyakitnya tidak dapat disembuhkan lagi, ia rela melepaskan semuanya dan menyumbangkan untuk anak-anak lain yang masih punya harapan serta masa depan.

Sebuah kisah nyata tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki sepasang bola mata yang indah dan hati yang lugu polos. Dia adalah seorang yatim piatu dan hanya sempat hidup di dunia ini selama 8 tahun. Satu kalimat terakhir yang ia tinggalkan di batu nisannya adalah “Saya pernah datang dan saya sangat penurut.” Anak ini rela melepasakan pengobatan, padahal sebelumnya dia telah memiliki dana pengobatan sebanyak $540.000 yang didapat dari perkumpulan orang Chinese seluruh dunia.

Dia membagi dana tersebut menjadi 7, yang dibagikan kepada 7 anak kecil yang juga sedang berjuang menghadapi kematian. Dan dia rela melepaskan pengobatannya. Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orangtua kandungnya. Dia hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30 tahun yang bertempat tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu. Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan pasangan hidupnya.

Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya. Pada tanggal 30 November 1996, tgl 20 bln 10 Imlek, adalah saat dimana papanya menemukan anak kecil tersebut di atas hamparan rumput, di sanalah papanya menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginan. Pada saat menemukan anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil tertulis, 20 November jam 12. Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah. Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini bisa meninggal.

Dengan berat hati papanya memeluk bayi tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, “Saya makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan”. Kemudian, papanya memberikan dia nama Yu Yan. Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan seorang anak, tidak ada ASI dan juga tidak mampu membeli susu bubuk, hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras). Maka dari kecil anak ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi anak ini sangat penurut dan sangat patuh.

Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan. Di tengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa. Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah. Mencuci baju, memasak nasi, dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain.

Anak-anak lain memiliki sepasang orangtua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah. Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar, dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi di sekolahnya diceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya. Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia.

Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia. Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu pagi saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut. Sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk disuntik. Tetapi sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengeluarkan darah dan tidak mau berhenti. Di pahanya mulai bermunculan bintik-bintik merah. Dokter tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa.

Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri di kursi yang panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk diperiksa. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia ganas. Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar $300.000. Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang. Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya.

Dengan berbagai cara meminjam uang ke sanak saudara dan teman dan ternyata uang yang terkumpul sangatlah sedikit. Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta satu satunya. Tapi karena rumahnya terlalu kumuh, dalam waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli. Melihat mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus. Dalam hati, Yu Yuan merasa sedih.

Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan papanya, air mata pun mengalir di kala kata-kata belum sempat terlontar. “Papa, saya ingin mati”. Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, “Kamu baru berumur 8 tahun kenapa mau mati”. “Saya adalah anak yang dipungut, semua orang berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini, biarlah saya keluar dari rumah sakit ini.”

Pada tanggal 18 juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yang berumur delapan tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya sendiri. Hari itu juga setelah pulang ke rumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki permintaan, hari itu meminta dua permohonan kepada papanya. Dia ingin memakai baju baru dan berfoto. Yu Yuan berkata kepada papanya: “Setelah saya tidak ada, kalau papa merindukan saya lihatlah melihat foto ini.”

Hari kedua, papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru. Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan satu rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu mencoba dan tidak rela melepaskannya. Kemudian mereka bertiga tiba di sebuah studio foto. Yu Yuan kemudian memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin berjuang untuk tersenyum. Bagaimana pun ia berusaha tersenyum, pada akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir keluar. Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin.

Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail. Cerita tentang anak yang berumur 8 tahun mengatur pemakamannya sendiri dan akhirnya menyebar ke seluruh kota Rong Cheng. Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibukota sampai satu negara bahkan sampai ke seluruh dunia. Mereka mengirim email ke seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini.

Dunia yang damai ini menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang. Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese di dunia saja telah mengumpulkan $560.000. Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang. Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan, tetapi dana terus mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter sudah ada untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu gerbang kesulitan pengobatan juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan.

Ada seorang teman di-email bahkan menulis: “Yu Yuan anakku yang tercinta, saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta.” Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibukota. Dana yang sudah terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan hidup.

Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan dan dia sangat menderita di dalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat. Yu Yuan kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus. Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya. Dokter yang menangani dia, Shii Min berkata, dalam perjalanan proses terapi akan mendatangkan mual yang sangat hebat.

Pada permulaan terapi Yu Yuan sering sekali muntah. Tetapi Yu Yuan tidak pernah mengeluh. Pada saat pertama kali melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari depan dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan tidak meneteskan air mata. Yu Yuan yang dari lahir sampai maut menjemput tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu. Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk menjadi anak perempuannya. Air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung.

Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggil dengan sebutan Shii mama. Pertama kalinya mendengar suara itu, Shii Min kaget, dan kemudian dengan tersenyum dan menjawab, “Anak yang baik”. Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen dimana Yu Yuan hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk menjenguk Yu Yuan dan banyak orang menanyakan kabar Yu Yuan dari email.

Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah berjuang menerobos sembilan pintu maut. Pernah mengalami pendarahan di pencernaan dan selalu selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol. Semua orang-orang pun menunggu kabar baik dari kesembuhan Yu Yuan. Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain. Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah.

Setelah melewati operasi tersebut, fisik Yu Yuan semakin lemah. Pada tanggal 20 Agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan: “Tante, kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya?” Tanya Yu Yuan kepada wartawan tersebut. Wartawan tersebut menjawab, “Karena mereka semua adalah orang yang baik hati”. Yu Yuan kemudian berkata, “Tante, saya juga mau menjadi orang yang baik hati.” Wartawan itu pun menjawab, “Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik”. Yu Yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu Yuan. “Tante, ini adalah surat wasiat saya.”

Fu Yuan kaget sekali membuka dan melihat surat tersebut ternyata Yu Yuan telah mengatur tentang pengaturan pemakamannya sendiri.

Ini adalah seorang anak yang berumur delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah kematian dan di atas ranjang menulis 3 halaman surat wasiat dan dibagi menjadi 6 bagian, dengan pembukaan, “tante Fu Yuan”, dan diakhiri dengan “selamat tinggal tante Fu Yuan.” Dalam satu artikel itu nama Fu Yuan muncul 7 kali dan masih ada 9 sebutan singkat tante wartawan. Di belakang ada 16 sebutan dan ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal. Tolong…. dan dia juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada orang-orang yang selama ini telah memperhatikan dia lewat surat kabar.

“Sampai jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan katakan ini juga pada pemimpin palang merah. Setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya. Biar mereka lekas sembuh”.

Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya. “Saya pernah datang, saya sangat patuh,” demikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan. Pada tanggal 22 Agustus, karena pendarahan di pencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Mula-mulanya berusaha mencuri makan, Yu Yuan mengambil mie instan dan memakannya. Hal ini membuat pendarahan di pencernaan Yu Yuan semakin parah. Dokter dan perawat pun secepatnya memberikan pertolongan darurat dan memberi infus dan transfer darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat. Dokter dan para perawat pun ikut menangis. Semua orang ingin membantu meringankan pederitaannya. Tetapi tetap tidak bisa membantunya.

Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut akhirnya meninggal dengan tenang. Semua orang tidak bisa menerima kenyataan ini melihat malaikat kecil yang cantik yang suci bagaikan air. Sungguh telah pergi ke dunia lain.

Di kecamatan She Chuan, sebuah email pun dipenuhi tangisan menghantar kepergian Yu Yuan. Banyak yang mengirimkan ucapan turut berduka cita dengan karangan bunga yang ditumpuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda berkata dengan pelan “Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil di atas langit, kepakkanlah kedua sayapmu. Terbanglah……………” demikian kata-kata dari seorang pemuda tersebut.

Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis. Di depan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar kepergian Yu Yuan. Mereka adalah papa-mama Yu Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan kepergian Yu Yuan.

Di depan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa. Di atas batu nisannya tertulis, “Aku pernah datang dan aku sangat patuh” (30 Nov 1996- 22 Agus 2005). Dan di belakangnya terukir perjalanan singkat riwayat hidup Yu Yuan. Dua kalimat terakhir adalah di saat dia masih hidup telah menerima kehangatan dari dunia. Beristirahatlah gadis kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan adanya dirimu.

Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana $540.000 tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita leukemia lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah : Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian.

Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi. Senyuman yang mengambang pun terlukis di raut wajah anak tersebut. “Saya telah menerima bantuan dari kehidupan Anda, terima kasih adik Yu Yuan, kamu pasti sedang melihat kami di atas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga akan mengukirnya dengan kata-kata “Aku pernah datang dan aku sangat patuh”.

Nb: Untuk menghormati Yu Yuan gadis kecil penderita Leukemia berhati malaikat, mari kita share postingan ini ke teman-teman yang lain agar mereka turut terinspirasi atas kebajikan dan ketulusan Yu Yuan.

Gereja Jual Rekaman Suara Hening untuk Biaya Renovasi

LONDON — Gereja St Peter di Essex Timur, Inggris, menemukan cara jitu untuk menggalang dana renovasi gereja berusia 800 tahun itu.

Para pengurus gereja ini merekam suasana sunyi dalam gereja, mengemasnya dalam bentuk CD, dan menjualnya.

Tak dinyana, rekaman berdurasi 30 menit yang hanya berisi suara burung, langkah laki lembut, suara lalu lintas di kejauhan menjadi hit tak hanya di kalangan umat dan warga sekitar gereja, tetapi juga bagi para pencinta keheningan dari Jerman, Austria, bahkan Ghana.

Salah satu kesuksesan CD hening itu diyakini akibat masyarakat modern sudah penat dengan kesibukan dan hiruk pikuk kehidupan sehingga membutuhkan keheningan yang sangat sederhana.

"Ada sedikit suara di sana-sini. Jika benar-benar sepi, mungkin akan membosankan," kata seorang umat mengomentari rekaman itu.

"Semua yang membeli rekaman itu sangat menyukainya," tuturnya.

"Kami kira ide soal keheningan yang damai saat Anda memasuki gereja bisa menjadi sesuatu yang berbeda. Saya senang ternyata ini menjadi populer," kata pendeta Gereja St Peter, Dr Andrew Mayes.

"Gereja kami berusia 800 tahun dengan kualitas suara keheningan yang sangat luar biasa," papar pendeta Mayes.

Uniknya, pihak gereja tidak mematok harga untuk CD The Sound of Silence yang kini laris manis itu. Gereja memutuskan lebih baik pembeli yang memutuskan harga yang layak diberikan seperti halnya saat mereka menyumbang untuk gereja.

Keyakinan yang Membuat Anda Tahan Banting dalam Berbisnis

8 Keyakinan Membuat Anda Tahan Banting dalam Berbisnis

Terjun ke dunia bisnis memang tak hanya perlu modal dana dan nyali. Dalam perjalanan memulai usaha tak jarang si pelakunya mengalami keputusasaan karena yang terjadi tak sesuai target atau yang diharapkan. Berikut ini nasihat para ahli bagaimana Anda harus memiliki 8 keyakinan ini agar tahan banting dalam berbisnis.

"Banyak orang hidup dari keputusasaan karena perhatian mereka terpaku pada hal-hal yang tidak bisa mereka kontrol, seperti peristiwa yang terjadi di luar, peristiwa-peristiwa masa lalu, dan pendapat-pendapat orang lain," ungkap Geoffrey James, kolumnis Sales Source di Inc.

Akibatnya, lanjut James, para pebisnis pemula ini tidak sempat memperhatikan hal-hal yang bisa dikontrolnya karena terlalu sibuk dengan hal-hal di luar dan pendapat orang.

Masalah-masalah tersebut bisa diatasi dengan keyakinan, sikap, emosi dan perilaku. Namun menurut James, dari empat hal tersebut, hal yang terpenting adalah soal keyakinan.

Karena menurutnya apa yang orang yakini dalam kehidupan dan pekerjaannya secara luas akan mempengaruhi apa yang dirasakan (yakni emosi dan sikap) dan apa yang dilakukannya (yakni perilaku yang dihasilkan).

