Perjuangan Bangsa Indonesia Merebut Irian Barat / Papua

Perjuangan Bangsa Indonesia Merebut Irian Barat / Papua

1. Latar belakang pengembalian Irian Barat

Apakah Irian Barat termasuk wilayah Indonesia ?

Jawabannya adalah ya!

Karena apabila ditinjau dari segi politis, bahwa berdasarkan perjanjian international 1896 yang diperjuangkan oleh Prof. Van Vollen Houven (pakar hukum adat Indonesia) di sepakati bahwa ”Indonesia” adalah bekas Hindia Belanda. Sedangkan Irian Barat walaupun dikatakan oleh Belanda secara kesukuan berbeda dengan bangsa Indonesia, tetapi secara sah merupakan wilayah Hindia Belanda.

Apabila ditinjau dari segi antropologi, bahwa bangsa Indonesia yang asli adalah Homo Wajakensis dan Homo Soloensis yang mempunyai ciri-ciri: kulit hitam, rambut keriting (ras austromelanesoid) yang merupakan ciri ciri suku bangsa Aborigin (Australia) dan ras negroid (Papua).

Apabila ditinjau dari segi sejarah , bahwa Konferensi Meja Bundar yang dilakukan untuk mengatur penyerahan kedaulatan Indonesia diwarnai dengan usaha licik Belanda yang ingin terus mempertahankan Irian Barat (New Guinea) dengan alasan kesukuan. Akhirnya KMB memutuskan penyelesaian Irian Barat akan ditentukan dalam masa satu tahun setelah penyerahan kedaulatan melalui perundingan antara RIS dengan Kerajaan Belanda.

Benarkah alasan Belanda mempertahankan Irian Barat karena masalah kesukuan ?Ternyata bukan !

Alasan sebenarnya adalah bahwa pada saat itu Belanda sedang mengadakan eksplorasi / penelitian sumber daya alam di Irian dan berhasil menemukan fakta bahwa di Irian Barat terdapat tambang emas dan uranium terbesar di dunia (sekarang dinamakan Freeport yang merupakan perusahaan asing milik Belanda ) yang tidak akan habis di gali selama 100 tahun.

Belanda tetap mempertahankan Irian Barat sebagai jajahannya, dan memasukan wilayah Irian Barat ke dalam Konstitusi nya pada tanggal 19 Pebruari 1952. Dengan demikian Belanda sendiri telah melanggar isi Round Table Conference yang telah disepakati dengan RIS.
2. Perjuangan diplomasi;pendekatan diplomasi

a. Perundingan Bilateral Indonesia Belanda

Pada tanggal 24 Maret 1950 diselenggarakan Konferensi Tingkat Menteri Uni Belanda - Indonesia. Konferensi memutuskan untuk membentuk suatu komisi yang anggotanya wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk menyelidiki masalah Irian Barat. Hasil kerja Komisi ini harus dilaporkan dalam Konferensi Tingkat Menteri II di Den Haag pada bulan Desember 1950. Ternyata pembicaraan dalam tingkat ini tidak menghasilkan penyelesaian masalah Irian Barat.

Pertemuan Bilateral Indonesia Belanda berturut-turut diadakan pada tahun 1952 dan 1954, namun hasilnya tetap sama, yaitu Belanda enggan mengembalikan Irian Barat kepada Indonesia sesuai hasil KMB.

b. Melalui Forum PBB

Setelah perundingan bilateral yang dilaksanakan pada tahun 1950, 1952 dan 1954 mengalami kegagalan, Indonesia berupaya mengajukan masalah Irian Barat dalam forum PBB. Sidang Umum PBB yang pertama kali membahas masalah Irian Barat dilaksanakan tanggal 10 Desember 1954. Sidang ini gagal untuk mendapatkan 2/3 suara dukungan yang diperlukan untuk mendesak Belanda.

Indonesia secara bertrurut turut mengajukan lagi sengketa Irian Barat dalam Majelis Umum X tahun 1955, Majelis Umum XI tahun 1956, dan Majelis Umum XII tahun 1957. Tetapi hasil pemungutan suara yang diperoleh tidak dapat memperoleh 2/3 suara yang diperlukan.

c. Dukungan Negara Negara Asia Afrika (KAA)

Gagal melalui cara bilateral, Indonesia juga menempuh jalur diplomasi secara regional dengan mencari dukungan dari negara-negara Asia Afrika. Konferensi Asia Afrika yang diadakan di Indonesia tahun 1955 dan dihadiri oleh 29 negara-negara di kawasan Asia Afrika, secara bulat mendukung upaya bangsa Indonesia untuk memperoleh kembali Irian sebagai wilayah yang sah dari RI.

Namun suara bangsa-bangsa Asia Afrika di dalam forum PBB tetap tidak dapat menarik dukungan internasional dalam sidang Majelis Umum PBB.

3. Perjuangan dengan konfrontasi politik dan ekonomi

Kegagalan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan Irian Barat baik secara bilateral, Forum PBB dan dukungan Asia Afrika, membuat pemerintah RI menempuh jalan lain pengembalian Irian Barat, yaitu jalur konfrontasi. Berikut ini adalah upaya Indonesia mengembalikan Irian melalui jalur konfrontasi, yang dilakukan secara bertahap.

a. Pembatalan Uni Indonesia Belanda

Setelah menempuh jalur diplomasi sejak tahun 1950, 1952 dan 1954, serta melalui forum PBB tahun 1954 gagal untuk mengembalikan Irian Barat kedalam pangkuan RI, pemerintah RI mulai bertindak tegas dengan tidak lagi mengakui Uni Belanda Indonesia yang dibentuk berdasarkan KMB. Ini berarti bahwa pembatalan Uni Belanda Indonesia secara sepihak oleh pemerintah RI berarti juga merupakan bentuk pembatalan terhadap isi KMB. Tindakan pemerintah RI ini juga didukung oleh kalangan masyarakat luas, partai-partai dan berbagai organisasi politik, yang menganggap bahwa kemerdekaan RI belum lengkap / sempurna selama Indonesia masih menjadi anggota UNI yang dikepalai oleh Ratu Belanda.

Pada tanggal 3 Mei 1956 Indonesia membatalkan hubungan Indonesia Belanda, berdasarkan perjanjian KMB. Pembatalan ini dilakukan dengan Undang Undang No. 13 tahun 1956 yang menyatakan, bahwa untuk selanjutnya hubungan Indonesia Belanda adalah hubungan yang lazim antara negara yang berdaulat penuh, berdasarkan hukum internasional. Sementara itu hubungan antara kedua negara semakin memburuk, karena :

1. terlibatnya orang-orang Belanda dalam berbagai pergolakan di Indonesia (APRA, Andi Azis, RMS)

2. Belanda tetap tidak mau menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia.

b. Pembentukan Pemerintahan Sementara Propinsi Irian Barat di Soasiu (Maluku Utara)

Sesuai dengan Program Kerja Kabinet, Ali Sastroamidjojo membentuk Propinsi Irian Barat dengan ibu kota Soasiu (Tidore). Pembentukan propinsi itu diresmikan tanggal 17 Agustus 1956. Propinsi ini meliputi wilayah Irian Barat yang masih diduduki Belanda dan daerah Tidore, Oba, Weda, Patrani, serta Wasile di Maluku Utara.

c. Pemogokan Total Buruh Indonesia

Sepuluh tahun menempuh jalan damai, tidak menghasilkan apapun. Karena itu, pada tanggal 18 Nopember 1957 dilancarkan aksi-aksi pembebasan Irian Barat di seluruh tanah air. Dalam rapat umum yang diadakan hari itu, segera diikuti pemogokan total oleh buruh-buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan milik Belanda pada tanggal 2 Desember 1957. Pada hari itu juga pemerintah RI mengeluarkan larangan bagi beredarnya semua terbitan dan film yang menggunakan bahasa Belanda. Kemudian KLM dilarang mendarat dan terbang di seluruh wilayah Indonesia.

d. Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda

Pada tanggal 3 Desember 1957 semua kegiatan perwakilan konsuler Belanda di Indonesia diminta untuk dihentikan. Kemudian terjadi serentetan aksi pengambil alihan modal perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia, yang semula dilakukan secara spontan oleh rakyat dan buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan Belanda ini. Namun kemudian ditampung dan dilakukan secara teratur oleh pemerintah. Pengambilalihan modal perusahaan perusahaan milik Belanda tersebut oleh pemerintah kemudian diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1958.

e. Pemutusan Hubungan Diplomatik

Hubungan diplomatik Indonesia – Belanda bertambah tegang dan mencapai puncaknya ketika pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda. Dalam pidato Presiden yang berjudul ”Jalan Revolusi Kita Bagaikan Malaikat Turun Dari Langit (Jarek)” pada peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke 15, tanggal 17 Agustus 1960, presiden memaklumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda.

Tindakan ini merupakan reaksi atas sikap Belanda yang dianggap tidak menghendaki penyelesaian secara damai pengembalian Irian Barat kepada Indonesia. Bahkan, menjelang bulan Agustus 1960, Belanda mengirimkan kapal induk ” Karel Doorman ke Irian melalui Jepang. Disamping meningkatkan armada lautnya, Belanda juga memperkuat armada udaranya dan angkutan darat nya di Irian Barat.

Karena itulah pemerintah RI mulai menyusun kekuatan bersenjatanya untuk mempersiapkan segala sesuatu kemungkinan. Konfrontasi militer pun dimulai.

4. Tri Komando Rakyat

a. Tri Komando Rakyat

Dalam pidatonya ”Membangun Dunia Kembali” di forum PBB tanggal 30 September 1960, Presiden Soekarno berujar, ”......Kami telah mengadakan perundingan-perundingan bilateral......harapan lenyap, kesadaran hilang, bahkan toleransi pu n mencapai batasnya. Semuanya itu telah habis dan Belanda tidak memberikan alternatif lainnya, kecuali memperkeras sikap kami.”

Tindakan konfrontasi politik dan ekonomi yang dilancarkan Indonesia ternyata belum mampu memaksa Belanda untuk menyerahkan Irian Barat. Pada bulan April 1961 Belanda membentuk Dewan Papua, bahkan dalam Sidang umum PBB September 1961, Belanda mengumumkan berdirinya Negara Papua. Untuk mempertegas keberadaan Negara Papua, Belanda mendatangkan kapal induk ”Karel Doorman” ke Irian Barat.

Terdesak oleh persiapan perang Indonesia itu, Belanda dalam sidang Majelis Umum PBB XVI tahun 1961 mengajukan usulan dekolonisasi di Irian Barat, yang dikenal dengan ”Rencana Luns”.

menanggapi rencana licik Belanda tersebut, pada tanggal 19 Desember 1961 bertempat di Yogyakarta, Presiden Soekarno mengumumkan TRIKORA dalam rapat raksasa di alun alun utara Yogyakarta, yang isinya :

1. Gagalkan berdirinya negara Boneka Papua bentukan Belanda

2. Kibarkan sang Merah Putih di irtian Jaya tanah air Indonesia

3. Bersiap melaksanakan mobilisasi umum

b. Pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat

Sebagai langkah pertama pelaksanaan Trikora adalah pembentukan suatu komando operasi, yang diberi nama ”Komando Mandala Pembebasan Irian Barat”. Sebagai panglima komando adalah Brigjend. Soeharto yang kermudian pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor Jenderal.