Dalam pandangannya, ada 8 keyakinan pribadi yang tidak hanya akan menjauhkan Anda dari keputusasaan, tetapi juga memberi Anda keuletan untuk mengatasi semua masalah yang mendatang.

Berikut ini 8 keyakinan yang diperlukan saat terjun ke dunia bisnis agar Anda tahan banting, seperti dikutip dari Inc, Selasa (1/1/2013):

Quote:

1. Kesuksesan hari ini dapat menghasilkan kegagalan di masa depan, itu bila Anda membiarkan kesuksesan ini membuat Anda puas diri. Jadi tetaplah jaga sikap semangat dan terus maju.

2. Anda dapat belajar lebih banyak dari kegagalan dibanding kesuksesan. Kegagalan mampu memperbarui kerendahan hati Anda, mempertajam objektivitas dan membuat orang semakin tangguh.

3. Mimpi yang mengandung kata "Aku mencoba..." adalah pelemahan diri. Bila Anda ingin mimpi yang sungguh-sungguh memotivasi, gunakanlah kata seperti "Aku akan" atau "Aku harus".

4. Apa yang sesungguhnya menghambat banyak orang adalah ketakutan akan gagal. Anda hanya akan gagal karena kecerobohan atau karena tidak mencoba, maka apa ruginya jika melakukannya?

5. Apa yang Anda katakan akan memperkuat apa yang Anda pikirkan, maka bila sesuatu keluar dari mulut Anda yang tidak sesuai dengan tujuan Anda, segera tutup mulut Anda rapat-rapat.

6. Anda bertanggung jawab atas kebahagiaan Anda sendiri. Maka ketika orang lain kejam kepada Anda, itu peringatkan diri Anda untuk tetap berbuat baik pada diri Anda sendiri.

7, Ada sebuah kalimat ajaib yang mampu membuat masalah tersulit menjadi lebih mudah untuk diatasi. Kalimat ajaib itu adalah: "Don't take it personally". ("Jangan dimasukkan ke hati" atau "Jangan mudah tersinggung".

8. Ketika terjadi situasi di mana kebesaran hati dibutuhkan seperti meninggalnya keluarga yang sangat kita sayangi, ingatlah urusan bisnis bahkan tidak sebanding dengan segenggam penderitaan tersebut.

Angkat Barang Bekas Jadi Bergengsi

Ivan Christianto: Angkat Barang Bekas Jadi Bergengsi

Sudah banyak kita dengar manfaat bisnis yang diperoleh dari bahan-bahan tak terpakai dari proses industri yang kita temui di sekitar kita. Namun apa yang dilakukan Ivan Christianto ini agak berbeda. Berbekal daya kreasinya yang tinggi, Ivan mampu mengubah material yang tak lagi bernilai ekonomis menjadi sebuah hasil karya seni yang fungsional dan memiliki prestise bagi yang memajang dan memilikinya.

Ivan adalah seorang desainer belia dengan karya-karya yang sudah dipajang di sejumlah kafe dan kantor-kantor di kawasan Bintaro, Kemang dan Pantai Indah Kapuk. Semua kawasan ini, jika Anda sudah tahu, adalah beberapa sudut ibukota yang memiliki gengsi bagi yang mengunjunginya.

Ivan memiliki ketrampilan dan naluri seni yang tajam berkat lingkungan yang sejak dini memperkenalkannya pada dunia kreativitas. Sang ayah adalah pemilik sebuah bengkel, di mana material-material bekas adalah sesuatu yang bisa ditemukan di mana saja.

Alumni UPH (Universitas Pelita Harapan) ini yakin dengan idealismenya yang ia junjung tinggi hingga sekarang: menciptakan sesuatu menggunakan barang-barang yang sudah tidak terpakai. Furnitur yang ia buat dipastikan sebagian besar (90-95%) berasal dari material bekas industri.

Awal perjalanannya ini ialah di akhir masa studinya di UPH di tahun 2009. “ Saya dengan teman-teman ITB ikut serta dalam acara pameran barang bekas,” papar Ivan menjelaskan bagaimana ia menekuni dunia ini lebih serius.

Selepas pameran tersebut, Ivan terdorong untuk lebih jauh lagi menjelajahi potensi material bekas yang ia temui di sekelilingnya. Apa yang dilakukan Ivan memang belum sepenuhnya dipahami banyak orang tetapi ia yakin dengan idealisme tersebut.

Meskipun sebenarnya memenuhi konsep green design, Ivan masih belum merasa bahwa karyanya bisa digolongkan kategori tersebut. “Saya hanya bekerja sesuai dengan keinginan saja,” ujarnya lebih lanjut.

Salah satu proyeknya di daerah Kemang adalah kafe “Never Been Better”. Di sana ia mengerjakan dengan 2 desainer lainnya. Konsep kafe ini unik padahal semula, Ivan mengaku, konsepnya asal-asalan. “Tapi jadinya malah menarik,” tambahnya.

Ivan menuturkan apa yang ia lakukan lebih tepat disebut sebagai sebuah implementasi konsep ‘reuse’ (penggunaan kembali). Ini karena dalam proses bekerja , ia menggunakan energi yang minimal, lebih sedikit daripada saat sebuah proses pendaurulangan (recycle) dilakukan.

Kisah Cinta Yusef dan Ghada di Tengah Perang Suriah


Yusef dan Ghada menjalani kisah cinta yang penuh liku dan perjuangan di tengah perang yang menghancurkan kota Aleppo, Suriah.

ALEPPO, Cinta memang kekuatan yang paling dahsyat di dunia ini. Bahkan, perang dahsyat yang terjadi di kota Aleppo tak bisa memadamkan cinta antar-anak manusia.

Yusef dan Ghada, dua warga kota Aleppo, Suriah, bertemu lewat situs jejaring sosial Facebook. Keduanya menjalin cinta dan sepakat untuk melanggengkan cinta mereka ke jenjang perkawinan.

Sayangnya akibat konflik bersenjata berkepanjangan di Suriah, tak satu pun pengadilan agama yang beroperasi di Aleppo. Alhasil keduanya memutuskan untuk mengucapkan janji pernikahannya di hadapan seorang komandan pasukan pemberontak Suriah.

"Upacaranya sangat cepat. Kami menandatangani surat, bertukar cincin, dan kami sudah menikah. Bapak komandan (yang juga seorang ulama) nampaknya terlalu sibuk untuk membacakan kami ayat-ayat Al Quran," kata Yusef (26) sambil tertawa.

Pernikahan di antara anggota pemberontak, yang juga kerap membantu wartawan asing yang datang ke Suriah dan kekasihnya yang berusia 33 tahun, tak hanya membahagiakan pasangan ini, tetapi juga memberi berkah untuk pasukan pemberontak di Aleppo.

Akibat pernikahan ini, pasukan pemberontak bisa beristirahat sejenak bagi pasukan yang menguasai distrik Sukkari di bagian tenggara Aleppo. Mereka menembakkan senapan serbu AK-47 ke udara sebagai tanda ikut berbahagia atas pernikahan ini.

"Selamat! Semoga Tuhan memberi kalian anak yang banyak," kata salah seorang anggota pemberontak saat kedua mempelai menari dalam lingkaran yang dibuat kawan-kawan mereka.

"Kita tak akan biarkan perang merusak hidup kami. Kami tak tahu kapan perang akan berakhir. Bisa jadi beberapa bulan lagi, atau mungkin 10 tahun lagi. Apakah saya harus menunggu perang selesai untuk melanjutkan hidup?" kata Yusef.

Sayangnya, tak satu pun anggota keluarga Ghada yang hadir dalam pernikahan putrinya ini. Sebab, keluarga Ghada tinggal di sisi lain kota yang terhalang wilayah yang dikuasai pasukan Pemerintah Suriah.

Bahkan, untuk mendapatkan restu keluarganya, Ghada butuh waktu berbulan-bulan.

"Ayah saya adalah pendukung Assad, dan saat kami kali pertama bertemu, saya berusaha menyembunyikan fakta bahwa Yusef bertempur bersama pasukan pembebasan Suriah," ujar Ghada yang adalah sarjana Sastra Inggris itu.

Ayah Ghada secara tak sengaja menemukan foto Yusef sedang mengenakan pakaian militer. Akibatnya, sang ayah melarang Ghada bertemu lagi dengan Yusef. 

Namun, Yusef—yang adalah mahasiswa pemasaran—justru mengundang keluarga Ghada ke kawasan yang dikuasai pemberontak, tempat Yusef tinggal.

"Saya mengundang orangtua Ghada untuk menunjukkan bahwa pemberontak bukanlah teroris, seperti yang digembar-gemborkan pemerintah," kenang Yusef.

"Mereka lalu menyadari kehidupan di sini jauh lebih baik ketimbang di kawasan yang dikuasai pemerintah, di luar pengeboman tentu saja," tambah Yusef.

Berharap perdamaian

Ghada dan Yusef kali pertama bertemu lewat satu dari ratusan akun Facebook yang dikelola aktivis Suriah yang menentang rezim Bashar al Assad.

"Yusef dan saya kemudian memulai chatting karena foto profil saya di Facebook adalah seekor anak kucing. Yusef sangat suka kucing," ujar Ghada.

Cinta keduanya kemudian tumbuh di tengah Aleppo yang terbagi-bagi antara kawasan pro dan anti terhadap pemerintah.

"Kami hanya pernah bertemu empat kali. Ghada tinggal di kawasan yang dikuasai pemerintah. Jika saya pergi ke sana, saya pasti dibunuh karena saya anggota pemberontak," kata Yusef.

"Sering kali juga terlalu berbahaya bagi Ghada untuk mengunjungi saya. Jadi kami menghabiskan waktu selama tujuh bulan terakhir lewat internet dan telepon," kata Yusef.

Kini keduanya sudah menikah dan berharap memiliki setidaknya dua anak, meski keduanya memiliki pemikiran berbeda soal masa depan.

"Saya ingin anak-anak saya ikut berjuang dalam perang atau membangun kembali negeri ini jika konflik berakhir," kata Yusef bangga.

Namun, saat ini Ghada hanya memimpikan perdamaian datang sesegera mungkin.

"Saya ingin perang segera berakhir sehingga kami bisa memulai hidup kami bersama anak-anak," harap Ghada.

Dengan kondisi perang yang belum kunjung berakhir, Ghada khawatir keluarganya harus pergi meninggalkan Suriah dan menjadi pengungsi.

"Saya tak ingin meninggalkan Suriah. Namun, bisa saja pikiran saya berubah karena yang saya inginkan adalah yang terbaik untuk keluarga," papar Ghada.

"Dalam hati terdalam, saya ingin membangun sebuah negara baru, tempat anak-anak kami bisa hidup bahagia," pungkas Ghada perlahan.

10 Tips untuk Entrepreneur Baru

1. Rencana dan Visi ke depan
Sebagai penulis, saya terbiasa membuat outline, sehingga biarpun saya menulis seperti orang gila dan cerita berkembang tak beraturan, saya bisa kembali melihat outline saya dan kembali back on track.
Have no plan itu memang kadang bagus juga ya karena saya dan Angel spontan memulai Kutukutubuku.com tanpa rencana sama sekali, murni action semata haha. Tapi beberapa bulan kemudian kami menyadari kalo kami benar-benar butuh rencana dan visi yang akan memperjelas langkah-langkah apa yang harus kami ambil agar sejalan dengan visi dan misi kami.

2. Carilah orang-orang yang mendukung ide kita
Kebayang dong kalo baru bikin rencana udah dijatuhin duluan, tentu plan kita apapun itu nggak bakal terjadi. Carilah orang-orang yang sejalan dan mendukung ide kita, sehingga motivasi itu tetap ada di dalam diri kita bahkan tumbuh lebih besar lagi. Caranya, silahkan gabung dengan komunitas.

3. Cari partner
Untuk yang benar-benar newbie di bidang bisnis seperti saya, maka sangat bagus untuk memiliki partner. Susah senang ditanggung bersama. Brainstorm juga lebih enak. Suami atau istri bisa juga dijadikan partner bisnis terbaik.

4. Cari mentor
Silahkan berguru pada ahlinya untuk mendapatkan hasil maksimal dalam usaha Anda. Biasanya jika seseorang telah mencapai kesuksesan pada level tertentu, mereka akan bersedia membantu teman-teman yang baru memulai.

5. Raih momentum
Terus berinovasi dengan produk-produk Anda, sehingga perusahaan Anda tidak akan pernah ‘basi’ di mata customer maupun media.

6. Pasarkan bisnis Anda
Anda baru saja menjadi entrepreneur dan tiba-tiba merasa malu jika harus memasarkan produk. Well, Anda tidak bisa mengharapkan pelanggan datang dengan sendirinya kan?

7. Amati kompetitor
Kadang memang kesal dengan kompetitor, tapi sangat penting untuk menganalisa sepak terjang mereka dan lihat di bagian mana kita bisa improve kekurangan mereka dan mengaplikasikannya di bisnis kita sendiri.

8. Atur keuangan
I’m no accountant, tapi partner saya bisa melakukannya. That’s a good thing. Jika Anda tidak punya partner, Anda bisa membayar seorang akuntan untuk melakukannya untuk Anda. It’s worthed every single Rupiah you spend.

9. Network
Jalin network dimana-mana, pada akhirnya orang-orang ini lah yang akan memberimu ‘business’. That’s what happened to me.

10. Have FUN
Seperti kata seorang CEO bisnis online terkenal, “No fun? Business out!”

Sukses dan Kaya Cara Tionghoa

Siapa yang gak kenal dengan nama2 Susi Susanti, Bob Sadino, Marie E. Pangestu atau Agnes Monica? Mereka adalah contoh kecil tokoh Indonesia keturunan Tionghoa yang mengukir prestasi di bidang masing2. Mereka membuktikan bahwa keturunan Tioghoa tidak hanya bisa sukses sebagai pedagang. Berikut 7 etos kerja mereka yang hebat dan pastas diikuti.

1. Tak Takut Bermimpi. Tidak perlu gengsi untuk meniti karir dari posisi paling bawah, karena mereka berani bermimpi meraih posisi yang lebih tinggi. Contohnya, seorang loper koran bermimpi mempunyai penerbitan nantinya. Dengan bermimpi, disadari atu tidak mereka akan berusaha atau mencari strategi untuk mewujudkannya.

2. Bekerja dan Bekerja. Orang Tionghoa berpendapat apabila ia tidak melakukan hal yang berguna untuk dirinya atau orang lain maka hidupnya akan sia2. Waktu dan kesempatan adalah suatu kemewahan yang pantang disia2kan.

3. Berpikir untuk 3 Keturunan. Ini adalah falsafah Konghucu, contohnya apabila sesorang mempunyai uang Rp.50.000,- maka ia hanya menggunakan Rp.15.000,- untuk keperluan pribadinya. Sisanya akan disimpan untuk keperluan anak dan cucu. Dengan bersikap hemat bisa mengantisipasi berbagai masalah di kemudian hari.

4. Tak Pernah Menyerah. Orang Tionghoa percaya bahwa setiap rintangan dalam hidup akan membawa dirinya pada konsisi yang lebih baik. Cobaan yang berhasil dilewati akan mendapat ganjaran yang lebih besar.

5. Menguasai Bisnis dari Hulu ke Hilir. Seorang pengusaha Tionghoa akan menghemat biaya produksi dengan mengangani seluruh proses produksi. Memang ilmu ini rawan praktek monopoli tapi bisa diambil positifnya yaitu kita harus bisa mengenal dan menguasai seluruh pekerjaan yang digeluti.

6.Memberi Pelayanan Terbaik. Pepatah Tionghoa berbunyi 'jika tak pandai tersenyum janganlah membuka toko'. Kira2 maksudnya adalah dalam berkarir atau berbisnis kemampuan kerja bukanlah yang utama, tetapi jugaharus mampu mmbawa diri dalam berbagai situsi.

7. Memelihara Relasi. Menurut pepatah Tionghoa ' walau berisik dan buang kotoran dimana2, janganlah menyembelih angsa bertelur emas'. Ibarat memelihara angsa bertelur emas, hubungan dengan relasi wajib dijaga walau merugi pada awal berpartner.

Mengintip Rumah-rumah Menyeramkan di Dunia!

Sebenarnya, dracula adalah tokoh rekaan yang diciptakan oleh Bram Stoker. Karakter tersebut mendiami Kastil Bran ini dalam cerita besutan Stoker.

Oktober identik dengan perayaan Halloween. Tidak cukup hanya menggelar "pesta horor" di rumah, beberapa orang bahkan ada yang memilih berkeliling dunia dan menyaksikan lokasi-lokasi penuh misteri di seluruh dunia. Anda ingin jadi salah satunya?

Jika Anda senang bepergian dan ingin menikmati kengerian yang timbul dalam gedung-gedung tua, jangan lewatkan lokasi-lokasi ini. Gedung-gedung misterius ini masing-masing memiliki desain luar biasa indah, tapi sekaligus juga sangat menyeramkan.

Kastil berhantu di Skotlandia

Skotlandia memiliki banyak kastil dan bangunan-bangunan semacam itu. Tidak semuanya memang, namun penduduk setempat mengatakan, bahwa sebagian dari kastil-kastil tersebut memiliki "penghuni" yang tidak terlihat.

"Penghuni" tersebut adalah arwah penasaran yang masih mendiami kastil. Kastil Glamis, contohnya. Menurut kabar yang beredar, kastil ini merupakan kastil paling berhantu.

Bertemu Drakula di Romania

Kastil memang terkenal dengan hal-hal misterius. Setelah berjalan-jalan di Skotlandia, mampirlah ke Transylvania, Romania. Tempat ini adalah lokasi paling tepat bagi Anda penggemar drakula.

Sebenarnya, dracula adalah tokoh rekaan yang diciptakan oleh Bram Stoker. Karakter ini mendiami Kastil Bran dalam cerita besutan Stoker.

Namun, jangan kecewa dulu. Jika masih tertarik dengan vampire, kunjungilah Kastil Poienari di atas gunung. Anda akan "merasakan" situasi yang hampir sama dengan lingkungan tempat tinggal Count Dracula.

Napak Tilas Jack the Ripper

Jalan berangin di Whitechapel, London Timur, Inggirs, adalah lokasi pembunuhan berantai. Jack the Ripper disebut-sebut telah membunuh para kaum prostitusi di sepanjang jalan ini.

Anda ingin "mencoba berkomunikasi" dengan korban-korbannya? Cobalah mengunjungi jalan ini. Jika tidak, Anda toh tetap dapat menikmati keindahan London dan bangunan-bangunan tuanya kala malam hari.

Le Manoir de Paris

Paris, yang terkenal sebagai Kota Cahaya ,ternyata memiliki sisi gelap. Ingin merasakannya? Datang saja ke Manoir de Paris. Di tempat ini, Anda akan menyaksikan cerita-cerita seram mulai dari Phantom of the Opera, Vampire Cave, dan masih banyak lagi.

Berani?