Panglima Komando : Mayjend. Soeharto

Wakil Panglima I : Kolonel Laut Subono

Wakil Panglima II : Kolonel Udara Leo Wattimena

Kepala Staf Gabungan : Kolonel Ahmad Tahir

Komando Mandala yang bermarkas di Makasar ini mempunyai dua tujuan :

1. merencanakan, menyiapkan dan melaksanakan operasi militer untuk mengembalikan Irian barat ke dalam kekuasaan Republik Indonesia

2. mengembangkan situasi militer di wilayah Irian barat sesuai dengan perkembangan perjuangan di bidang diplomasi supaya dalam waktu singkat diciptakan daerah daerah bebas de facto atau unsur pemerintah RI di wilayah Irian Barat

Dalam upaya melaksanakan tujuan tersebut, Komando Mandala membuat strategi dengan membagi operasi pembebasan Irian Barat menjadi tiga fase, yaitu :

1. Fase infiltrasi

Dimulai pada awal Januari tahun 1962 sampai dengan akhir tahun 1962, dengan memasukkan 10 kompi ke sekitar sasaaran tertentu untuk menciptakan daerah bebas de facto.

2. Fase Eksploitasi

Dimulai pada awal Januari 1964 sampai dengan akhir tahun 1963, dengan mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, menduduki semua pos pertahanan musuh yang penting.

3. Fase Konsolidasi

Dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 1964, dengan menegakkan kekuasaan RI secara mutlak di seluruh Irian Barat.

Sebelum Komando mandala bekerja aktif, unsur militer yang tergabung dalam Motor Boat Torpedo (MTB) telah melakukan penyusupan ke Irian Barat. Namun kedatangan pasukan ini diketahui oleh Belanda, sehingga pecah pertempuran di Laut Arafura. Dalam pertempuran yang sangat dahsyat ini, MTB Macan Tutul berhasil ditenggelamkan oleh Belanda dan mengakibatkan gugurnya komandan MTB Macan Tutul Yoshafat Sudarso (Pahlawan Trikora)
Sementara itu Presiden Amerika Serikat yang baru saja terpilih John Fitzgerald Kennedy merasa risau dengan perkembangan yang terjadi di Irian Barat. Dukungan Uni Soviet ( PM. Nikita Kruschev ) kepada perjuangan RI untuk mengembalikan Irian Barat dari tangan Belanda, menimbulkan terjadinya ketegangan politik dunia, terutama pada pihak Sekutu (NATO) pimpinan Amerika Serikat yang semula sangat mendukung Belanda sebagai anggota sekutunya. Apabila Uni Soviet telah terlibat dan Indonesia terpengaruh kelompok ini, maka akan sangat membahayakan posisi Amerika Serikat di Asia dan dikhawatirkan akan menimbulkan masalah Pasifik Barat Daya. Apabila pecah perang Indonesia dengan Belanda maka Amerika akan berada dalam posisi yang sulit. Amerika Serikat sebagai sekutu Belanda akan di cap sebagai negara pendukung penjajah dan Indonesia akan jatuh dalam pengaruh Uni Soviet.

Untuk itu, dengan meminjam tangan Sekjend PBB U Than, Kennedy mengirimkan diplomatnya yang bernama Elsworth Bunker untuk mengadakan pendekatan kepada Indonesia – Belanda.

Sesuai dengan tugas dari Sekjend PBB ( U Than ), Elsworth Bunker pun mengadakan penelitian masalah ini, dan mengajukan usulan yang dikenal dengan ”Proposal Bunker”. Adapun isi Proposal Bunker tersebut adalah sebagai berikut :

”Belanda harus menyerahkan kedaulatan atas Irian barat kepada Indonesia melalui PBB dalam jangka waktu paling lambat dua tahun”

Usulan ini menimbulkan reaksi :

1. Dari Indonesia : meminta supaya waktu penyerahan diperpendek

2. Dari Belanda : setuju melalui PBB, tetapi tetap diserahkan kepada Negara Papua Merdeka

c. Operasi Jaya Wijaya

Pelaksanaan Operasi

1. Maret - Agustus 1962 dilancarkan operasi pendaratan melalui laut dan udara

2. Rencana serangan terbuka untuk merebut Irian Barat sebagai suatu operasi penentuan, yang diberi nama Operasi Jaya wijaya”. Pelaksanaan operasi adalah sebagai berikut :

a. Angkatan Laut Mandala dipimpin oleh Kolonel Soedomo membentuk tugas amphibi 17, terdiri dari 7 gugus tugas

b. Angkatan Udara Mandala membentuk enam kesatuan tempur baru.

Sementara itu sebelum operasi Jayawijaya dilaksanakan, diadakan perundingan di Markas Besar PBB pada tanggal 15 Agustus 1962, yang menghasilkan suatu resolusi penghentian tembak menembak pada tanggal 18 Agustus 1962.

5. Persetujuan New York [ New York Agreement ]

Setelah operasi-operasi infiltrasi mulai mengepung beberapa kota penting di Irian Barat, sadarlah Belanda dan sekutu-sekutunya, bahwa Indonesia tidak main-main untuk merebut kembali Irian Barat. Atas desakan Amerika Serikat, Belanda bersedia menyerahkan irian Barat kepada Indonesia melalui Persetujuan New York / New York Agreement.

Isi Pokok persetujuan :

1. Paling lambat 1 Oktober 1962 pemerintahan sementara PBB (UNTEA) akan menerima serah terima pemerintahan dari tangan Belanda dan sejak saat itu bendera merah putih diperbolehkan berkibar di Irian Barat..

2. Pada tanggal 31 Desember 11962 bendera merah putih berkibar disamping bendera PBB.

3. Pemulangan anggota anggota sipil dan militer Belanda sudah harus selesai tanggal 1 Mei 1963

4. Selambat lambatnya tanggal 1 Mei 1963 pemerintah RI secara resmi menerima penyerahan pemerintahan Irian Barat dari tangan PBB

5. Indonesia harus menerima kewajiban untuk mengadakan Penentuan Pendapat rakyat di Irian Barat, paling lambat sebelum akhir tahun 1969.

Sesuai dengan perjanjian New York, pada tanggal 1 Mei 1963 berlangsung upacara serah terima Irian Barat dari UNTEA kepada pemerintah RI. Upacara berlangsung di Hollandia (Jayapura). Dalam peristiwa itu bendera PBB diturunkan dan berkibarlah merah putih yang menandai resminya Irian Barat menjadi propinsi ke 26. Nama Irian Barat diubah menjadi Irian Jaya ( sekarang Papua )

6. Arti penting Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)

Sebagai salah satu kewajiban pemerintah Republik Indonesia menurut persetujuan New York, adalah pemerintah RI harus mengadakan penentuan pendapat rakyat di Irian Barat paling lambat akhir tahun 1969. pepera ini untuk menentukan apakah rakyat Irian Barat memilih, ikut RI atau merdeka sendiri. Penentuan pendapat Rakyat akhirnya dilaksanakan pada tanggal 24 Maret sampai dengan 4 Agustus 1969.Mereka diberi dua opsi, yaitu : bergabung dengan RI atau merdeka sendiri.

Setelah Pepera dilaksanakan, Dewan Musyawarah Pepera mengumumkan bahwa rakyat Irian dengan suara bulat memutuskan Irian Jaya tetap merupakan bagian dari Republik Indoenesia. Hasil ini dibawa Duta Besar Ortiz Sanz untuk dilaporkan dalam sidang umum PBB ke 24 bulan Nopember 1969. Sejak saat itu secara de yure Irian Jaya sah menjadi milik RI.

Dengan menganalisa fakta-fakta pembebasan Irian Barat sampai kemudian dilaksanakan Pepera, dapat diambil kesimpulan bahwa Pepera mempunyai arti yang sangat penting bagi pemerintah Indonesia, yaitu :

1. bukti bahwa pemerintah Indonesia dengan merebut Irian Barat melalui konfrontasi bukan merupakan sebuah tindakan aneksasi / penjajahan kepada bangsa lain, karena secara sah dipandang dari segi de facto dan de jure Irian Barat merupakan bagian dari wilayah RI

2. upaya keras pemerintah Ri merebut kembali Irian Barat bukan merupakan tindakan sepihak, tetapi juga mendapat dukungan dari masyarakat Irian Barat. Terbukti hasil Pepera menyatakan rakyat Irian ingin bergabung dengan Republik Indonesia.

Sumber : widhisejarahblog.blogspot.com

Orang Cina di Pulau Madura

Jejak Tionghoa di Madura

Jejak Tionghoa bisa ditemukan dengan mudah di tanah air, termasuk Pulau Madura. Belum lama ini komunitas Jejak Petjinan mengadakan wisata sejarah bertajuk Melantjong Petjinan Madoera ke Bangkalan, Pamekasan, dan Sumenep.

Pada 1958, sejarawan asal Surabaya, Ong Hok Ham (sekarang almarhum) bersama Dr William Skinner dari Cornell University, Amerika Serikat, pernah melakukan riset di Pulau Madura. Kedua pakar ini menemukan banyak fakta menarik. Meski masyarakat Tionghoa di Madura nyaris sudah terasimilasi total dalam kultur lokal---beragama Islam, berbahasa dan berbudaya Madura, fisik seperti bumiputra---jejak-jejak Tionghoa masih bisa diendus.

Kota Sumenep, menurut Ong, menunjukkan pengaruh Tionghoa yang besar. Ini terlihat dari bangunan keraton dan masjid yang kental dengan nuansa Tionghoa. Dekorasi pada pintu masjid Sumenep menunjukkan bahwa pembuatnya adalah tukang-tukang Tionghoa.

Atap keraton juga demikian. Bentuknya memperlihatkan pengaruh Tionghoa. “Mungkin para tukang Tionghoa itu diminta membuat atap keraton bergaya Madura, tapi tukang-tukang itu mengikuti intuisi ketionghoannya. Dan hasilnya adalah setengah Indonesia dan setengah Tionghoa,” tulis almarhum Ong Hok Ham dalam buku Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa.

Selain keraton dan masjid, pengaruh Tionghoa juga bisa dilihat pada bentuk dan atap rumah-rumah di Sumenep. Bagi Ong, pengaruh Tionghoa di Sumenep ini tidak mengherankan karena Sumenep merupakan kota di Madura yang punya penduduk Tionghoa terbanyak. Ketika masih berlaku wijkenstelsel---sistem perkampungan berdasar kelompok etnis, di mana orang Tionghoa tinggal di pecinan---di Sumenep terdapat dua wijk (perkampungan) Tionghoa. Satu wijk di dalam kota Sumenep dan satu lagi di Pabean.