Ratap Gadis Suayan

Di mana ada kematian, di sana ada Raisya, janda beranak satu yang bibir pipihnya masih menyisakan kecantikan masa belia. Ia pasti datang meski tanpa diundang. Di dusun Suayan ini, kabar baik dihimbaukan, kabar buruk berhamburan. Maka, bilamana kabar kematian dimaklumatkan, orang-orang akan bergegas menuju rumah mendiang. Begitu pula Raisya. Tapi ia tidak bakal ikut-ikutan sibuk meramu daun serai, pandan wangi dan minyak kesturi sebelum jenazah dimandikan, tidak pula memetik bunga-bunga guna ditabur di tanah makam seperti kesibukan para pelayat perempuan. Raisya hanya akan mengisi tempat yang telah tersedia, di samping pembaringan mendiang, lalu meratap sejadi-jadinya, sekeras-kerasnya, sepilu-pilunya.
Duduk, berdiri, melonjak-lonjak, menghentak-hentakkan kaki, berputar-putar mengelilingi jenazah sambil terus menyebut-nyebut dan memuji tabiat baik mendiang semasa hidup. Ada irama di suara tangisnya, kadang seperti melantunkan sebuah nyanyian yang memiuh-miuh ulu hati. Lagu kematian itu serasi dengan entak kakinya. Ratapan, tarian, nyanyian, bersekutu jadi satu. Remuknya perasaan tuan rumah tidak mampu menandingi dalamnya kepiluan Raisya, tukang ratap yang telah mahir menanak risau itu. Mendengar ratapannya, mungkin Raisya lebih berduka ketimbang keluarga mendiang. Padahal ia bukan siapa-siapa, hanya tukang ratap yang terbiasa mendulang perih rasa kehilangan di setiap kematian yang dijenguknya.
Ada dua penyebab yang membuat orang-orang gampang mengingat dusun Suayan. Sebab pertama, perempuan paruh baya bernama Raisya, tukang ratap itu. Namanya masyhur berkat kepiawaian meratap. Kerap ia dijemput-antar oleh karib kerabat yang sedang tertimpa musibah kematian. Mereka datang dari dusun-dusun tak terduga, guna memohon kematian itu diratapi. Bagi mereka, kematian kurang khidmat tanpa ratapan Raisya. Sebab kedua, Suayan gampang dikenang karena dusun itu pabrik jodoh. Bila tuan sedang bimbang untuk menjatuhkan pilihan perihal gadis mana yang bakal tuan persunting, barangkali tak ada salahnya tuan berkunjung ke Suayan. Bisa jadi tuan bakal abai dengan pilihan-pilihan tuan sebelumnya. Sebab, di dusun Suayan, meminang perempuan dalam keadaan mata terpicing pun dijamin tidak salah pilih. Sembilan dari sepuluh laki-laki pencari jodoh yang datang ke Suayan berhasil menggondol pasangan. Kalaupun ada yang gagal, sebabnya pasti bukan pada pihak perempuan, tapi karena pihak laki-laki tidak sanggup membayar uang pinangan yang terbilang mahal. Harga pinangan termurah untuk gadis Suayan cukup untuk menebus empat bidang ladang yang tergadai. Konon, hidup orang-orang Suayan terselamatkan oleh pinangan demi pinangan. Memiliki anak perempuan di dusun Suayan seperti menyimpan celengan gemuk yang sewaktu-waktu bisa dibanting-empaskan, tentu setelah pinangan datang. Dan, celakalah setiap keluarga yang tidak punya anak perempuan. Mereka terpuruk di kerak kemelaratan.
Sejak dulu kecantikan gadis-gadis Suayan belum terkalahkan oleh perempuan-perempuan di dusun mana pun. Dusun Suayan memang bukan daerah subur penghasil Damar atau Gambir sebagaimana dusun-dusun lain. Tanahnya gersang, padi tak menjadi, hampa sebelum berbuah. Tapi Tuhan memberi anugerah dari pintu yang tak diduga-duga. Bayi-bayi perempuan selalu terlahir dengan kecantikan yang menakjubkan. Mereka tumbuh dan mendewasa menjadi gadis-gadis yang memiliki bibir pipih seperti bibir Raisya, pipi merah merona, kulit mulus seperti kulit orang Jepang, hidung mancung seperti hidung orang Arab. Postur tubuh tinggi, langsing, sintal seperti bintang film. Bila bintang film yang kerap mereka lihat di layar tivi itu tampak anggun dan molek karena olesan bedak yang berlapis tujuh, maka kecantikan gadis-gadis Suayan mukjizat yang jatuh dari langit, bawaan sejak dari rahim. Tanpa olesan bedak dan lipstik pun wajah mereka sudah memancarkan aura kecantikan yang mencengangkan. Siapa tak tergiur? Dusun Suayan seamsal hamparan ladang luas tempat bersitumbuhnya bunga-bunga anggun segala rupa, tiada pernah langkas, meski kumbang-kumbang datang silih berganti.
”Bagaimana Raisya? Sekarang atau tidak sama sekali!” desak Datuk Pucuk, penghulu suku Pilawas, suku Raisya.
Seorang lelaki datang hendak meminang Laila, anak gadis Raisya. Satu-satunya.
”Tidak! Biarkan dia melanjutkan sekolah,” sangkal Raisya. Tegas.
”Sekolah? Kau akan menguliahkan Laila dengan upah meratap? Berapa banyak kematian harus kau tunggu?”
”Terimalah pinangan itu! Hidupnya bakal selamat dengan lelaki itu. Juga hidupmu. Tak perlu kau menunggu-nunggu kabar kematian lagi.”
”Tak ada kematian pun aku tetap meratap!”
Memandang raut wajah Laila serasa menatap Raisya. Ada jernih mata Raisya di jernih matanya. Ada pipih bibir Raisya di pipih bibirnya. Ada alis Raisya di alisnya (tebal, hitam, nyaris bertaut). Tapi, bakal adakah malang nasib Raisya di malang nasibnya? Raisya tidak mau itu terjadi. Laila tak boleh kawin muda. Jangan sampai ia terbujuk godaan para pencari jodoh yang berhamburan ke dusun ini, seperti berhamburannya orang-orang selepas mendengar kabar kematian.
Raisya tidak rela Laila hanya menjadi sebatang tebu yang disesap rasa manisnya, setelah jadi ampas, dicampakkan begitu saja, seperti yang dialaminya di masa lalu. Waktu itu Raisya baru lulus tsanawiyah, Nurman meminangnya. Mentah-mentah ia menolak pinangan ganjil itu. Tapi siapa berani melawan kehendak Datuk Pucuk? Satu-satunya keluarga Raisya yang tersisa. Dengan berat hati ia mengubur segala impian. Rela ia diperistri Nurman, lelaki yang sebenarnya lebih patut menjadi ayahnya. Raisya daun muda ketiga yang takluk di tangan tauke Damar itu. Dari gunjing yang berserak di dusun Suayan, ada kabar tak sedap, dengan perjodohan itu Datuk Pucuk sesungguhnya tidak hendak menyelamatkan hidup Raisya, kemenakannya itu, tapi hendak menyelamatkan hidup anak-bininya sendiri. Belakangan Raisya tahu, adik kandung mendiang ibunya itu sedang terlilit utang, dan ia membayarnya dengan menyerahkan Raisya pada Nurman.
Hanya berselang beberapa bulan setelah kelahiran Laila, Nurman lagi-lagi memetik daun muda. Dipersuntingnya Bunaiya, sahabat karib Raisya sewaktu bersekolah dulu. Tiada alasan yang absah saat Nurman meninggalkan Raisya. Barangkali hanya karena lelaki itu sudah hilang gairah sebab tubuh Raisya tak montok lagi. Ia sibuk mengurus anak, lupa merawat tubuhnya sendiri. Kabar terakhir yang didengar Raisya, suaminya pergi karena memang begitulah perjanjiannya dengan Datuk Pucuk. Ia sanggup membayar pinangan seharga dua ekor sapi jantan, hanya untuk mencicip ranum tubuh Raisya. Utang-utang Datuk Pucuk lunas, Raisya punya anak, Nurman pergi, dan kawin lagi. Sejak itu Raisya hidup sendiri, menghidupi anak tanpa suami. Laila yatim meski ayahnya belum mati.
Semasa bersekolah dulu, Raisya bintang kasidah. Napasnya panjang, suaranya tinggi, nyaring. Bila tampil di panggung, lengking suaranya membuat para penonton melonjak-lonjak girang, lebih-lebih kalau ia menyanyikan ya rabbi barik. Tartilnya benar-benar seperti tartil orang Arab, cengkok suaranya membuat penonton terenyak dan berdecak kagum. Tapi sejak menjadi istri orang, nama Raisya seolah menguap, tak pernah lagi ia tampil di atas panggung, kalah bersaing dengan biduan-biduan muda yang suara dan penampilan mereka lebih cemerlang. Raisya kehilangan banyak hal, empat bidang ladang peninggalan orangtuanya dikuasai Datuk Pucuk, kehilangan suami, dan tentu saja; kehilangan ranum tubuhnya.
Mak Sima, sesepuh suku Pilawas merasa terpanggil untuk meringankan beban Raisya. Ia mewariskan kepandaian meratap pada janda muda itu. Setidaknya ia bisa membesarkan Laila dari upah meratap.
”Kau sudah punya syarat-rukunnya, Raisya. Akan lekas mahir,” bujuk Mak Sima waktu itu.
”Aku sudah tua. Kau penggantiku! Jadilah tukang ratap yang bisa menyelami lubuk kepiluan lebih dalam dari selaman keluarga mendiang.”
”“Bukankah kau sudah terlatih menanak risau?”
Setelah berhari-hari terkapar di tempat tidur akhirnya lelaki itu meninggal juga. Tak ada yang tahu penyakit apa yang dideritanya. Belakangan ini ia kerap batuk-batuk kering. Tiga dari lima kali batuknya disertai muntah. Sebesar jeruk purut gumpalan darah keluar dari mulutnya. Susah ia tidur karena batuk-batuk keras itu tak kunjung reda, hingga tubuhnya terkulai tak bertenaga, kencing dan berak dipacakkannya saja di kasur. Bunaiya, istrinya, sudah berkali-kali membujuk agar ia mau dibawa ke rumah sakit, tapi ia menolak. Ini penyakit tua, tak akan lama, rintihnya.
Kini jenazahnya sudah dimandikan, sudah pula diyasinkan, dishalatkan, tinggal menunggu waktu sebelum diusung ke pekuburan. Tapi sebagaimana kebiasaan orang-orang dusun Suayan, kurang sempurna upacara kematian jika belum diratapi. Maka, jenazahnya masih dibaringkan di ruang tengah rumah itu, menunggu kedatangan Raisya, si tukang ratap.
”Bagaimana mungkin Raisya meratapi orang yang telah membuat ia meratap seumur-umur?” tanya Bunaiya.
”Tak usah cemaskan soal itu. Bila kematian ini tak diratapi, apa kata orang nanti?” bujuk Wan Uncu, kakak laki-laki Bunaiya.
”Raisya harus dijemput! Ia satu-satunya tukang ratap di dusun ini. ”
Sejatinya Raisya tidak pernah berdoa memohon kematian meski hidupnya sangat bergantung pada kematian. Untunglah hari ini datang juga kabar buruk itu. Ia akan meratap sebagaimana lazimnya, beroleh upah, lalu pulang. Meski yang akan diratapinya mendiang Nurman, bekas suaminya, lelaki yang telah menghancurkan hidupnya. Ada tak ada kematian, Raisya tetap meratap. Itu karena ulah Nurman!
Di samping pembaringan mendiang, Raisya meratap sekeras-kerasnya, sepilu-pilunya, sejadi-jadinya. Tak ada yang tahu apakah Raisya benar-benar menyelam di kerak kepiluan, atau dalam ratap itu ia justru menyimpan amarah yang tak terkata.

Dia menurunkan hujan bagi orang benar dan orang tidak benar

Nicholas Effect !!!

Kejadian menakutkan di halaman rumah teman saya, sekitar 2 tahun lalu.  Lokasinya di sebuah perumahan,  Tangerang Selatan, pinggir barat kota Jakarta.
Suatu pagi, seusai sholat subuh, sang teman mendapati seseorang tergeletak di halaman rumahnya.  Persis di bawah pagar tembok setinggi dua setengah meter.  Diatas dinding, dijalin kawat berduri dan besi beton runcing, tambah mempersulit seseorang melewatinya.
Korban tak sadarkan diri, kepalanya berdarah dan beberapa luka menganga di sekujur tubuhnya.  Yang paling menyeramkan, dipinggir badannya, tergeletak sebilah parang. Mengkilat, tajam, seakan siap menebas siapa pun yang menghalangi niat pemiliknya.  Sang teman tak kenal, siapakah gerangan “tamu” yang tergeletak itu.  Masih untung, korban masih bernafas, meski tak hirau ketika disadarkan.  Dia memang benar-benar pingsan.
Didatangi tetangga kampung, dia merasa nyaman, aman.  Pak RT terlihat di sana.  Dua petugas Hansip ikut berjaga-jaga. Semuanya bertanya-tanya, siapakah gerangan pemuda setengah baya yang celaka tadi.
Usut punya usut, mereka menyimpulkan  siapa “tamu” tadi.  Dugaan mengarah pada tuduhan bahwa dia seorang pencuri yang terjatuh saat melompat pagar halaman rumah.  Tak ada cerita lain, karena pintu pagar tertutup dan terkunci dengan rapat, saat sang teman menemukan tubuh tergeletak itu.
Reaksi  spontan keluar dari para tetangga, langsung menghakimi “pencuri” naas tadi.  “Bunuh aja, biar kapok”, atau “Seret aja masukkan selokan”, dan ungkapan dendam lainnya.  Tetapi, pasangan pemilik rumah berkehendak lain.
Dicegahnya masa main hakim sendiri.  Langsung dia keluarkan mobil dari garasi, dimasukkan si korban ke dalamnya.  Tancap gas ke rumah sakit terdekat, tanpa menoleh kanan-kiri.  Para tetangga melongo kebingungan.  Seseorang yang berniat jahat, bahkan mungkin akan mengancam nyawanya, kini sedang ditolong calon korbannya.
Beberapa tetangga bergumam, “Andaikan dia selamat, bukan tak mungkin pemilik rumah digorok lehernya”.  Ungkapan sadis memang, tetapi begitulah skenario yang sangat mungkin terjadi.  
Belum selesai sampai disitu.  Diagnosa dokter UGD mengatakan, korban mengalami gegar otak dan patah tulang kering, kaki kirinya.  Operasi harus dilakukan segera.  Mereka tetap tidak tahu,  siapa pasien yang sedang di kamar  gawat darurat.  Tapi pasangan itu bergeming.  “Baik dokter, silakan dirawat sebaik-baiknya, saya akan bertanggung jawab semuanya”.
Singkat cerita, pasien dirawat di RS, lengkap dengan operasi dan proses penyembuhannya.  Satu bulan kemudian, “calon pencuri” diizinkan pulang. Uang  sekitar 25 puluh juta melayang ke kasir rumah sakit.  Tak diketahui dimana “pencuri” tadi sekarang berada.
Ketika saya tanyakan alasan mengapa mereka mau menolong “calon pencuri”, yang tak dikenal. Plus membiayai penyembuhan di rumah sakit tanpa tahu siapa dia,  sang teman hanya melengos saja.  Seolah dia tak mau kejadian tadi diungkit kembali.
Saya tidak bisa membayangkan, bagaimana tindakan penyelamatan  bisa begitu spontan keluar dari sanubari pasangan tadi.  Tetapi, para tetangga - juga saya - kemudian tersadar bahwa apa yang mereka lakukan adalah sesuatu yang luhur lagi mulia.  Sulit menemukan reaksi seperti yang dimiliki teman tadi.  Kejadian seperti itu, rasanya langka ada di bumi ini.  Mungkin hanya terjadi satu-dua, dan jarang sekali ada.
Sekian tahun sebelumnya, ada sebuah kisah nyata - yang kemudian - akibatnya disebut “Nicholas Effect”.  Peristiwa terjadi di Italia, ketika sebuah keluarga Amerika sedang berlibur di sana.  Kisah sang teman di Tangerang Selatan, masuk dalam paradigma  ini.
Suatu malam, 29 September 1994, keluarga Green, yang terdiri dari  Nicholas, adik perempuannya, Eleanor dan kedua orang tuanya, Margaret dan Reginald mengendarai mobil sewaan menuju kota kecil Reggio, Calabria.
Seusai santap malam di cafĂ©  Autogrill, mereka dibuntuti 2 pengendara motor yang memakai masker penutup muka.  Karena tak mau berhenti bahkan mempercepat laju mobilnya, kedua perampok mulai menembak mobil Greens. Dua atau tiga peluru melesat dari laras pistol si penjahat.  Sang sopir malah menancap gas, mempercepat laju kendaraan.  Akhirnya mobil itu lolos.
Setelah dirasa aman, Mr Green menghentikan mobilnya. Baru disadari, Nicholas, kala itu 7 tahun, terkena peluru di belakang batok kepalanya.  Nyawanya meregang. Dokter Ahli Syaraf Cedera Kepala angkat tangan.  Tenaga medis menyerah.  Nicholas  dinyatakan meninggal 2 hari kemudian.  “Puji Tuhan, dia beristirahat dalam damai Tuhan”.  Rest in Peace.
Masyarakat Italia mulai was-was.  Mereka menunggu kesedihan dan kemarahan keluarga Green yang bakal meledak.  Wajar, bila Yankee ini marah dan menuntut kesana-kemari.  Dendam diperkirakan bercokol di hati mereka.  Ternyata reaksi sebaliknya yang muncul.
Setelah menyadari tidak ada yang bisa dilakukan untuk menolong Nicholas,  Greens ikhlas.  Mereka pasrah kepada kehendak Sang Ilahi.  Mereka menyerahkan semua ini kepada Tuhannya.  Bahkan mengumumkan - melalui RS - untuk mendonorkan semua organ tubuh Nicholas yang bisa disumbangkan kepada mereka yang membutuhkan.  Masyarakat Italia ternganga, seakan tak percaya apa yang didengarnya.
Alih-alih marah, keluarga Green malah bersikap sebaliknya.  Sikap yang otomatis keluar malah membuat orang terperanjat.  “Apa yang sebesar-besarnya bisa diberikan kepada sesama, meski di saat menderita, dilakukannya”.  Dan itu menghibur hati mereka yang duka, ditinggal Nicholas pergi selamanya.
Sebulan kemudian, organ tubuh Nicholas sudah disandang oleh 7 warga Italia.  Jantung, ginjal, pankreas, hati dan kedua kornea matanya.  Penerimanya adalah Andrea, Dominica, Francesca, Anna, Tinno Silvia dan Pia.  Padahal Nicholas hanya sendirian, menyambung hidup 7 sesama sekaligus, justru ketika  2 orang tak dikenal menembak kepalanya.
Langkah yang dibuat keluarga Green, kemudian memicu warga Italia berbondong-bondong menjadi donor organ tubuh.  Italia, yang semula rendah dalam angka donor organ tubuh manusia, melonjak menjadi negara pertama di Eropa dalam statistik mulia ini.  Kematian Nicholas melahirkan multiplier effect dalam perbuatan yang tak disangka-sangka.  Ini semata-mata karena teladan The Greens yang beraksi spontan dalam langkah pertama yang mulia.
“Efek Nicholas” kemudian mempunyai makna yang lebih luas, ketimbang perbuatan donor organ tubuh saja.  Ia juga berlaku bagi tindakan apa saja yang mulia, luhur dan membantu sesama, lahir dari sebuah tragedi, kemudian menjadi keteladanan yang diikuti banyak orang.
Perbuatan luhur hanya memerlukan satu langkah awal saja dari kita. Seribu atau sejuta langkah berikutnya - sampai langkah akhir -  dilakukan sendiri oleh Dia yang Maha Mengatur Dunia.  Teman saya di Tangerang Selatan, Indonesia dan The Greens di Calabria, Italia, telah membuktikannya.  Tragedi malah melahirkan simpati, melahirkan sesuatu yang berarti, yang keluar  dengan sepenuh hati. Masalahnya adalah sangat-sangat sulit bagi kita untuk membuat langkah pertama yang mulia itu.  Karena ia kerap berbenturan dengan ego kita.
Mengasihi teman, sahabat, keluarga, kekasih, pasangan, terlebih-lebih anak, adalah perbuatan baik yang biasa-biasa saja.  Tetapi mengasihi dan memaafkan secara tulus musuh, mereka yang membenci, mereka yang jahat, mereka yang tidak menyenangkan kita adalah perbuatan mulia yang luar biasa.  Persis seperti ditulis  di ayat Kitab Suci :