Menurut salah satu sumber yang dikutip Ong, orang Tionghoa datang ke Sumenep karena dipanggil Panembahan Sumenep pada 1790. Saat itu sang panembahan memerlukan tukang-tukang untuk mendirikan keraton dan masjid Sumenep. Sesudah bangunan keraton dan masjid itu selesai, para tukang asal negeri naga itu dikonsentrasikan di Desa Pajurangan.

Tukang-tukang yang semuanya laki-laki itu kemudian menikah dengan perempuan setempat. Mereka pun otomatis memeluk agama Islam, sehingga kemudian melahirkan generasi ‘peranakan’ yang terasimilasi dengan kultur lokal.

Ada juga versi lain yang menyebutkan, nenek moyang orang peranakan di Sumenep berasal dari Semarang. Saat itu terjadi pemberontakan orang Tionghoa disusul pembunuhan massal warga Tionghoa.

Beberapa orang Tionghoa dari Semarang bersembunyi di pesisir Sumenep. Mereka kemudian mengganti nama seperti penduduk Madura umumnya dan menganut agama Islam.

“Cerita ini mungkin benar karena pada 1740 memang ada pemberontakan Tionghoa. Dan di Semarang memang ada pembunuhan besar-besaran terhadap orang Tionghoa,” papar sejarawan yang biasa menulis namanya dengan Onghokham (tanpa spasi) itu.

Maka, Ong menyimpulkan bahwa warga peranakan di Sumenep bisa jadi keturunan tukang-tukang Tionghoa dan orang-orang Tionghoa pelarian dari Semarang.

Masih menurut Ong, panembahan-panembahan yang sangat berkuasa di Sumenep juga mengadakan politik asimilasi terhadap orang-orang Tionghoa di Sumenep. Maksudnya untuk memberi perlindungan kepada orang-orang Tionghoa yang sudah menikah dengan wanita setempat dan sudah berganti nama. Oleh panembahan, mereka diberi izin berdagang, tinggal di pedalaman, dan tanah.

Orang-orang peranakan di Sumenep itu juga terdapat di pulau-pulau kecil seperti Pulau Raas, Pulau Sapudi, dan Pulau Kangean. Begitu hebatnya proses asimilasi selama beberapa generasi, kini kita tak bisa lagi mengidentifikasi mereka sebagai keturunan Tionghoa.

Jejak Tionghoa di Sumenep juga terdapat di kawasan Pajurangan. Asimilasi dengan kultur lokal pun sudah sangat jauh. Mereka tak bisa berbahasa Tionghoa dan juga tak bisa menulis dalam aksara Tionghoa. Hal yang sebetulnya umum bagi orang-orang Tionghoa yang lahir di Indonesia.

Di Pajurangan ini terdapat beberapa orang Tionghoa beragama Islam dan menggunakan nama Islam layaknya penduduk Madura. Makam-makam Tionghoa kurang terawat dengan baik. Padahal, tradisi Tionghoa sangat menekankan perawatan makam orang tua atau leluhur. Sehingga, suatu ketika camat setempat mengingatkan warga Tionghoa untuk merawat makam-makam leluhur mereka.

Ong Hok Ham dalam tulisannya mengaku terkesan dengan sebuah kampung Tionghoa yang sangat indah dan penting dari sudut sejarah. Sebab, bentuk rumah-rumah di sana dapat dikata hampir masih asli Tionghoa. Kampung itu terletak di tepi laut dan menghadap ke laut. Sebuah wujud pecinan yang masih asli dari imigran Tionghoa.

Orang-orang Tiongkok yang datang ke Asia Tenggara memang selalu membuat kampung Tionghoa di tepi laut atau sungai dengan rumah menghadap ke air. Kelenteng juga harus menghadap ke sungai atau laut. Di Pajurangan tidak ada kelenteng, tapi ada satu arca Siwa yang menghadap ke laut.

“Daerah Sumenep sebetulnya penting untuk sejarah orang Tionghoa di Indonesia,” kata Ong.

Sumber: http://hurek.blogspot.com

Negeri Ini Sungguh Punyamu

Negeri Ini Sungguh Punyamu, Nak

Duduklah, Nak. Matikan dulu televisimu, simpan dulu gadgetmu. Mari dekat pada ayah. Akan kuceritakan kepadamu ihwal negerimu yang indah tak terkira.

Ups..., jangan kau skeptis dulu, Nak. Ayo dekatlah kemari, ada yang hendak kusampaikan kepadamu.

Nah, kini kamu telah duduk bersama ayah, setelah sekian lama kita berjauhan. Ayah asyik dengan urusan hoby dan kantor, sementara kamu asyik dengan mainanmu yang mengajari kamu menjadi manusia egois.

Dengarlah, Nak. Ayah hendak berkisah tentang Indonesia.

Ya, ya... Ayah maklum, jika kau tak begitu suka pada cerita tentang Indonesia. Salah siapa yang harus disalahkan, jika tiap hari yang kau dengar, kau lihat, dan kau baca tentang Indonesia adalah yang serba buruk mengenai negeri ini. Di TV kamu menjumpai kekerasan dan mereka yang digiring ke bui, di radio kamu mendengarkan lagu-lagu cengeng, di koran kamu menyaksikan iklan baris dan berita kriminal, dan di internet... hmmm, entah apa yang kau lihat selain berkunjung ke jejaring sosial untuk menyapa kawan-kawanmu.

Jadi marilah ke sini, Nak. Mumpung libur tiba dan kita berada di rumah bersama.

Nak, bukankah liburanmu masih panjang? Tidak kah engkau tertarik untuk berjalan-jalan, ke rumah Eyang di desa Selatan Jawa atau mengunjungi saudara-sauadara kita yang tersebar di seantero Nusantara? Kelak, nak, kau musti jelajahi seisi negeri.

Di Aceh kau bisa menikmati tari seudati dan berteguk-teguk kopi. Lalu pada sepanjang Bukit Barisan, banyak kau jumpai ngarai dan danau. Di Sumatera Utara kau bisa kunjungi Danau Toba dan Pulau Samosir dengan kudapan ikan pora-pora yang lezat. Jangan lupa, kau cobai pula tari tor-tor yang menghangatkan suasana itu.

Teruslah kau susuri Bukit Barisan ke Arah Selatan, hingga sampai kota Bukit Tinggi yang sejuk dan bersejarah, kota Padang yang kaya akan tarian dan silat. Dan, ada satu yang tak pernah ayah lupa, adalah Pantai Tanjung Tinggi di pulau Belitung yang indahnya serupa lukisan.

Jika sampai ke tanah Jawa, singgahlah dulu ke pantai Bayah yang dipenuhi batu-batu alam nan elok. O ya nak, tak jauh dari situ, bisa pula kau jumpai saudara-saudara kita suku Baduy yang masih erat menjaga tradisi kakek moyang kita yang mulia. Jika engkau ingin menyaksikan sejarah purba bangsa ini, kunjungilah Gunung Padang di Tanah Cianjur.

Engkau telah berdiri di tatar Pasundan, nak. Bukalah mata, telinga dan hatimu, untuk menikmati bunyi angklung, degung, dan lekuk-liku suara penyanyinya yang memabukkan.

Terus berjalan ke timur nak, maka akan kau jumpai Borobudur, Prambanan, suara gamelan dan sejumlah tari-tarian yang penuh kelembutan, kain batik yang indah, wayang kulit yang berkarakter, dan keris yang magis.

Jangan lupa, mampirlah sebentar ke Kecamatan Sukolilo, di sana ada saudara-sadara kita warga Sedulur Sikep yang lebih dikenal sebagai "orang Samin", mereka itulah nak yang pernah membuat malu hati ayah, lantaran mereka yang oleh negara "didakwa" tak punya agama, nyatanya lebih agamis dalam menjalani kehidupannya.

Terus berjalan ke timur, nak. Akan kau jumpai gunung gunung cantik, reog ponorogo, karapan sapi, dan tentu saja ludruk yang sarat ujar-ujar. Jika sempat, naiklah kapal ke utara, di bumi Borneo mungkin saja masih kau temui hutan raya yang dulu dibabati para pemegang hph. Tapi ayah yakin, di sana kau masih bisa menyaksikan upacara suku dayak, orang utan, dan anggrek aneka rupa.

Ayah lupa nak, kau perlu juga menjenguk kenangan masa kecil saat kau bersama ayah mengelilingi pulau Bali. Ya, ya… pantai Kuta, Sanur, Tanah Lot, Bedugul, tari janger, trunyan, dan tentu pula tari legong yang sudah menyebar ke negara manca.

Teruslah berjalan nak, terus ke timur, ke tanah yang kurang terperhatikan orang-orang Jakarta yang lebih mabuk kuasa ketimbang mengangkat derajat saudara-saudara kita di bagian timur negeri. Wayang sasak, komodo, upacara nyalamak di laut, perburuan paus, upacara nyale, adalah keindahan yang ditawarkan oleh tanah ini.

Teruslah melangkah, nak. Sulawesi, ya, itu negerimu juga, ayah pernah hingga ke Pantai Bira, Bulukumba tempat para petualang membangun kapal-kapal Phinisi. Ya, teruslah melaju ke timur negeri, hingga ke Papua untuk menyantap keindahan Raja Ampat, hutan-hutan perawan, serta aneka tumbuhan berkhasiat.

Sungguh nak, ini semua milik kita. Jika sebagian di antaranya telah tergadai pada pemodal asing, jangan ragu, rebut kembali dari tangan mereka. Sebab semua yang kau punya, adalah hak dan juga takdirmu sebagai penghuni negeri ini. Sungguh, nak, kami dan juga pemimpin-pemimpin kami, pernah tak berdaya justru karena ketamakan kami yang telah melalap mentah-mentah uang utang tanpa pernah ingat bahwa kami juga memiliki engkau, anak keturunan kami.

source: http://travel.kompas.com/read/2013/12/26/1943052/Negeri.Ini.Sungguh.Punyamu.Nak

Sejarah Lepasnya Timor Timur Yang tak Pernah Terungkap

MENIT-MENIT LEPASNYA TIMOR-TIMUR DARI INDONESIA

Berikut ini adalah tulisan seorang wartawan yang meliput jajak pendapat di Dili, Timor-timur. Tulisan berikut ini sungguh luar biasa, namun sekaligus membuat dada sesak.
Ditulis oleh Kafil Yamin, wartawan kantor berita The IPS Asia-Pacific, Bangkok, yang dikirim ke Timor Timur pada tanggal 28 Agustus 1999 untuk meliput ‘Jajak Pendapat Timor-Timur’ yang diselenggarakan UNAMET [United Nations Mission in East Timor], 30 Agustus 1999. Judul asli dari tulisan ini adalah Menit-Menit yang Luput dari Catatan Sejarah Indonesia. Saya sengaja ubah judulnya dengan maksud agar lebih jelas mengenai apa yang terkandung dalam tulisan tersebut.
MENIT-MENIT YANG LUPUT DARI CATATAN SEJARAH INDONESIA

Oleh: Kafil Yamin

Jajak pendapat itu, yang tidak lain dan tidak bukan adalah referendum, adalah buah dari berbagai tekanan internasioal kepada Indonesia yang sudah timbul sejak keruntuhan Uni Soviet tahun 1989. Belakangan tekanan itu makin menguat dan menyusahkan Indonesia. Ketika krisis moneter menghantam negara-negara Asia Tenggara selama tahun 1997-1999, Indonesia terkena. Guncangan ekonomi sedemikian hebat; berimbas pada stabilitas politik; dan terjadilah jajak pendapat itu.

Kebangkrutan ekonomi Indonesia dimanfaatkan oleh pihak Barat, melalui IMF dan Bank Dunia, untuk menekan Indonesia supaya melepas Timor Timur. IMF dan Bank Dunia bersedia membantu Indonesia lewat paket yang disebut bailout, sebesar US$43 milyar, asal Indonesia melepas Timtim.

Apa artinya ini? Artinya keputusan sudah dibuat sebelum jajak pendapat itu dilaksanakan. Artinya bahwa jajak pendapat itu sekedar formalitas. Namun meski itu formalitas, toh keadaan di kota Dili sejak menjelang pelaksanan jajak pendapat itu sudah ramai nian. Panita jajak pendapat didominasi bule Australia dan Portugis. Wartawan asing berdatangan. Para pegiat LSM pemantau jajak pendapat, lokal dan asing, menyemarakkan pula – untuk sebuah sandiwara besar. Hebat bukan?

Sekitar Jam 1 siang, tanggal 28 Agustus 1999, saya mendarat di Dili. Matahari mengangkang di tengah langit. Begitu menyimpan barang-barang di penginapan [kalau tidak salah, nama penginapannya Dahlia, milik orang Makassar], saya keliling kota Dili. Siapapun yang berada di sana ketika itu, akan berkesimpulan sama dengan saya: kota Dili didominasi kaum pro-integrasi. Mencari orang Timtim yang pro-kemerdekaan untuk saya wawancarai, tak semudah mencari orang yang pro-integrasi.

Penasaran, saya pun keluyuran keluar kota Dili, sampai ke Ainaro dan Liquica, sekitar 60 km dari Dili. Kesannya sama: lebih banyak orang-orang pro-integrasi. Di banyak tempat, banyak para pemuda-pemudi Timtim mengenakan kaos bertuliskan Mahidi [Mati-Hidup Demi Integrasi], Gadapaksi [Garda Muda Penegak Integrasi], BMP [Besi Merah Putih], Aitarak [Duri].

Setelah seharian berkeliling, saya berkesimpulan Timor Timur akan tetap bersama Indonesia. Bukan hanya dalam potensi suara, tapi dalam hal budaya, ekonomi, sosial, tidak mudah membayangkan Timor Timur bisa benar-benar terpisah dari Indonesia. Semua orang Timtim kebanyakan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Para penyedia barang-barang kebutuhan di pasar-pasar adalah orang Indonesia. Banyak pemuda-pemudi Timtim yang belajar di sekolah dan universitas Indonesia, hampir semuanya dibiayai pemerintah Indonesia. Guru-guru di sekolah-sekolah Timtim pun kebanyakan orang Indonesia, demikian juga para petugas kesehatan, dokter, mantri.

Selepas magrib, 28 Agustus 1999, setelah mandi dan makan, saya duduk di lobi penginapan, minum kopi dan merokok. Tak lama kemudian, seorang lelaki berusia 50an, tapi masih terlihat gagah, berambut gondrong, berbadan atletis, berjalan ke arah tempat duduk saya; duduk dekat saya dan mengeluarkan rokok. Rupanya ia pun hendak menikmati rokok dan kopi.

Mungkin karena dipersatukan oleh kedua barang beracun itu, kami cepat akrab. Dia menyapa duluan: “Dari mana?” sapanya.

“Dari Jakarta,” jawabku, sekalian menjelaskan bahwa saya wartawan, hendak meliput jajak pendapat.

Entah kenapa, masing-masing kami cepat larut dalam obrolan. Dia tak ragu mengungkapkan dirinya. Dia adalah mantan panglima pasukan pro-integrasi, yang tak pernah surut semangatnya memerangi Fretilin [organisasi pro-kemerdekaan], “karena bersama Portugis, mereka membantai keluarga saya,” katanya. Suaranya dalam, dengan tekanan emosi yg terkendali. Terkesan kuat dia lelaki matang yang telah banyak makan asam garam kehidupan. Tebaran uban di rambut gondrongnya menguatkan kesan kematangan itu.

“Panggil saja saya Laffae,” katanya.

“Itu nama Timor atau Portugis?” Saya penasaran.

“Timor. Itu julukan dari kawan maupun lawan. Artinya ‘buaya’,” jelasnya lagi.

Julukan itu muncul karena sebagai komandan milisi, dia dan pasukannya sering tak terdeteksi lawan. Setelah lawan merasa aman, tiba-tiba dia bisa muncul di tengah pasukan lawannya dan melahap semua yang ada di situ. Nah, menurut anak buah maupun musuhnya, keahlian seperti itu dimiliki buaya.

Dia pun bercerita bahwa dia lebih banyak hidup di hutan, tapi telah mendidik, melatih banyak orang dalam berpolitik dan berorganisasi. “Banyak binaan saya yang sudah jadi pejabat,” katanya. Dia pun menyebut sejumlah nama tokoh dan pejabat militer Indonesia yang sering berhubungan dengannya.

Rupanya dia seorang tokoh. Memang, dilihat dari tongkrongannya, tampak sekali dia seorang petempur senior. Saya teringat tokoh pejuang Kuba, Che Guevara. Hanya saja ukuran badannya lebih kecil.

“Kalau dengan Eurico Guterres? Sering berhubungan?” saya penasaran.

“Dia keponakan saya,” jawab Laffae. “Kalau ketemu, salam saja dari saya.”

Cukup lama kami mengobrol. Dia menguasai betul sejarah dan politik Timtim dan saya sangat menikmatinya. Obrolan usai karena kantuk kian menyerang.

Orang ini menancapkan kesan kuat dalam diri saya. Sebagai wartawan, saya telah bertemu, berbicara dengan banyak orang, dari pedagang kaki lima sampai menteri, dari germo sampai kyai, kebanyakan sudah lupa. Tapi orang ini, sampai sekarang, saya masih ingat jelas.

Sambil berjalan menuju kamar, pikiran bertanya-tanya: kalau dia seorang tokoh, kenapa saya tak pernah mendengar namanya dan melihatnya? Seperti saya mengenal Eurico Gueterres, Taur Matan Ruak? Xanana Gusmao? Dan lain-lain? Tapi sudahlah.

Pagi tanggal 29 Agustus 1999. Saya keluar penginapan hendak memantau situasi. Hari itu saya harus kirim laporan ke Bangkok. Namun sebelum keliling saya mencari rumah makan untuk sarapan. Kebetulan lewat satu rumah makan yang cukup nyaman. Segera saya masuk dan duduk. Eh, di meja sana saya melihat Laffae sedang dikelilingi 4-5 orang, semuanya berseragam Pemda setempat. Saya tambah yakin dia memang orang penting – tapi misterius.

Setelah bubar, saya tanya Laffae siapa orang-orang itu. “Yang satu Bupati Los Palos, yang satu Bupati Ainaro, yang dua lagi pejabat kejaksaan,” katanya. “Mereka minta nasihat saya soal keadaan sekarang ini,” tambahnya.

Kalau kita ketemu Laffae di jalan, kita akan melihatnya ‘bukan siapa-siapa’. Pakaiannya sangat sederhana. Rambutnya terurai tak terurus. Dan kalau kita belum ‘masuk’, dia nampak pendiam.

Saya lanjut keliling. Kota Dili makin semarak oleh kesibukan orang-orang asing. Terlihat polisi dan tentara UNAMET berjaga-jaga di setiap sudut kota. Saya pun mulai sibuk, sedikitnya ada tiga konferensi pers di tempat yang berbeda. Belum lagi kejadian-kejadian tertentu. Seorang teman wartawan dari majalah Tempo, Prabandari, selalu memberi tahu saya peristiwa-peristiwa yang terjadi.

Dari berbagai peristiwa itu, yang menonjol adalah laporan dan kejadian tentang kecurangan panitia penyelenggara, yaitu UNAMET. Yang paling banyak dikeluhkan adalah bahwa UNAMET hanya merekrut orang-orang pro-kemerdekaan di kepanitiaan. Klaim ini terbukti. Saya mengunjungi hampir semua TPS terdekat, tidak ada orang pro-integrasi yang dilibatkan.

Yang bikin suasana panas di kota yang sudah panas itu adalah sikap polisi-polisi UNAMET yang tidak mengizinkan pemantau dan pengawas dari kaum pro-integrasi, bahkan untuk sekedar mendekat. Paling dekat dari jarak 200 meter. Tapi pemantau-pemantau bule bisa masuk ke sektratriat. Bahkan ikut mengetik!

Di sini saya perlu mengungkapkan ukuran mental orang-orang LSM dari Indonesia, yang kebanyakan mendukung kemerdekaan Timtim karena didanai asing. Mereka tak berani mendekat ke TPS dan sekretariat, baru ditunjuk polisi UNAMET saja langsung mundur. Tapi kepada pejabat-pejabat Indonesia mereka sangat galak: menuding, menuduh, menghujat. Berani melawan polisi. Di hadapan polisi bule mereka mendadak jadi inlander betulan.

Tambah kisruh adalah banyak orang-orang pro-integrasi tak terdaftar sebagai pemilih. Dari 4 konferensi pers, 3 di antaranya adalah tentang ungkapan soal ini. Bahkan anak-anak Mahidi mengangkut segerombolan orang tua yang ditolak mendaftar pemilih karena dikenal sebagai pendukung integrasi.

Saya pun harus mengungkapkan ukuran mental wartawan-wartawan Indonesia di sini. Siang menjelang sore, UNAMET menyelenggarakan konferensi pers di Dili tentang rencana penyelenggaraan jajak pendapat besok. Saya tentu hadir. Lebih banyak wartawan asing daripada wartawan Indonesia. Saya yakin wartawan-wartawan Indonesia tahu kecurangan-kecurangan itu.

Saat tanya jawab, tidak ada wartawan Indonesia mempertanyakan soal praktik tidak fair itu. Bahkan sekedar bertanya pun tidak. Hanya saya yang bertanya tentang itu. Jawabannya tidak jelas. Pertanyaan didominasi wartawan-wartawan bule.