Kamu telah mendengar firman : “Kasihilah sesama dan perangi musuhmu”.  Tetapi Aku berkata kepadamu : “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiayamu.  Dengan demikian kamu menjadi anak Bapamu di sorga.   Dia menerbitkan matahari bagi orang jahat dan orang baik.  Dia menurunkan hujan bagi orang benar dan orang tidak benar”. (Mateus 5 :43-45).

Cara Pembagian Saham

Cara Pembagian Saham : Mengenal Founder’s Equity Calculator

Cara membagi saham startup

Kontribusi saya hanya “ide” saja tetapi saya tidak terlibat dalam eksekusi, saya punya network yang bisa bantu kamu, tetapi network saya sebenarnya bisa dengan gampang kamu akses. Seharusnya share saya berapa ?

Malam tadi ada rekan saya young entrepreneur menanyakan “kontribusi partner saya tidak sebesar saya, apakah seharusnya share dia nol saja ya? alias saya 100%” ??

Ketika saya masih kuliah salah satu advice dari “random people” yang sering saya dapat adalah :

    “Kalau bisnis partneran sama temen, biasanya kalau mulai ada duitnya pasti ribut”

Sebenarnya hal ini, ribut-ribut dan semacamnya tidak perlu terjadi jika di awal kita secara terang-terangan menyatakan :

Kontribusi saya berapa / apa, kontribusi kamu gimana ?

Sacrifice yang saya berikan untuk startup ini apa ? Kamu apa ?

Value yang saya miliki apa saja ? value kamu apa saja ? Value milik saya bisa dengan gampang di build tidak ?

Untuk entrepreneur baru, seringkali hal ini menjadi masalah karena belum bisa membedakan mana value yang “murah” dan mana value yang “mahal” : kadangkala “ide” di value terlalu tinggi, padahal kalau ide doang tidak ada eksekusi, passion dan perseverance-nya ya.. tidak bakal kejadian.

Atau,  ”kenalan” / “network” di value terlalu tinggi padahal “cuma tau doang” dan belum punya kolaborasi kuat dengan industri yang relevan.

Sehingga, misalnya ada 4 founder bersama-sama membangun usaha, keempatnya membagi rata sahamnya menjadi masing-masing 25% padahal belum tentu keempatnya memiliki kontribusi dan value yang seimbang.

Adakah template untuk membantu entrepreneur ini menentukan “seharusnya saham saya berapa ?”

Tidak ada template yang fix, penentuan saham lebih mirip art dan negotiation ketimbang science.

Tetapi jika Anda membutuhkan panduan (yang bukan berupa template pasti), cobalah googling Founder’s equity calculator.

Perlu diketahui bahwa “ide” , “kontribusi waktu”, “kontribusi dana”, “network” memiliki bobotnya masing-masing dan bobot ini (jika memang diperlukan) dibicarakan dan dihitung dalam meeting.

“Founder’s pie calculator” membagi elemen pengambilan keputusan equity menjadi 1) Idea; 2) Business Plan Preparation; 3) Domain Expertise; 4) Commitment and Risk; 5) Responsibilities.

Jika ingin yang lebih ringkas, ada beberapa founder’s equity calculator yang ringkas, salah satunya adalah foundrs.com. Ingat bahwa ini bukan template, sangat disarankan Anda saling terbuka tentang value apa yang diberikan oleh masing-masing founder sebagai bahan negosiasi. Perlu diketahui juga bahwa kalkulator equity yang ada di internet kadangkala perlu di adjust dengan logika Anda, karena beberapa dibuat spesifik untuk startup teknologi yang core bisnisnya di internet, sehingga bobot kontribusi coding dianggap cukup besar.

MUI larang umat Islam mengucapkan selamat Natal

Menjelang perayaan Natal tahun ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta agar umat Islam tidak mengikuti ritual Natal dan mengucapakn selamat Natal.
“Ya kalau soal Natal, MUI mengimbau agar umat Islam tidak mengikuti ritual Natal. Tetapi harus menjaga kerukunan dan toleransi,” kata Ketua MUI Pusat Bidang Fatwa Ma’ruf Amin, Rabu lalu.
Larangan ini, menurutnya, telah tercantum dalam fatwa MUI yang dikeluarkan pada 1981.
“Haram untuk mengikuti ritualnya. Ucapan selamat Natal tetap salah, ya pas Tahun Baru sajalah,” ujar Ma’ruf.
Karena itu, katanya pada Natal, umat Islam cukup menunjukkan sikap toleran, yakni dengan membiarkan umat Kristen merayakannya dan tidak mengganggunya.
Namun, pernyataan ini mendapat kritikan dari tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) Zuhairi Misrawi.
Menurutnya, apa yang disampaikan oleh MUI tidak akan serta merta diterima oleh semua umat Islam.
Ia mengatakan, MUI merupakan satu dari sekian banyak arus yang ada dalam Islam.
“MUI bukan satu-satunya arus. Islam itu layaknya samudera yang luas dan dalam. Fatwa MUI hanya salah satu arus dalam Islam. Masih banyak arus yang lain,” jelasnya.

Senada dengan itu, Sekjen Indonesian Committee of Religions for Peace (ICRP) Theophilus Bela mengatakan, memang bukan kali ini saja MUI mengeluarkan pernyataan semacam itu.
“Dari dulu, MUI mengeluarkan fatwa-fatwa antipluralisme serta anti-toleransi” tegasnya.
Kendati mengecam sikap MUI, Bela menyatakan tetap menghargai sikap MUI tersebut.
“Pendapat mereka mewakili kelompok kecil dikalangan Muslim di Indonesia”
Ia yakin, mayoritas Muslim dan tokoh-tokoh Islam dari kedua organisasi Islam terbesar, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sangat mendukung paham pluralisme dan toleransi antara umat beragama.
“Jadi, kita berharap mayoritas Muslim tidak terpengaruh dengan pernyataan MUI tersebut”, tegasnya.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla bahkan sengaja mengabaikan imbauan MUI tersebut dengan mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani di Kupang, NTT.
“Saya ucapkan selamat Natal bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur,” kata Jusuf Kalla kemarin.
Jusuf Kalla juga mengimbau agar masyarakat Sulawesi Selatan yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) di Kupang  tetap menjaga kerukunan.
Cendekiawan Muslim Shalahuddin Wahid pun mengatakan, umat Islam sah-sah saja mengucapkan Natal kepada umat Kristiani.
Pasalnya, kata dia, tidak ada dasar yang melarang Muslim mengucapkan selamat Natal.

Menjadi Indonesia Melalui Mitos

Polemik Taman Budaya Tionghoa Indonesia (TBTI) di TMII

Oleh Fairuzul Mumtaz*

Indonesia Seutuhnya, 19 Desember 2012,

Menarik menyimak esai Wahyudin di blog ini (Indonesia Seutuhnya) yang bertema “Tionghoa di Indonesia Indah,”. Memang keberadaan masyarakat peranakan Tionghoa di Indonesia selalu menjadi polemik sejak dulu. Mungkin juga dirasakan oleh bangsa lain, bahwa peranakan Tionghoa di berbagai negara menjadi pesaing nomor wahid dalam usaha-mata pencarian.

Toh ada lagi, persoalan pendirian Taman Budaya Tionghoa Indonesia (TBTI) di TMII, yang memicu munculnya konflik baru yang semakin memanas saja, antara pendukung paham asimilasi dan paham integrasi. Seperti diketahui selama ini, pendukung paham asimilasi budaya menginginkan adanya peleburan secara sosial dan rasa dengan mengutamakan pengembangan budaya setempat. Sedangkan pendukung paham integrasi menginginkan legalitas dari pemerintah Indonesia sehubungan dengan eksistensi mereka di Indonesia. Maka muncullah gagasan menjadi Suku Tionghoa Indonesia dari golongan paham integrasi tersebut tanpa mau berasimilasi.

Perpecahan ini makin nampak ketika pembangunan TBTI hingga kini belum juga selesai. Warga Tionghoa di Indonesia diperkirakan 5% dari penduduk Indonesia, sekitar 12 juta jiwa. Jika misalnya dikalkulasikan pengurangan dengan jumlah, 10 juta warga Tionghoa dua persennya menyumbang sejumlah satu juta rupiah, akan terkumpul 200 milyard. Cukup untuk pembangunan TBTI itu.

Akan tetapi, sejak TBTI dibangun tahun 2006 hingga sekarang, pihak pengelola masih membutuhkan dana 40 M. Padahal kompensasi bagi penyumbang sangat menarik. Seluruh nama penyumbang ditulis dalam sebuah prasasti peringatan. Penyumbang dengan nilai satu juta ke atas, bergelar pewaris, sepuluh juta ke atas bergelar pewaris teladan, seratus juta ke atas bergelar pewaris utama, lima ratus juta ke atas bergelar pewaris kehormatan, penyumbang bangunan berhak memberi nama dan meresmikan bangunan, layaknya sebuah investasi narsis dan megalomania yang menjual label derajatnya orang kaya.

Mitos sebagai Upaya Representasi Diri


Sejak tahun 2000 masyarakat Tionghoa yang berfaham integrasi atau setidaknya pro-integrasi menghimpun diri dalam pelbagai paguyuban, berlanjut pembangunan TBTI merupakan pengukuhan identitas yang di dalamnya tertampung mitos-mitos saling berbenturan seperti keramaian pasar malam.

Mitos-mitos yang ditampilkan dalam TBTI merupakan mitos kebesaran masyarakat Cina totok di negara asalnya ( Tiongkok ), seperti Kera Sakti, Sampek Engtay dan Cheng Ho. Menurut hemat penulis, menampilkan mitos tersebut merupakan upaya kurang cerdas. Hal ini disebabkan mitos tidak bisa hidup di seluruh wilayah. Ia memiliki wilayahnya sendiri—dan dalam mitos tersebut, wilayahnya yang tepat adalah di negara Tiongkok.

Pembangunan TBTI TMII jika ingin disikapi sebagai kebudayaan sebuah kelompok dari sebagian Indonesia, mustinya menampilkan sejarah peranakan Tionghoa di Indonesia dan hasil asimilasi budayanya, bukan menampilkan mitos leluhur dari nenek moyangnya yang di utara.

Peleburan antara masyarakat Tionghoa di Indonesia dengan masyarakat asli Indonesia, bukan dengan cara mengukuhkan diri agar diakui sebagai sebuah suku. Masyarakat Tionghoa selayaknya bisa melebur secara kultural seperti masyarakat pendatang lainnya, seperti Arab dan lain sebagainya.

“MASYARAKAT TIONGHOA SEBAGAI SALAH SATU SUKU DI INDONESIA MEMPUNYAI JATI DIRI, MEMPUNYAI HAK MENGEKSPRESIKAN BUDAYA KHAS TIONGHOA INDONESIA YANG SERASI DALAM KHASANAH BUDAYA NASIONAL.”

Kutipan di atas penulis ambil dari website resmi Taman Budaya Tionghoa. Kata “suku” merupakan upaya ekslusif diri yang tanpa disadari bisa menjadi pembodohan bagi golongan peranakan Tionghoa sendiri, karena dengan mengabaikan legitimasi teritorial sudah jelas, SAMPAI KAPAN PUN TIDAK AKAN DITERIMA oleh seluruh anak bangsa Indonesia.

Kembali pada “budaya khas peranakan Tionghoa Indonesia” menjadi berkebalikan dari apa yang ditampilkan dalam TBTI. Sebagaimana yang dituturkan oleh Wahyudin dan yang penulis lihat sendiri, bahwa yang ditampilkan dalam TBTI adalah budaya khas Tiongkok, tanpa Indonesia. Keindonesiaan hanya tampilkan pada Bendera Merah Putih yang lusuh dan robek di halaman depan.

Secara kasat mata, bisa dilihat bahwa masyarakat Tionghoa kini mulai merambah di wilayah politik dan menduduki posisi penting, seperti Ahok yang kini menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta. Ahok telah menunjukkan nasionalisme keindonesiaannya, dan ternyata tanpa bangunan TBTI, Ahok pun bisa membangun mitosnya sendiri sebagai masyarakat Indonesia yang sejati.

Peleburan secara kultural pun sebenarnya sudah terjadi sejak lama tampak dari mulai persahabatan antara tokoh Pribumi dan Tionghoa sampai banyaknya arsitektur Tionghoa yang menghiasi bangunan-bangunan kuno di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk masjid, rumah-rumah hingga trend fashion kebaya baba masa kini; karena itu, janganlah melupakan untuk memaparkan riwayat peranakan Tionghoa pejuang di Indonesia. Itulah sebenar-benarnya mitos dan kebesaran bagi masyarakat peranakan Tionghoa atau keturunan Tionghoa atau Tionghoa di Indonesia yang semestinya terlihat di Taman Budaya Tionghoa Indonesia.

*) Fairuzul Mumtaz, Mahasiswa Pascarsarjana IRB Universitas Sanata Darma dan pekerja literasi di Indonesia Buku.

Harmoni di Tengah Padang Gurun

BERITA DARI SEMARANG:

Saudari-saudara ytk,

Selamat Natal 2012.

Ada yang unik dalam Misa Malam Natal 24 Desember 2012 di Gereja St. Fransiskus Xaverius Kebon Dalem Semarang. DI tengah arus oknum elite keagamaan Islam yang gencang melarang bahkan memfatwakan haram memberi ucapan selamat Natal kepada umat Kristiani oleh umat Islam, dua belas mahasiswi-mahasiswa fakultas Ilmu Perbandingan Agama IAIN Walisanga Semarang membuat terobosan yang luar biasa. Sesaat menjelang Perayaan Ekaristi (Misa) Malam Natal di Gereja Kebon Dalem hendak dimulai, rombongan mahasiswi-mahasiswa IAIN Walisanga menjumpai saya (Romo Aloys Budi Purnomo Pr) sebagai Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang dan Pastor Paroki Gereja Kebon Dalem. Mereka memberitahukan dan memohon ijin untuk mengikuti Misa Malam Natal di gereja. Saya pikir, mereka datang untuk ikut "mengamankan" jalannya perayaan Misa Malam Natal, ternyata mereka mengatakan mau ikut serta dari awal sampai selesai.

Karena semua bangku dan kursi di dalam dan di luar gereja sudah dipadati oleh ribuan umat yang hadir, maka, mereka dipersilahkan duduk di kursi lipat yang disediakan secara mendadak di bagian paling depan di dalam gereja.

Mereka dengan khidmat mengikuti jalannya upacara Misa Malam Natal. Ketika mereka saya perkenalkan kepada umat, umat dengan antusias, secara spontan menyambut mereka dengan tepuk tangan! Yesus Kristus memang lahir bukan hanya untuk orang Kristiani, tetapi untuk siapa pun juga! Peristiwa ini menjadi penting di tengah disertifikasi spiritual saat orang mudah terjebak dalam padang gurun kekeringan rohani yang bahkan membuat orang menoak keberadaan Tuhan. Apa pun yang menjadi motivasi mereka, kehadiran mereka dalam Misa Malam Natal hingga selesai, memberikan kesejukan harmoni di tengah padang gurun kehausan orang mendambakan hidup rukun dan damai!

Berkah Dalem
(Romo Aloys Budi Purnomo Pr)



KEHADIRAN MAHASISWI-MAHASISWA IAIN DALAM MISA MALAM NATAL BERI KESEJUKAN HARMONI

Di tengah gencarnya larangan dari oknum elite keagamaan Islam bahkan fatwa haram memberikan ucapan Selamat Natal bagi umat Kristiani, dua belas mahasiswi-mahasiswa fakultas Ilmu Perbandingan Agama IAIN Walisanga Semarang “membuat terobosan luar biasa … dan memberikan kesejukan harmoni.”

Sesaat menjelang dimulainya Perayaan Ekaristi (Misa) Malam Natal di Gereja Kebon Dalem, rombongan mahasiswi-mahasiswa IAIN Walisanga menjumpai Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang yang juga Pastor Paroki Gereja Kebon Dalem, Pastor Aloys Budi Purnomo Pr, dan memohon ijin untuk mengikuti Misa Malam Natal di gereja itu.

“Saya pikir, mereka datang untuk ikut ‘mengamankan’ jalannya perayaan Misa Malam Natal, ternyata mereka mengatakan mau ikut serta dari awal sampai selesai,” imam itu bercerita kepada media.

“Karena semua bangku dan kursi di dalam dan di luar gereja sudah dipadati oleh ribuan umat yang hadir, maka mereka dipersilakan duduk di kursi lipat yang disediakan secara mendadak di bagian paling depan di dalam gereja,” cerita imam itu.

Dijelaskan bahwa keduabelas mahasiswi-mahasiswa dengan khidmat mengikuti jalannya upacara Misa Malam Natal. “Ketika mereka saya perkenalkan kepada umat, umat dengan antusias, secara spontan menyambut mereka dengan tepuk tangan! Yesus Kristus memang lahir bukan hanya untuk orang Kristiani, tetapi untuk siapa pun juga!” kata imam itu.

Peristiwa itu, jelas Pastor Budi Purnomo Pr, menjadi penting di tengah disertifikasi spiritual saat orang mudah terjebak dalam padang gurun kekeringan rohani yang bahkan membuat orang menolak keberadaan Tuhan. “Apa pun yang menjadi motivasi mereka, kehadiran mereka dalam Misa Malam Natal hingga selesai, memberikan kesejukan harmoni di tengah padang gurun kehausan orang mendambakan hidup rukun dan damai!” tegas imam itu.*

Budaya Jawa Vs Budaya Cina

Siti Hinggil Trowulan di Mojokerto, Jawa Timiur, ada tangganya, masuk ke dalam. Memang tanah yg letaknya lebih tinggi dibandingkan tanah sekitarnya. Di Jawa sudah jarang, tetapi di Bali umum sekali. Semua rumah Bali asli dibangun di atas tanah yg ditinggikan. Di dalam Siti Hinggil ini terdapat "makam" Raden Wijaya. Turun temurun semua orang tahu disinilah tempatnya. Menurut saya ini Pemrajan atau Sanggah Pemujan. Tempat pemujaan leluhur bagi anggota keluarga Dinasti Wijaya yg harusnya tinggal disini juga. Di sebelah Pemrajan pendiri dinastinya. So, di lokasi inilah Keraton Majapahit yg pertama berada. Memang disini.

Bisa dipastikan keratonnya tidak megah berlebih-lebihan, melainkan sederhana saja. Pastinya tidak jauh beda dengan Puri atau kediaman raja di Bali. Dan jelas beda jauh dengan Keraton Solo atau Keraton Yogya yg sudah banyak dipengaruhi oleh budaya Cina. Majapahit kena pengaruh Cina juga, tetapi jauh lebih sedikit. Semakin ke arah kita, pengaruhnya semakin kuat. Setelah pusat kerajaan pindah ke Jawa Tengah, misalnya, keraton pembangunannya menggunakan fengshui. Baru-baru ini saya dan beberapa teman, termasuk Master fengshui Gunadi Widjaja mengunjungi Imogiri, tempat pemakaman raja-raja Jawa. Bisa terlihat jelas oleh Gunadi Widjaja bahwa Imogiri dibangun mengikuti prinsip-prinsip fengshui. Lalu saya bilang, itu arsiteknya, dimakamkan persis di tengah Imogiri. Saya tidak tahu namanya siapa, pastinya nama Jawa, diberi gelar bangsawan Jawa. Tetapi dia menggunakan prinsip-prinsip fengshui. Keturunan Cina juga seperti kebanyakan Wali Sanga? Mungkin.