Tapi saya ingat betapa galaknya wartawan-wartawan Indonesia kalau mewawancarai pejabat Indonesia terkait dengan HAM atau praktik-praktik kecurangan. Hambatan bahasa tidak bisa jadi alasan karena cukup banyak wartawan Indonesia yang bisa bahasa Inggris. Saya kira sebab utamanya rendah diri, seperti sikap para aktifis LSM lokal tadi.

Setelah konferensi pers usai, sekitar 2 jam saya habiskan untuk menulis laporan. Isi utamanya tentang praktik-praktik kecurangan itu. Selain wawancara, saya juga melengkapinya dengan pemantauan langsung.

Kira-kira 2 jam setelah saya kirim, editor di Bangkok menelepon. Saya masih ingat persis dialognya:

“Kafil, we can’t run the story,” katanya.

“What do you mean? You send me here. I do the job, and you don’t run the story?” saya berreaksi.

“We can’t say the UNAMET is cheating…” katanya.

“That’s what I saw. That’s the fact. You want me to lie?” saya agak emosi.

“Do they [pro-integrasi] say all this thing because they know they are going to loose?”

“Well, that’s your interpretation. I’ll make it simple. I wrote what I had to and it’s up to you,”

“I think we still can run the story but we should change it.”

“ I leave it to you,” saya menutup pembicaraan.

Saya merasa tak nyaman. Namun saya kemudian bisa maklum karena teringat bahwa IPS Asia-Pacific itu antara lain didanai PBB.

***

Kira-kira jam 5:30 sore, 29 Agustus 199, saya tiba di penginapan. Lagi-lagi, Laffae sedang dikerumuni tokoh-tokoh pro-integrasi Timtim. Terlihat Armindo Soares, Basilio Araujo, Hermenio da Costa, Nemecio Lopes de Carvalho, nampaknya mereka sedang membicarakan berbagai kecurangan UNAMET.

Makin malam, makin banyak orang berdatangan. Orang-orang tua, orang-orang muda, tampaknya dari tempat jauh di luar kota Dili. Kelihatan sekali mereka baru menempuh perjalanan jauh.

Seorang perempuan muda, cukup manis, tampaknya aktifis organisasi, terlihat sibuk mengatur rombongan itu. Saya tanya dia siapa orang-orang ini.

“Mereka saya bawa ke sini karena di desanya tidak terdaftar,” katanya. “Mereka mau saya ajak ke sini. Bahkan mereka sendiri ingin. Agar bisa memilih di sini. Tidak ada yang membiayai. Demi merah putih,” jawabnya bersemangat.

Saya tergetar mendengar bagian kalimat itu: “…demi merah putih.”

Mereka semua ngobrol sampai larut. Saya tak tahan. Masuk kamar. Tidur. Besok jajak pendapat.

Pagi 30 Agustus 1999. Saya keliling Dili ke tempat-tempat pemungutan suara. Di tiap TPS, para pemilih antri berjajar. Saya bisa berdiri dekat dengan antrean-antrean itu. Para ‘pemantau’ tak berani mendekat karena diusir polisi UNAMET.

Karena dekat, saya bisa melihat dan mendengar bule-bule Australia yang sepertinya sedang mengatur barisan padahal sedang kampanye kasar. Kebetulan mereka bisa bahasa Indonesia: “Ingat, pilih kemerdekaan ya!” teriak seorang cewek bule kepada sekelompok orang tua yang sedang antre. Bule-bule yang lain juga melakukan hal yang sama.

Sejenak saya heran dengan kelakuan mereka. Yang sering mengampanyekan kejujuran, hak menentukan nasib sendiri. Munafik, pikir saya. Mereka cukup tak tahu malu.

Setelah memantau 4-5 TPS saya segera mencari tempat untuk menulis. Saya harus kirim laporan. Setelah mengirim laporan. Saya manfaat waktu untuk rileks, mencari tempat yang nyaman, melonggarkan otot. Toh kerja hari itu sudah selesai.

Sampailah saya di pantai agak ke Timur, di mana patung Maria berdiri menghadap laut, seperti sedang mendaulat ombak samudra. Patung itu bediri di puncak bukit. Sangat besar. Dikelilingi taman dan bangunan indah. Untuk mencapai patung itu, anda akan melewati trap tembok yang cukup landai dan lebar. Sangat nyaman untuk jalan berombongan sekali pun. Sepanjang trap didindingi bukit yang dilapisi batu pualam. Di setiap kira jarak 10 meter, di dinding terpajang relief dari tembaga tentang Yesus, Bunda Maria, murid-murid Yesus, dengan ukiran yang sangat bermutu tinggi.

Patung dan semua fasilitasnya ini dibangun pemerintah Indonesia. Pasti dengan biaya sangat mahal. Ya, itulah biaya politik.

Tak terasa hari mulai redup. Saya harus pulang. Besok pengumuman hasil jajak pendapat.

Selepas magrib, 30 September 1999. Kembali saya menunaikan kewajiban yang diperintahkan oleh kebiasaan buruk: merokok sambil minum kopi di lobi penginapan. Kali ini, Laffae mendahului saya. Dia sudah duluan mengepulkan baris demi baris asap dari hidung dan mulutnya. Kami ngobrol lagi.

Tapi kali ini saya tidak leluasa. Karena banyak tamu yang menemui Laffae, kebanyakan pentolan-pentolan milisi pro-integrasi. Ditambah penginapan kian sesak. Beberapa pemantau nginap di situ. Ada juga polisi UNAMET perwakilan dari Pakistan.

Ada seorang perempuan keluar kamar, melihat dengan pandangan ‘meminta’ ke arah saya dan Laffae. Kami tidak mengerti maksudnya. Baru tau setelah lelaki pendampingnya bilang dia tak kuat asap rokok. Laffae lantas bilang ke orang itu kenapa dia jadi pemantau kalau tak kuat asap rokok. Kami berdua terus melanjutkan kewajiban dengan racun itu. Beberapa menit kemudian cewek itu pingsan dan dibawa ke klinik terdekat.

Saya masuk kamar lebih cepat. Tidur.

Pagi, 4 September 1999. Pengumuman hasil jajak pendapat di hotel Turismo Dili. Bagi saya, hasilnya sangat mengagetkan: 344.508 suara untuk kemerdekaan, 94.388 untuk integrasi, atau 78,5persen berbanding 21,5persen.

Ketua panitia mengumumkan hasil ini dengan penuh senyum, seakan baru dapat rezeki nomplok. Tak banyak tanya jawab setelah itu. Saya pun segera berlari mencari tempat untuk menulis laporan. Setelah selesai, saya balik ke penginapan.

Di lobi, Laffae sedang menonton teve yang menyiarkan hasil jajak pendapat. Sendirian. Saat saya mendekat, wajahnya berurai air mata. “Tidak mungkin. Ini tidak mungkin. Mereka curang..” katanya tersedu. Dia merangkul saya. Lelaki pejuang, tegar, matang ini mendadak luluh. Saya tak punya kata apapun untuk menghiburnya. Lagi pula, mata saya saya malah berkaca-kaca, terharu membayangkan apa yang dirasakan lelaki ini. Perjuangan keras sepanjang hidupnya berakhir dengan kekalahan.

Saya hanya bisa diam. Dan Laffae pun nampaknya tak mau kesedihannya terlihat orang lain. Setelah beberapa jenak ia berhasil bersikap normal.

“Kota Dili ini akan kosong..” katanya. Pelan tapi dalam. “Setelah kosong, UNAMET mau apa.”

Telepon berbunyi, dari Prabandari Tempo. Dia memberi tahu semua wartawan Indonesia segera dievakuasi pakai pesawat militer Hercules, karena akan ada penyisiran terhadap semua wartawan Indonesia. Saya diminta segera ke bandara saat itu juga. Kalau tidak, militer tidak bertanggung jawab. Semua wartawan Indonesia sudah berkumpul di bandara, tinggal saya. Hanya butuh lima menit bagi saya untuk memutuskan tidak ikut. “Saya bertahan, nDari. Tinggalkan saja saya.”

Laffae menguping pembicaraan. Dia menimpali: “Kenapa wartawan kesini kalau ada kejadian malah lari?” katanya. Saya kira lebih benar dia mikirnya.

Saya lantas keluar, melakukan berbagai wawancara, menghadiri konferensi pers, kebanyakan tentang kemarahan atas kecurangan UNAMET. “Anggota Mahidi saja ada 50 ribu; belum Gardapaksi, belum BMP, belum Halilintar, belum masyarakat yang tak ikut organisasi,” kata Nemecio Lopez, komandan milisi Mahidi.

Kembali ke penginapan sore, Laffae sedang menghadapi tamu 4-5 orang pentolan pro-integrasi. Dia menengok ke arah saya: “Kafil! Mari sini,” mengajak saya bergabung.

“Sebentar!” saya bersemangat. Saya tak boleh lewatkan ini. Setelah menyimpan barang-barang di kamar, mandi kilat. Saya bergabung. Di situ saya hanya mendengarkan. Ya, hanya mendengarkan.

“Paling-paling kita bisa siapkan seribuan orang,” kata ketua Armindo Soares, saya bertemu dengannya berkali-kali selama peliputan.

“Saya perlu lima ribu,” kata Laffae.

“Ya, lima ribu baru cukup untuk mengguncangkan kota Dili,” katanya, sambil menengok ke arah saya.

“Kita akan usahakan,” kata Armindo.

Saya belum bisa menangkap jelas pembicaraan mereka ketika seorang kawan memberitahu ada konferensi pers di kediaman Gubernur Abilio Soares. Saya segera siap-siap berangkat ke sana. Sekitar jam 7 malam, saya sampai di rumah Gubernur. Rupanya ada perjamuan. Cukup banyak tamu. Soares berbicara kepada wartawan tentang penolakannya terhadap hasil jajak pendapat karena berbagai kecurangan yang tidak bisa dimaklumi.

Setelah ikut makan enak, saya pulang ke penginapan sekitar jam 8:30 malam. Sudah rindu bersantai dengan Laffae sambil ditemani nikotin dan kafein. Tapi Laffae tidak ada. Anehnya, penginapan jadi agak sepi. Para pemantau sudah check-out, juga polisi-polisi UNAMET dari Pakistan itu. Tak banyak yang bisa dilakukan kecuali tidur.

Namun saat rebah, kantuk susah datang karena terdengar suara-suara tembakan. Mula-mula terdengar jauh. Tapi makin lama makin terdengar lebih dekat dan frekuensi tembakannya lebih sering. Mungkin karena perut kenyang dan badan capek, saya tertidur juga.

Tanggal 5 September pagi, sekitar jam 09:00, saya keluar penginapan. Kota Dili jauh lebi lengang. Hanya terlihat kendaran-kendaraan UNAMET melintas di jalan. Tak ada lagi kendaraan umum. Tapi saya harus keluar. Apa boleh buat – jalan kaki. Makin jauh berjalan makin sepi, tapi tembakan nyaris terdengar dari segala arah. Sesiang ini, Dili sudah mencekam.