Yg jelas bagi saya, Majapahit internasional. Tidak begitu gila keaslian seperti budaya Jawa bagian Tengah. Kenapa Jawa bagian Tengah begitu gila asli pedahal tidak ada yg asli disini? Penjelasan saya, karena para pujangga di keraton-keraton Jawa bagian Tengah adalah keturunan Cina. Sikap anti asing itu sikap Cina. Bukan sikap Jawa. Sikap Jawa yg asli adalah sinkretik, menerima semuanya, dan melahirkan sesuatu yg baru. Sama seperti di Bali dari dulu sampai sekarang. Sikap Majapahit itu sikap Bali, tidak anti asing. Tetapi sikap Jawa bagian Tengah atau Kejawen yg anti asing bukanlah sikap Majapahit. Itu sikap yg muncul belakangan ketika pengaruh Cina sudah semakin kuat. Jadi, dipandanglah oleh para pujangga istana yg belakangan muncul, seolah-olah Jawa adalah pusat dunia. Itu cara pandang budaya Cina. Budaya Cina yg memandang dirinya sebagai pusat, dan lainnya sebagai pinggiran. Kenapa Jawa yg pinggiran bisa memandang dirinya sebagai pusat dunia? Jawab: Karena pujangga istana di keraton-keraton yg muncul belakangan adalah keturunan Cina. Sama seperti hampir semua Wali Sanga, para pujangga keraton adalah keturunan Cina. Makanya baju pria Cina akhirnya dianggap asli sebagai baju Jawa, pedahal itu baju kungfu, masih dikenal sebagai baju peranakan. Itu contoh kecil saja. Terlalu banyak pengaruh Cina di budaya Jawa, dan budaya-budaya etnik lainnya di Indonesia, yg tentu saja tidak salah. Bagus malahan. Saya cuma mau membawa anda untuk membuang sikap etnosentris. Sikap memandang budaya sendiri sebagai paling unggul. Itu sikap negatif yg asalnya dari Cina juga, terbawa ke Jawa karena kaum intelektual maupun spiritual di Jawa masa lalu keturunan Cina.

Kekuatan Indonesia adalah karena kita campuran macam-macam keturunan. Tanpa ada campuran dengan pendatang, gen kita akan lemah sekali. Yg gen-nya kuat adalah orang Amerika. Kenapa? Karena mereka keturunan macam-macam. Aslinya orang-orang Nusantara tidak anti asing. Mataram Kuno, yg diperintah Wangsa Sanjaya, jaman Borobudur dan Prambanan, kemungkinan besar dipenuhi oleh imigran dari India. Beberapa ribu orang. Dan itu tidak seberapa dengan beberapa ratus tahun kemudian. Mulai jaman Kediri, Singosari, Majapahit dan Mataram Islam, ketika imigrasi dari Cina datang tanpa henti. Tidak sekaligus, tetapi konstan. Menurut saya rata-rata penduduk Pantura (Pantai Utara Jawa) memiliki campuran Cina. Makanya ada yg putih sekali. Walaupun ada juga yg item sekali atawa keling, walaupun jarang. Setelah Majapahit runtuh, yg menguasai bandar-bandar besar adalah keturunan Arab. Makanya sultan-sultan Nusantara adalah keturunan Arab. Atau, mungkin lebih tepat campuran antara keturunan Arab dan Cina Muslim. So, dimana anti asingnya? Kalaupun ada sikap anti asing, asalnya dari sastra keraton Jawa. Dan, hipotesa saya, itu dikarenakan pujangga keraton-keraton Jawa adalah keturunan Cina. Makanya saya suka merasa lucu sendiri kalau ada teman yg fanatik dengan budaya. Fanatik dengan budaya asli. Mana ada budaya kita yg asli selain yg primitif? Rumah-rumah adat Batak, Toraja, sampai ke Flores dan Timor semuanya asli. Motif ulos Batak itu asli, di Bali namanya endek. Di Jawa sudah jadi sorjan dan dibuat dengan mesin. Dan mengenakannya cukup untuk pinggang ke bawah, atasnya semua telanjang. Baik lelaki maupun perempuan semua telanjang dada. Oh (porno)

Konsep-konsep Hindu-Buddha marak di semua etnik Nusantara, bahkan masuk ke etnik-etnik yg dianggap terbelakang sampai akhir-akhir ini. Apa yg dianggap "asli" di etnik-etnik seperti Batak, Minahasa, Dayak, Toraja, dll... kalau diteliti, kemungkinan besar merupakan konsep Hindu. Alam spiritual dipengaruhi oleh pemikiran Hindu, sedangkan alam materi banyak dipengaruhi oleh Cina. Porselin Cina sangat dihargai di Nusantara, untung masih bisa diselamatkan sebagian oleh orang Belanda yg mengumpulkannya, dan ketika meninggal menyumbangkan seluruh koleksinya kepada negara (Hindia-Belanda saat itu). Itulah asal muasal koleksi Museum Nasional kita. Budaya materi sangat dipengaruhi Cina. Ini budaya materi sehari-hari, seperti makan-minum, pakaian, dan bentuk rumah. Kalau budaya spiritual, banyak dipengaruhi oleh India. Yg paling saya benci adalah mereka yg tidak tahu malu mengakui adaptasi budaya dari luar sebagai asli. Gambang Kromong di Jakarta, contohnya, diakui sebagai budaya asli Betawi. Pedahal jelas itu budaya kaum peranakan, atau keturunan Cina di Jakarta masa lalu. Musik Cina. Lebih jujur kalau kita akui sebagai budaya peranakan. Peranakan artinya dikembangkan di wilayah lokal, tapi tidak asli. Aslinya dari luar. Musik keroncong juga tidak asli, melainkan adaptasi dari musik Portugis. Semua baju adat Nusantara juga tidak ada yg asli, kebanyakan adaptasi bulat-bulat atau setengah bulat dari pakaian Cina. Yg asli cuma busana Papua which is no busana, kalau menurut standard kita di Indonesia bagian Barat. Oh...

Yg menarik adalah budaya Barat. Hukum Barat yg digunakan Belanda mengubah cara pandang tradisional sehingga Indonesia bisa langsung bergaul dengan masyarakat internasional. Kalau tidak begitu akan runyam karena hukum adat Indonesia merupakan hal asing di bumi ini. Tidak dimengerti tetangga kiri kanan. Dianggap alien atawa bawaan dari makhluk angkasa luar. So, budaya Barat banyak mempengaruhi pemikiran kita bermasyarakat. Dan itu bagus. Secara sosiologis, yg paling siap adalah keturunan Cina dan Arab karena Belanda memperlakukan hukum Barat kepada kedua golongan ini. Hukum Barat adalah yg digunakan terhadap orang-orang Barat sendiri saat itu. Dan keturunan Cina dan Arab juga akhirnya dikenakan hukum Barat. Makanya ketika Indonesia merdeka mereka siap. Mengerti hukum Barat. Dan itu bisa dilihat sampai sekarang dari banyaknya pengacara beken dengan nama Arab. Warisan dari perlakuan Belanda di masa lalu, yg terbawa sampai bergenerasi-generasi. Bagus, positif, sama sekali tidak jelek. Kita malahan ingin lebih menjadi Barat lagi sekarang. Ingin bebas korupsi. Itu apaan kalau bukan kebarat-baratan? Total kebarat-baratan. Pemerintahan bersih adalah ciri masyarakat Barat. Kita kurang apa? Kurang Barat. Harus lebih Barat lagi. Harus lebih bersih lagi, harus lebih makmur lagi, harus lebih egaliter lagi. And that's spirituality also. Itu juga spiritualitas manusia. Yg membumi, dan tidak di awang-awang.

Kurikulum Berpikir 2013

Kurikulum "Berpikir" 2013 - Rhenald Kasali

Di banyak negara, saya sering menyaksikan siswa sekolah atau mahasiswa yang aktif berdiskusi dengan guru atau dosennya. Persis seperti yang dulu sering kita lihat dalam iklan margarin pada tahun 1980-an, atau gairah siswa Wellesley College yang kita lihat dalam film Monalisa Smile.

Sewaktu mengajar di University of Illinois, saya kerap berhadapan dengan anak-anak seperti itu. Karena materi yang harus diajarkan begitu banyak, saya menjawab seperti kebiasaan guru di sini. ”Sebentar ya. Biar saya selesaikan dulu.” Namun, anak-anak itu tetap tak mau menurunkan tangannya sebelum dilayani berdiskusi.

Belakangan saya diberi tahu bahwa pendidik yang baik harus cekatan melayani diskusi, bukan meringkas isi buku. Seorang guru besar senior mengingatkan, ”Kami bersusah payah mengubah satu generasi, dari TK hingga SLTA, mengubah kebiasaan siswa yang malas berpikir menjadi aktif mengeksplorasi dengan lebih percaya diri.”

Mengapa tradisi seperti itu tidak terjadi di sini? Bahkan di perguruan tinggi semakin banyak dosen mengeluh bahwa anakanak sekarang tidak gemar membaca sehingga tidak bisa diajak berdiskusi.

Dihafal, bukan dipikir

Anak-anak kita punya tradisi belajar yang sangat berbeda, yang mengakar sejak taman kanak-kanak. Mata ajaran yang dipelajari jauh lebih banyak, tetapi tidak mendalam. Kalau sulit, rumus yang sangat banyak dibuatkan jembatan keledai atau singkatan-singkatan agar mudah dikeluarkan dari otak.

Cara belajar yang demikian berpotensi menghasilkan ”penumpang” ketimbang ”pengemudi”. Karena itu, banyak orang yang lebih senang duduk menunggu, hidup ”menumpang”, ”dituntun”, atau diarahkan ketimbang menjadi pengemudi yang aktif dan dinamis.

Seperti tampak di angkutan umum, penumpang boleh mengantuk, tertidur, terdiam, sibuk sendiri, tak perlu tahu arah jalan, dan praktis kurang berani mengambil risiko. Sementara pengemudi adalah sosok yang sebaliknya. Karena orangtua juga dibesarkan dalam tradisi belajar yang sama, tradisi serupa ada di rumah. Dengan jumlah mata ajaran yang semakin hari semakin banyak, jumlah yang dihafal siswa di sini juga semakin memberatkan.

Perhatikanlah bagaimana siswa berikut ini belajar. Siswa kelas I SD yang ibunya bekerja mengucapkan kalimat ini: ”Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Ayah ke kantor mencari nafkah, ibu merawat anak-anak di rumah.” Anak itu sempat protes karena ibunyalah yang bekerja, tetapi ibu guru menyatakan ”Dihafal saja karena bukunya berkata demikian”. Ibu di rumah berkata serupa: ”Kalau engkau mau naik kelas, dihafal saja.”

Daya kritis tidak diberi ruang, pertanyaan-pertanyaan penting yang diperlukan manusia untuk bernalar dimatikan sedari muda. Sementara mata ajar kesenian yang diadakan untuk merangsang daya kreasi juga distandarkan dan dihafal. Seperti yang dialami anak-anak yang menggambar pemandangan: gunung dua berjajar, matahari di tengah, dan seterusnya.

Hafalan diperlukan untuk mengikuti ujian nasional dan agar diterima di perguruan tinggi atau menjadi pegawai negeri sipil. Bahkan untuk diterima di jurusan seni rupa sebuah perguruan tinggi negeri terkenal, ujian masuknya juga ujian menghafal, bukan portofolio karyakarya calon mahasiswa.

Demikianlah penumpang, sekolahnya menghafal tetapi tidak berani berbuat, apalagi menyatakan identitas diri atau berpikir. Ini ditambah lagi tradisi membesarkan anak yang sejak lahir tubuh dan kedua kaki-tangannya dibedong lalu digendong. Sekalipun sudah bisa berjalan, kita selalu dituntun orang dewasa. Beda benar dengan tradisi belajar di negara-negara yang mendorong manusianya berpikir dan bertindak. Di negeri penumpang, wacana berlimpah, gagasan hebat mudah ditemui di televisi, tetapi sedikit sekali kaum elite yang bergerak.