Tidak ada warung atau toko buka. Perut sudah menagih keras. Apa boleh buat saya berjalan menuju hotel Turismo, hanya di hotel besar ada makanan. Tapi segera setelah itu saya kembali ke penginapan. Tidak banyak yang bisa dikerjakan hari itu.

Selepas magrib 5 Setember 1999. Saya sendirian di penginapan. Lapar. Tidak ada makanan. Dili sudah seratus persen mencekam. Bunyi tembakan tak henti-henti. Terdorong rasa lapar yang sangat, saya keluar penginapan.

Selain mencekam. Gelap pula. Hanya di tempat-tempat tertentu lampu menyala. Baru kira-kira 20 meter berjalan, gelegar tembakan dari arah kanan. Berhenti. Jalan lagi. Tembakan lagi dari arah kiri. Tiap berhenti ada tarikan dua arah dari dalam diri: kembali atau terus. Entah kenapa, saya selalu memilih terus, karena untuk balik sudah terlanjur jauh. Saya berjalan sendirian; dalam gelap; ditaburi bunyi tembakan. Hati dipenuhi adonan tiga unsur: lapar, takut, dan perjuangan menundukkan rasa takut. Lagi pula, saya tak tau ke arah mana saya berjalan. Kepalang basah, pokoknya jalan terus.

Sekitar jam 11 malam, tanpa disengaja, kaki sampai di pelabuhan Dili. Lumayan terang oleh lampu pelabuhan. Segera rasa takut hilang karena di sana banyak sekali orang. Mereka duduk, bergeletak di atas aspal atau tanah pelabuhan. Rupanya, mereka hendak mengungsi via kapal laut.

Banyak di antara mereka yang sedang makan nasi bungkus bersama. Dalam suasa begini, malu dan segan saya buang ke tengah laut. Saya minta makan! “Ikut makan ya?” kata saya kepada serombongan keluarga yang sedang makan bersama. “Silahkan bang!.. silahkan!..” si bapak tampak senang. Tunggu apa lagi, segera saya ambil nasinya, sambar ikannya. Cepat sekali saya makan. Kenyang sudah, sehingga ada tenaga untuk kurang ajar lebih jauh: sekalian minta rokok ke bapak itu. Dikasih juga.

Sekitar jam 3 malam saya berhasil kembali ke penginapan.

Pagi menjelang siang, tanggal 6 September 1999. Saya hanya duduk di lobi penginapan karena tidak ada kendaraan. Tidak ada warung dan toko yang buka. Yang ada hanya tembakan tak henti-henti. Dili tak berpenghuni – kecuali para petugas UNAMET. Nyaris semua penduduk Dili mengungsi, sebagian via kapal, sebagian via darat ke Atambua. Orang-orang pro-kemerdekaan berlarian diserang kaum pro-integrasi. Markas dan sekretariat dibakar. Darah tumpah lagi entah untuk keberapa kalinya.

Sekarang, saya jadi teringat kata-kata Laffae sehabis menyaksikan pengumuman hasil jajak pedapat kemarin: “Dili ini akan kosong..”

Saya pun teringat kata-kata dia: “Saya perlu lima ribu orang untuk mengguncang kota Dili..” Ya, sekarang saya berkesimpulan ini aksi dia. Aksi pejuang pro-integrasi yang merasa kehilangan masa depan. Ya, hanya saya yang tahu siapa tokoh utama aksi bumi hangus ini, sementara teve-teve hanya memberitakan penyerangan mililis pro-integrasi terhadap kaum pro-kemerdekaan.

Tentu, orang-orang pro-integrasi pun mengungsi. Laffae dan pasukannya ingin semua orang Timtim bernasib sama: kalau ada satu pihak yang tak mendapat tempat di bumi Loro Sae, maka semua orang timtim harus keluar dari sana. Itu pernah diucapkannya kepada saya.

Inilah hasil langsung jajak pendapat yang dipaksakan harus dimenangkan. Hukum perhubungan antar manusia saat itu sepasti hukum kimia: tindakan lancung dan curang pasti berbuah bencana.

***

Saya harus pulang, karena tidak banyak yang bisa dilihat dan ditemui. Untung masih ada omprengan yang mau mengantara ke bandara. Sekitar jam 11 pagi saya sampai di pelabuhan udara Komoro. Keadaan di bandara sedang darurat. Semua orang panik. Semua orang ingin mendapat tiket dan tempat duduk pada jam penerbangan yang sama. Karena hura-hara sudah mendekati bandara. Lagi pula penerbangan jam itu adalah yang satu-satunya dan terakhir.

Bule-bule yang biasanya tertib kini saling sikut, saling dorong sampai ke depan komputer penjaga kounter. Ada bule yang stres saking tegangnya sampai-sampai minta rokok kepada saya yg berdiri di belakang tenang-tenang saja. Beginilah nikmatnya jadi orang beriman.

Banyak yang tidak kebagian tiket. Entah kenapa saya lancar-lancar saja. Masuk ke ruangan tunggu, di situ sudah ada Eurico Gutteres. Saya hampiri dia, saya bilang saya banyak bicara dengan Laffae dan dia menyampaikan salam untuknya. Eurico memandang saya agak lama, pasti karena saya menyebut nama Laffae itu.

Sore, 7 Novembe3, 1999, saya mendarat di Jakarta.

Penduduk Timtim mengungsi ke Atambua, NTT. Sungguh tidak mudah mereka mengungsi. Polisi UNAMET berusaha mencegah setiap bentuk pengungsian ke luar Dili. Namun hanya sedikit yang bisa mereka tahan di Dili.

Di kamp-kamp pengungsian Atambua, keadaan sungguh memiriskan hati. Orang-orang tua duduk mecakung; anak-anak muda gelisah ditelikung rasa takut; sebagian digerayangi rasa marah dan dendam; anak-anak diliputi kecemasan. Mereka adalah yang memilih hidup bersama Indonesia. Dan pilihan itu mengharuskan mereka terpisah dari keluarga.

Pemerintah negara yang mereka pilih sebagai tumpuan hidup, jauh dari menyantuni mereka. Kaum milisi pro-integrasi dikejar-kejar tuntutan hukum atas ‘kejahatan terhadap kemanusiaan’, dan Indonesia, boro-boro membela mereka, malah ikut mengejar-ngejar orang Timtim yang memilih merah putih itu. Eurico Guterres dan Abilio Soares diadili dan dihukum di negara yang dicintai dan dibelanya.

Jendral-jendral yang dulu menikmati kekuasaan di Timtim, sekarang pada sembunyi. Tak ada yang punya cukup nyali untuk bersikap tegas, misalnya: “Kami melindungi rakyat Timtim yang memilih bergabung dengan Indonesia.” Padahal, mereka yang selalu mengajarkan berkorban untuk negara; menjadi tumbal untuk kehormatan pertiwi, dengan nyawa sekalipun.

Sementara itu, para pengungsi ditelantarkan. Tak ada solidaritas kebangsaan yang ditunjukkan pemerintah dan militer Indonesia.

Inilah tragedi kemanusiaan. Melihat begini, jargon-jargon negara-negara Barat, media asing, tentang ‘self determination’, tak lebih dari sekedar ironi pahit. Sikap negara-negara Barat dan para aktifis kemanusiaan internasional yang merasa memperjuangkan rakyat Timtim jadi terlihat absurd. Sebab waktu telah membuktikan bahwa yang mereka perjuangkan tak lebih tak kurang adalah sumberdaya alam Timtim, terutama minyak bumi, yang kini mereka hisap habis-habisan.

Pernah Laffae menelepon saya dari Jakarta, kira-kira 3 bulan setelah malapetaka itu. Ketika itu saya tinggal di Bandung. Dia bilang ingin ketemu saya dan akan datang ke Bandung. Saya sangat senang. Tapi dia tak pernah datang..saya tidak tahu sebabnya. Mudah-mudahan dia baik-baik saja.

***

12 TAHUN BERALU SUDAH. APA KABAR BAILOUT IMF YANG 43 MILYAR DOLAR ITU? SAMPAI DETIK INI, UANG ITU ENTAH DI MANA. ADA BEBERAPA PERCIK DICAIRKAN TAHUN 1999-2000, TAK SAMPAI SEPEREMPATNYA. DAN TIDAK MENOLONG APA-APA. YANG TERBUKTI BUKAN MENCAIRKAN DANA YANG DIJANJIKAN, TAPI MEMINTA PEMERINTAH INDONESIA SUPAYA MENCABUT SUBSIDI BBM, SUBSIDI PANGAN, SUBSIDI LISTRIK, YANG MEMBUAT RAKYAT INDONESIA TAMBAH MISKIN DAN SENGSARA. ANEHNYA, SEMUA SARANNYA ITU DITURUT OLEH PEMERINTAH RENDAH DIRI BIN INLANDER INI.

Yang paling dibutuhkan adalah menutupi defisit anggaran. Untuk itulah dana pinjaman [bukan bantuan] diperlukan. Namun IMF mengatasi defisit angaran dengan akal bulus: mencabut semua subsidi untuk kebutuhan rakyat sehingga defisit tertutupi, sehingga duit dia tetap utuh. Perkara rakyat ngamuk dan makin sengsara, peduli amat.

Melengkapi akal bulusnya itu IMF meminta pemerintah Indonesia menswastakan semua perusahaan negara, seperti Bank Niaga, BCA, Telkom, Indosat.

Pernah IMF mengeluarkan dana cadangan sebesar 9 milyar dolar. Tapi, seperti dikeluhkan Menteri Ekonomi Kwik Kian Gie ketika itu, seperak pun dana itu tidak bisa dipakai karena hanya berfungsi sebagai pengaman. Apa bedanya dengan dana fiktif?

Lagi pula, kenapa ketika itu pemerintah Indonesia seperti tak punya cadangan otak, yang paling sederhana sekalipun. KENAPA MAU MELEPAS TIMTIM DENGAN IMBALAN UTANG? BUKANKAN SEMESTINYA KOMPENSASI? ADAKAH DI DUNIA INI ORANG YANG HARTANYA DI BELI DENGAN UTANG? NIH SAYA BAYAR BARANGMU. BARANGMU SAYA AMBIL, TAPI KAU HARUS TETAP MENGEMBALIKAN UANG ITU. BUKANKAH INI SAMA PERSIS DENGAN MEMBERI GRATIS? DAN DALAM KASUS INI, YANG DIKASIH ADALAH NEGARA? YA, INDONESIA MEMBERI NEGARA KEPADA IMF SECARA CUMA-CUMA.

Kalau saya jadi wakil pemerintah Indonesia waktu itu, saya akan menawarkan ‘deal’ yang paling masuk akal: “Baik, Timor Timur kami lepas tanpa syarat. Ganti saja dana yang sudah kami keluarkan untuk membangun Timtim selama 24 tahun.” Dengan demikian, tidak ada utang piutang.

SAMPAI HARI INI INDONESIA MASIH MENYICIL UTANG KEPADA IMF, UNTUK SESUATU YANG TAK PERNAH IA DAPATKAN. SAYA HARAP GENERASI MUDA INDONESIA TIDAK SEBODOH PARA PEMIMPIN SEKARANG.

Source: petanikeyboard.wordpress.com

Perkembangan Kepribadian Anak Itu Tergantung dari Ajaran dan Didikan keluarga

Jangan Paksa Anak Kidal untuk Gunakan Tangan Kanan

Dahulu, pasti orangtua Anda pernah mengatakan atau bahkan melarang untuk makan, minum atau menulis dengan tangan kiri. Karena, menurut mereka tangan kiri adalah tangan buruk, bahkan sebagian ajaran melabelkan periaku ini sebagai tangan pendosa.

Karena alasan yang berlatarkan budaya dan agama tak sedikit orangtua yang akhirnya memaksa anak untuk latihan menggunakan tangan kanan. Padahal, tangan kiri atau kanan tidak ada hubungannya pada perilaku baik atau buruk. Karena, perkembangan kepribadian anak itu tergantung dari ajaran dan didikan keluarga, bukan dari dominasi gerakan tangan pada tubuhnya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr. Alan Searleman dari St. Lawrence University di New York, kebiasaan menggunakan tangan kiri pada balita bukanlah kelainan atau cacat, melainkan pengaruh dari dominasi fungsi salah satu otak.

Hingga sekarang belum diketahui secara valid mengenai penyebab mengapa seseorang kidal, penjelasan yang disimpulkan oleh sejumlah penelitian, lagi-lagi kembali pada faktor genetik. Meskipun menurut Dr. Alan Sealerman, seperti dikutip dari Lefthandersday banyak anak kidal yang memiliki ayah ibu tidak kidal.

Banyak kelebihan yang dimiliki anak kidal dibandingkan mereka yang tidak, beberapa di antaranya adalah anak kidal memiliki tingkat intelegent quotient (IQ) di atas rata-rata, mereka mampu berpikir secara holistik ketika dihadapkan dengan segudang tugas dan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah dinilai sangat baik.

Kemudian, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Australian National University, dipimpin oleh Dr. Nick Cherbuin, Neurolog, mengungkap fakta bahwa anak kidal memiliki keuntungan di bidang olahraga. Menurut Dr. Nick, 7 dari 16 atlet anggar dan 5 dari 25 atlet tenis terbaik di dunia adalah atlet dengan tangan kidal!

Namun sayangnya, dikarenakan budaya dan tata cara sopan santun banyak orangtua terutama di Asia, memaksa anak mereka yang kidal untuk melatih dominasi kemampuan tangan kanan. Akhirnya, banyak kemampuan dan kelebihan yang bisa dimiliki oleh anak kidal jadi tergerus dan lenyap begitu saja seiring waktu. Menurut Dr. Nick, pada banyak kasus akhirnya balita yang terlahir kidal tapi dipaksa menggunakan tangan kanan, tumbuh menjadi seseorang tanpa prestasi karena kemampuan yang tidak cemerlang.

Dicari Donor Sumsum

Masih 13 Tahun, Remaja Ini Sumbangkan Sumsum Tulang untuk 3 Adiknya

Julia Jenkins (13) memang jarang berbicara dari hati ke hati dengan tiga adik laki-lakinya. Mereka berempat justru lebih sering membuat gaduh dan sedikit kompetitif. Namun ketika ketiga adiknya didiagnosis memiliki penyakit, Julia sadar ia satu-satunya orang yang bisa menyelamatkan mereka.

Kondisi ini dimulai pada tahun 2008 ketika Will (2) mengalami adanya simpul getah bening di lehernya. Ia didiagnosis terkena limfoma Burkitt, kanker langka dari sistem limfatik. Ketika Will akan mulai menjalani kemoterapi, John (6), justru juga mengalami masalah yang cukup parah pada perutnya.

"John kemudian didiagnosis juga dengan limfoma Burkitt," tutur ibu Jenkins bersaudara ini, Christy, seperti dikutip dari Fox News.

Tim dokter di The Aflac Cancer Center at Children's Healthcare of Atlanta berusaha mencari jalan keluarnya. Limfoma Burkitt biasanya tidak menurun dalam keluarga, tapi salah satu dokter spesialis mengungkapkan pernah mendapatkan informasi tentang sebuah gangguan kekebalan genetik langka yang disebut XLP. Penyakit ini terjadi pada anak laki-laki dan dapat menyebabkan gejala yang sangat mirip.

Tes darah menunjukkan Will dan John memiliki XLP, pun juga saudara mereka, Matthew (2). Melihat hasil tes darah ini, Christy sadar bahwa ketiga putranya sama-sama membutuhkan transplantasi sumsum tulang untuk tetap hidup. Pada saat itulah, Julia kemudian mengajukan diri untuk diperiksa.

"Darah saya kemudian dites," ungkap Julia.

Hasilnya menyebutkan bahwa Julia merupakan donor sumsum tulang yang sempurna untuk John dan Matthew. Namun ia masih terlalu muda dan tak paham apa yang dimaksud menjadi donor, apa yang harus ia lakukan, dan seperti apa prosedurnya. "Tapi saya langsung berkata 'ya', karena mereka bertiga saudara saya," tegas Julia.

Jangan Menunggu Balasan Dari Setiap Hal

Tas Ketinggalan di Taksi, Dikira Isi Coklat Ternyata Duit Rp 3,6 M

LAS VEGAS, Gerardo Gamboa, sopir taksi di Las Vegas, Amerika Serikat, Senin (23/12/2013), berpikir seseorang meninggalkan kantong berisi coklat di bangku penumpang taksinya. Tak dinyana, isi kantong itu uang berjumlah 300.000 dollar AS atau setara lebih dari Rp 3,6 miliar.

Gamboa mendapatkan penghargaan atas kejujurannya mengembalikan tas itu yang ternyata milik pemain poker tak dikenal. Perusahaan taksi Yellow Checker Star Transportation menjadikan Gamboa sebagai "Pengemudi Tahun Ini".

Hadian 1.000 dollar AS dan paket makan malam di restoran mewah untuk dua orang, menjadi penghargaan tambahan. Namun upaya AP menghubungi Gamboa dengan meninggalkan pesan di perusahaan taksinya, Rabu (25/12/2013), tak kunjung mendapat jawaban.

Kepada surat kabar Las Vegas Review-Journal, Gambo mengatakan mulai menebak-nebak coklat apa yang ada di dalam kantong cokelat yang ditinggalkan di kursi penumpang, ketika sedang mengangkut penumpang lain. Saat lampu lalu lintas menyala merah, Gamboa meminta penumpangnya itu menjadi saksi ketika ia membuka kantong tersebut.

Begitu tahu kantong itu berisi uang dalam jumlah banyak, Gamboa yang sudah menjadi sopir taksi selama 13 tahun tersebut langsung menelepon operator kantornya. Enam bundel uang dalam pecahan 100 dollar AS di kantong tersebut Gamboa serahkan ke kantor pusat taksinya, yang kemudian polisi dan pejabat kasino dapat menghubungi pemain poker pemilik uang.

Menurut Gamboa si pemilik poker memberinya tips 5 dollar AS untuk perjalanan dari resor Cosmopolitan ke menara Palms Place. Gamboa kemudian bergeser ke resor Bellagio ketika petugas pintu yang membantu penumpang berikutnya naik ke taksinya dan melihat kantong tersebut.

Butuh waktu beberapa jam untuk melakukan verifikasi kepemilikan uang dan mengembalikannya. Pemilik uang meminta informasi dari Gamboa tapi tak menyinggung soal hadiah.

"Jika dia tak memberi saya apa-apa, saya tak masalah," ujar Gamboa. "Saya tak menunggu balasan dari setiap hal. Saya hanya melakukan hal yang benar dan saya menghargai tindakan perusahaan untuk saya."

Otak Kami Adalah Senjata Utama Kami Sebelum Memilih Otot

Cerita Sebastien, Pria Tampan yang Sudah 14 Tahun Jadi Pengawal Karl Lagerfeld

Jakarta - Sebastien Jondeau dulunya hanya seorang petinju. Pada suatu hari 14 tahun lalu, dia berkenalan dengan Karl Lagerfeld dan menawarkan diri untuk menjadi pengawal. Hingga kini Sebastien setia bersama Karl. Untuk pertamakalinya pria tampan itu pun angkat bicara mengenai profesinya.

Sebastien mau mengungkapkan mengenai awal perkenalannya dengan desainer Chanel tersebut dalam wawancara dengan Man of the World yang akan rilis akhir Desember ini. Pria berwajah maskulin itu mengaku sebagai mantan prajurit dan petinju.

"Dia tertarik dengan apa yang aku lakukan dan kami menjadi akrab. Jadi pada satu hari aku mengambil kesempatan untuk bicara padanya kalau dia butuh pengawal, aku siap. Tidak lama aku mulai bekerja untuknya," cerita Sebastien seperti dikutip Fashionista.

Menurut Sebastien, pekerjaannya bersama Karl tidak benar-benar menjadi seorang pengawal. Dia bisa melakukan banyak hal untuk desainer asal Jerman itu mulai dari menjadi supir pribadi hingga tangan kanannya. Apapun yang dilakukannya, dia selalu memastikan keamanan sang desainer saat mereka berpergian kemanapun.

Selama bertugas, Sebastien mengaku dirinya sebisa mungkin menghindari kontak fisik dengan kliennya. "90% apa yang kami lakukan adalah berhubungan dengan diplomasi. Semakin pintar seorang pengawal, semakin bagus hasilnya dalam setiap konfrontasi. Otak kami adalah senjata utama kami sebelum memilih otot," jelasnya.

Pastinya berkat kepintaran dan tubuh atletisnya juga Sebastien kini bukan hanya bekerja sebagai pengawal ataupun asisten pribadi untuk Karl. Dia kini juga dikenal sebagai model. Desainer yang identik dengan kacamata hitam dan rambut berwarna putih itu memilihnya menjadi model koleksi pria untuk musim gugur/dingin 2013.

Bukan Berbicara Tentang Dunia yang Terbagi Antara Masa Kegelapan Sebelum Yesus Lahir dan Pencerahan Sesudahnya

(Agama) Sepakbola Vs Gereja Anglikan?

Suatu saat saya menyaksikan sebuah perselisihan kecil tak jauh dari rumah kami di Charlton, London, yang hampir saja pecah menjadi keributan massal. Penyebabnya sederhana saja: rebutan tempat parkir antara penggemar sepakbola yang menjadi pengunjung sebuah pub, dan mereka yang hendak menunaikan ibadah di sebuah gereja. Kebetulan kedua tempat itu terletak tak berjauhan.

Tidak seperti biasanya yang sepi, umat yang hendak menunaikan ibadah di gereja kala itu meluber, dan beberapa di antara mereka memarkir mobil di halaman pub yang mempunyai tempat parkir yang agak luas. Maklum menjelang Natal.