Kurikulum berpikir

Gagasan merampingkan jumlah mata ajaran tentu saja tak boleh diikuti oleh rasa takut yang berlebihan di kalangan para pendidik. Sebab, sebagaimana layaknya setiap perubahan, maka tak pernah ada perubahan yang langsung berakhir dengan kesempurnaan. Namun, satu hal yang pasti, seperti orang yang berfoto bersama, maka setiap orang akan selalu melihat pada wajahnya masing-masing. Ia akan mengatakan fotonya bagus, semata-mata kalau dirinya tampak bagus.

Bagi saya, perubahan kurikulum yang ramai diperbincangkan seharusnya dapat dilihat pada aspek lebih luas daripada sekadar merampingkan mata ajaran. Perubahan ini seharusnya dapat dijadikan momentum untuk melakukan transformasi diri manusia Indonesia dari tradisi mindset ”penumpang” menjadi cara berpikir ”pengemudi”. Transformasi ini berdampak sangat luas yang sudah pasti membutuhkan penyempurnaan bertahap hingga ke tingkat pendidikan tinggi.

Riset-riset terbaru menunjukkan, betapa banyak cara kita belajar sudah harus diubah. Daniel Coyle (2010), misalnya, menunjukkan kemajuan yang dicapai dalam neuroscience yang menemukan bahwa manusia cerdas tidak hanya dibentuk oleh memori otak, tetapi juga memori otot (myelin). Sementara Carol Dweck dan Lisa Blackwell (2011) menemukan bahwa anak-anak yang secara akademik dianggap cerdas berpotensi menyandang mindset tetap sehingga kecakapannya untuk berkembang menjadi terhambat.

Keduanya menunjukkan cara-cara baru membentuk mental pengemudi yang sangat dibutuhkan untuk mempersiapkan generasi baru di abad ke-21. Jadi, terimalah perubahan dan persiapkan lebih baik.

7 Tanda Anda Belum Memiliki Mental Pengusaha

Akhir-akhir ini Entrepreneur sangat sering dibicarakan, dan telah menjadi tren baru dalam dunia bisnis. Anda juga mungkin merupakan salah satu dari orang-orang yang ingin mencoba membuka bisnis sendiri. Mungkin Anda telah melakukan banyak penelitian dan membaca banyak buku tentang Entrepreneur, dan merasa yakin bahwa menjadi seorang entrepreneur merupakan hal yang paling tepat untuk Anda.

Jangan dulu begitu yakin.

Sebelum Anda benar-benar mengetahui segala sesuatu tentang entrepreneur, Anda harus mempertimbangkan beberapa hal seperti berikut :

1. Anda masih menghabiskan waktu untuk “Me-Time”

Untuk menjadi seorang Entrepreneur, Anda harus siap meninggalkan segala kegiatan yang tidak berhubungan dengan usaha membangun bisnis Anda. Tidak akan ada lagi waktu untuk Anda melakukan hal-hal yang tidak penting dan tidak berhubungan, menghabiskan waktu untuk kepentingan diri Anda pribadi. Anda harus fokus dan menggunakan waktu Anda sebaik mungkin untuk memikirkan cara menghasilkan uang. Jika Anda tidak mampu melakukannya, Anda belum siap menjadi seorang entrepreneur.

2. Anda menghabiskan waktu menghayal tentang kantor Anda

Semua orang yang memulai bisnis nya sendiri pasti menginginkan ruang kantor yang lebih besar, sebagai pemiliknya. Memang Anda pantas untuk itu, tapi kantor yang besar hanya sesuai dengan brand dan bisnis yang besar pula. Jika Anda ingin membuka sebuah restoran, orang-orang tidak akan melihat ruang kantor Anda, sehingga tidak akan bijak untuk mengahbiskan banyak biaya untuk membuat kantor Anda tampak wah.

3. Anda tidak mau melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar

Jika Anda menjadi seorang entrepreneur, Anda mungkin berpikir untuk mempekerjakan orang lain. Itu memang benar, tapi apakah Anda juga menjadi enggan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar, atau pekerjaan ringan lainnya? Mungkin Anda berpikir bahwa membuang sampah bisa dilakukan oleh orang bayaran Anda, dan Anda harus fokus pada pekerjaan yang lebih penting? Jika hal itu membuat Anda enggan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar, maka Anda tidak memiliki jiwa entrepreneur. Seorang entrepreneur mau untuk bekerja keras dan apapun itu jenis pekerjaanya yang dapat menguntungkan dan tidak merugikan bisnis yang ia jalankan.

4. Anda merasa lebih produktif dengan barang-barang baru

Saat menjadi seorang entrepreneur, apakah Anda terdorong untuk membeli gadget-gadget baru? Apakah Anda merasa bahwa Anda membutuhkan barang-barang baru? Ataukah barang-barang baru itu hanya untuk memuaskan ego Anda? Pikirkanlah baik-baik tentang pengeluaran yang Anda lakukan, karena seberapa kecil pun pengeluaran itu, akan sangat berdampak pada bisnis yang Anda jalankan. Apakah Anda memang membutuhkannya?

5. Anda masih marah dengan pemotongan biaya

Jika Anda masih tidak bisa mengatasi pemotongan biaya, dan sumber daya yang terbatas, dan masih kesal akan pemotongan biaya, Anda tidak memiliki jiwa entrepreneur. Seorang entrepreneur dapat memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaannya.

6. Anda tidak dapat membagi kehidupan pribadi dan pekerjaan

Jika Anda tidak dapat membagi kehidupan pribadi Anda dengan pekerjaan Anda, dan Anda merasa bahwa Anda terlalu keras bekerja, maka Anda tidak memiliki jiwa entrepreneur. Seorang entrepreneur akan menikmati pekerjaanya sebagai bagian dari hidupnya. Ia tidak akan merasa tersiksa degnan pekerjaannya, karena tidak bisa dipungkiri bahwa pekerjaan sebagai entrepreneur akan lebih berat, karena seluru tanggung jawab ada di beban Anda.

7. Anda tidak rela membayar sebuah “harga”

Ketika menjalankan bisnis Anda, Anda pun wajib untuk membayar “harga” setiap hari, sama halnya ketika Anda bekerja untuk orang lain. Anda tidak dapat terlepas dari membayar sesuatu dengan uang atau kerja keras, karena hal itu merupakan kewajiban Anda. Sebagai pemilik bisnis, Anda mendapat hak di hari ini untuk bertahan dalam bisnis Anda besok. Dan hak itu diperoleh dari kepuasan konsumen terhadap bisnis yang Anda jalankan dan produk yang Anda jual. Konsumen lah yang menentukan apakah bisnis Anda layak bertahan atau tidak.(startupbisnis)

Remaja Jenius RI yang Tempuh Akselerasi Sekolah di AS

Usianya masih 18 tahun, namun Hartadinata Harianto sudah menginjak Semester 5 di Stony Brook University, New York, Amerika Serikat (AS) di saat teman sebayanya masih menyelesaikan SMA. Harta memang mengalami akselerasi jenjang pendidikan karena kemampuannya yang di atas rata-rata. Apa sih rahasianya?

Saat berbincang dengan detikcom, Kamis (27/12/2012), Harta sudah bersekolah di AS sejak kelas 3 SD karena mengikuti keluarganya yang berasal dari Surabaya pindah ke AS. Dia sudah mendapatkan beasiswa sejak SMA. SMA di AS yang normalnya 4 tahun, ditempuh hanya dalam 2 tahun saja di Bard High School Early College, sekolah khusus percepatan dan favorit di New York.

Tak cuma itu, Harta mendapatkan beasiswa penuh dari Yayasan Bill & Melinda Gates selama bersekolah SMA Bard College. Padahal, tak mudah menjadi siswa di sana. Harta harus bersaing dengan 6 ribu - 8 ribu calon siswa cerdas lainnya yang disaring hanya menjadi 150 siswa.

Setelah sekolah selama 2 tahun, dia mendapat gelar Associate Degree (di Indonesia setara D3/sarjana muda, red) dari Bard High School. Lantas dia memilih masuk Stoony Brook University, dengan program studi ganda, ekonomi dan kedokteran. Dalam kedua program studi itu, Harta langsung menginjak Semester 5.

Nilainya, sejauh ini, Harta mengaku selalu mendapatkan nilai A dalam mata pelajaran di kedua program studi itu. Tak heran dia mendapat beasiswa penuh dari akomodasi hingga tempat tinggal.

Bagaimana mengatur waktu belajarnya? "Memang sih, memang sibuk. Kacau sedikit menurut saya. Saya bangun pagi tidurnya agak malam. Tidur jam 12 bangun jam 6. Setelah bangun, saya lari, fitness, makan cepat, mandi cepat. Saya jarang buang-buang waktu seperti tidur-tiduran. Di kelas saya membaca, dan melakukan semua hal produktif," jelasnya membagi sedikit kiat.

Ya, pandai membagi-bagi waktu menjadi salah satu kuncinya. Namun kegiatan akademik yang padat itu tak membuatnya kurang pergaulan alias kuper. Harta juga bersosialisasi dengan teman dan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.

"Kalau week end saya jalan dengan teman-teman, saya sering main rugby, wrestling (gulat), ke fitness. Saya juga menjadi council di student government (semacam BEM, red). Saya juga joint organisasi bisnis," papar putra pasangan Candra Harianto dan Judith Harianto.

Ke depannya, Hartadinata ingin meneruskan S2 di bidang ekonomi. Kemudian, dia berniat untuk kembali ke Indonesia, untuk membangun rumah sakit.

"Saya ingin membuat 2 rumah sakit. Rumah sakit A, internasional dan profit, dikunjungi bagi mereka yang mampu. Nah profit dari RS A itu sebagiannya dialokasikan ke RS B bagi pasien menengah ke bawah yang kurang mampu. Subsidikan dana-dana yang didapat dari rumah sakit A, sehingga orang-orang yang tidak mampu dibantu juga," kata penyuka nasi goreng dan nasi otak padang ini.

Dengan prestasinya ini, Harta juga menularkan semangatnya kepada remaja-remaja Indonesia dengan menjadi motivator. Dia sudah berkeliling ke beberapa SMA di Jakarta, Bandung, Bogor, Solo, Yogyakarta untuk menunjukkan bahwa remaja Indonesia tak kalah dengan rekan-rekannya di dunia. Bisa berprestasi di tingkat internasional.

"Remaja-remaja kita sangat pintar dan sangat-sangat mampu dalam kepintaran dan keinginan. Hanya sisi kejuangannnya mereka yang perlu ditambahkan. Butuh dorongan dari guru-guru dan orang tua buat mereka berjuang. Saya ingin datang ke sekolah-sekolah mencoba membantu memberi motivasi," ujar peraih rekor MURI sebagai motivator pendidikan termuda di Indonesia ini.

Masalah-masalah yang kerap dijumpai di SMP-SMA di Indonesia, seperti tawuran dan bullying juga tak luput dari pengamatannya. Menurutnya, peran lingkungan sangat penting untuk mencegah dan mengatasi hal itu.

"Di sini masih kurang rukun, banyak di antara lingkungan berbeda, perbedaan itu dibikin masalah. Di sana (AS) perbedaan dihargai, ada organisasi yang memang isinya orang asia, bule dan mereka bersatu saling membantu," tutur Harta ketika ditanya solusi mengatasi tawuran.

Mengenai bullying, di AS juga ada. Namun Harta mencontohkan untuk mencegah bullying senior pada junior, ada program di mana seniornya membantu para juniornya. "Harus ada sistem yang membuat orang senior mengerti powernya bukan untuk mem-bully junior, tapi juga untuk membantu," jelas dia.

Nah, Harta bersedia membagi rahasianya agar sukses di bidang akademis dan non-akademis seperti yang dialaminya.

"Rahasianya, diaplikasikan kerja keras. Saya dapat beasiswa bukan karena kepintaran, tapi kepintaran dan perjuangan yang sangat keras. Mau jadi insinyur, profesor, businessman atau apa pun, harus kerja keras," pesan Harta.

Remaja Indonesia, berniat mengikuti jejak Harta?