Celakanya, khusus hari itu, bersamaan dengan jadwal pertandingan sepakbola Liga Inggris. Seperti biasa di hari pertandingan, ada dua tempat yang sibuk: stadion dan pub tempat orang bisa minum bir sambil menonton bola lewat televisi.

Para pengunjung pub marah dengan mereka yang ke gereja karena mengambil tempat parkir para pengunjung pub. Pihak pub meminta mereka yang ke gereja untuk memindahkan mobil. Saya tidak tahu bagaimana awal kejadiannya tetapi situasi menjadi panas, meruncing, saling memaki dan kemudian saling ancam. Untung pihak kepolisian cepat datang untuk melerai dan mengendalikan suasana.

Adalah sebuah kebetulan bahwa kejadian ini hanya seminggu setelah para petinggi Gereja Anglikan di Inggris mengajukan permintaan kepada pemerintah agar melarang penyelenggara sepakbola Inggris untuk tidak lagi memainkan pertandingan seputar hari Natal dan Minggu Paskah maupun (seputar) hari besar keagamaan lain.

Saya tidak tahu apakah permintaan itu keluar karena dilihat jadwal pertandingan sepakbola telah mengganggu kalender hari besar keagamaan, ataukah muncul kekhawatiran bahwa sepakbola telah menjadi godaan buat umat Kristiani untuk berpaling dari gereja.

Karena memang di Inggris seperti diketahui pertandingan bola tidak sekadar dimulai dan berhenti di lapangan bola. Ia juga sebuah rentetan upacara/acara.

Ada yang namanya pembahasan prapertandingan sejak sehari sebelum pertandingan yang ramai di media cetak dan elektronik kengkap dengan acara phone in dan kegiatan interaktif lainnya. Ditambah lagi sekarang dengan adanya internet yang memungkinkan orang membuat acaranya sendiri. Lalu pertandingannya sendiri. Dan setelahnya adalah pembahasan panjang lebar hingga hari berikutnya tentang pertandingan itu sendiri dan konteksnya dalam kompetisi keseluruhan.

Dengan tingkat kepadatan yang seperti itu, tak ada lagi waktu yang lain. Selama sekitar dua atau tiga hari, kalau anda penggemar bola, maka sepakbola adalah segalanya. Dan anda akan termanjakan tanpa batas dan kemungkinan abai terhadap persoalan lain. Termasuk persoalan agama maupun pergi ke gereja. Itulah rutinitas yang terjadi setiap pekannya di Inggris ini bila musim bola.

Persoalannya adalah tingkat ketaatan penggemar bola terhadap rutinitas semacam ini. Semisal ketaatan untuk mendatangi stadion atau setidaknya menonton siaran langsung pertandingan, bersedekah walau imbalannya bukan janji sorga tetapi mungkin kaos dan tiket musiman, menjadi misionaris klub, membahas segala sesuatu pernik peristiwa sepakbola layaknya menelaah kitab suci, dan dengan tekun mencari dan percaya munculnya mesiah-mesiah dalam wujud pemain maupun manajer, dan masih banyak lagi.

Ini belum ditambah kegiatan sepakbola di tingkat akar rumput yang biasanya terselip di antara waktu untuk mengikuti perkembangan persepakbolaan profesional. Praktis sepakbola mengambil seluruh waktu yang ada. Sepakbola memang menjadi fokus rutinitas kehidupan dengan segala eksesnya, baik yang bersifat material, emosional, dan sosial.

Di sinilah ungkapan populer, sepakbola adalah agama yang menemukan konteksnya. Bukan agama konvensional seperti yang dipahami selama ini tentu saja, tetapi lebih menunjuk pada perilaku ritus-sosiologis penggemar bola yang dalam batas tertentu tak beda jauh dengan penganut agama. Minus kepercayaan transendentalnya tentu saja.

Mungkin terlalu berlebihan kalau kemudian menganggap para petinggi Gereja Anglikan betul-betul memaknai sepakbola telah benar menjadi agama tersendiri. Walau menurut saya tak berlebihan kalau kemudian menilai, merujuk pada permintaan larangan pertandingan pada hari besar keagamaan, mereka menganggap sepakbola telah secara langsung menganggu eksistensi Gereja Anglikan?

Karena permintaan agar pemerintah melarang pertandingan di seputar hari besar keagamaan itu juga diikuti dengan seruan agar klub-klub Inggris, termasuk penggemar bola, untuk mengingat kembali akar kekristenan mereka. Libur kegamaan adalah waktu bagi ummat untuk kembali merenungi nilai-nilai keagamaan, kembali ke gereja, kata mereka. Bukankah klub-klub Inggris kebanyakan memang berawal dari komunitas gereja sebelum sepakbola meledak menjadi kegiatan sosial dan kemudian komersial?

Keprihatinan petinggi gereja Anglikan sebetulnya bisa dimaklumi. Cobalah tengok jadwal persepakbolaan Inggris ini. Kapan masa tersibuk dalam kalender tahunan sepakbola Inggris? Jawabnya ditemukan di seputar libur Natal dan Paskah.

Libur Natal dan Paskah jelas pada awalnya diberlakukan untuk memberi kesempatan kepada umat untuk mengonsentrasikan diri merayakan pada dua peristiwa kegamaan paling penting di Inggris ini. Menyegarkan kembali diri pada nilai paling dasar kehadiran Kristus di dunia.

Tetapi kita tahu itu tak berlaku untuk umat sepakbola Inggris yang notabene juga umat Anglikan. Dua minggu libur Natal oleh para administrator sepakbola Inggris secara sengaja diatur menjadi sebuah jejalan jadwal sepakbola yang tanpa kendat.

Di dua minggu sebelum dan sesudah Natal inilah bukannya orang berbicara tentang nilai-nilai dasar kekristenan, tetapi malah yang lebih mengenaskan seringkali menggunakan analogi keagamaan untuk menggambarkan perjuangan yang terjadi kompetisi persepakbolaan.

Periode Natal bukannya berbicara tentang kelahiran Kristus tetapi tentang kelahiran peluang menjuarai liga. Bukan berbicara tentang dunia yang yang terbagi antara masa kegelapan sebelum Yesus lahir dan pencerahan sesudahnya, tetapi malah mengenai masa kompetisi sebelum Desember yang masih belum menentu (masa kegelapan) dan sesudahnya dengan pilahan kelompok yang berkemungkinan menjadi juara, penghuni papan tengah dan yang akan terdegradasi terpetakan (masa pencerahan).

Paskah? Sama saja. Walau tak sesibuk seputar Natal, jadwal pertandingan padat total. Bulan April (saat Paskah) adalah hentakan tenaga terakhir bagi klub untuk bisa jadi juara atau selamat dari degradasi dengan kompetisi berakhir di awal bulan Mei. Di saat ini umat sepakbola tidak berbicara tentang kebangkitan Kristus tetapi mengenai apakah klub yang sepertinya telah terkubur impiannya untuk menjuarai liga ataupun terperam di zona degradasi bisa bangkit kembali.

Jadi bukan hanya kalender keagamaan yang terkooptasi, tetapi juga analogi-analogi suci kegamaanpun turut juga di dalamnya direbut oleh sepakbola. Saya yakin ini sebuah kesengajaan pemanfaatan pengunaan istilah yang bersifat oportunistik saja. Kok sepertinya pas untuk menggunakan analogi-analogi keagamaan untuk menggambarkan dinamika kompetisi sepakbola yang terjadi. Bukan untuk sengaja merebut kaidah agama itu sendiri.

Aih, rumit betul berbicara tentang sepakbola di luar lapangan bola ini….

Selamat Natal bagi anda yang merayakannya. Selamat berpesta bola bagi yang menyukai sepakbola Inggris.

Menyulut Lilin Beromset Miliaran

Randiawan Saputra, Menyulut Lilin Beromset Miliaran

Siapa sangka dari sebuah lilin berbuah bisnis miliaran rupiah? Adalah CV Anugrah Jaya membawa keberuntungan bagi Randiawan Saputra. Lewat perusahaan yang didirikannya, Randi – panggilan Randiawan – mengembangkan bisnis alat penerangan sederhana dari bahan lilin. Bisnisnya ini sudah merambah pasar luar negeri dengan omset hingga miliaran rupiah dalam waktu tiga tahun. Bahkan kabarnya bisnis Randi mampu membukukan Rp 1,26 miliar per bulan. Ini belum termasuk bisnis mesin pencetak lilin kreasinya yang dalam sebulan bisa terjual hingga 7-10 unit dengan harga belasan juta rupiah per unit.

Sukses yang diraih pria kelahiran Semarang 18 April 1986 ini bukan terjadi seketika. Ia pun pernah jatuh bangun membesut bisnis sebelumnya, yaitu penyelenggara acara atau event organizer (EO) yang dirintis sang ayah. Ayahnya dulu dikenal sebagai pembuat acara entertainment menarik bersama pencipta lagu anak-anak Papa T Bob dan berbagai peragaan busana atau kontes kecantikan. Namun bisnis EO tersebut limbung hingga keluarganya terpaksa harus pindah dari Jakarta ke Bandung pada 2009.

Saat pindah ke Bandung, ayahnya beralih ke bisnis lain dengan menjadi distributor produsen kosmetik dan lilin. Sang ayah meminta Randi membantunya mengelola bisnis tersebut. Namun di perjalanan ternyata terjadi ketidaksepahaman dengan produsen lilin mitranya. Karena kecewa, Randi dan ayahnya memutuskan tidak lagi menjadi distributor, melainkan fokus ke distribusi kosmetik. “Anehnya, justru gerai-gerai mitra meminta kami untuk fokus di lilin saja. Sejak saat itu, kami berpikir bagaimana kalau memproduksi sendiri saja,” imbuhnya.

Maka di tahun 2010 perusahaannya mulai mencoba menjadi produsen lilin. Diakui Randi, bisnis ini diawali oleh ayahnya, tetapi ketika bisnis berubah haluan dari distribusi menjadi produsen, Randi lebih banyak berperan. “Ketertarikan saya pada desain dan banyak belajar bisnis ini, plus didukung pemasarannya lewat Internet membuat bisnis ini berkembang lebih luas,” katanya dengan nada bersyukur.

Selain melakukan pemasaran lewat blog, website dan chatting, ia juga tidak terpaku pada pembuatan lilin biasa (lilin untuk mati lampu) saja. Sebagai orang yang dekat dengan dunia kreatif dan desain, ia mengembangkan produk lilin dengan berbagai desain dan kebutuhan seperti lilin untuk peribadatan, hiasan (interior) dan seni.

Randi pun kemudian membuat lilin antinyamuk bermerek Dua Beruang dan ternyata responsnya sangat bagus. Bahkan kini, lilin antinyamuknya bisa dibilang merupakan terobosan, belum ada yang membuat dengan berbagai wewangian seperti sefronela dan lavender. Ia pun membuat lilin pengharum ruangan dan aromaterapi dengan harga terjangkau.

Untuk distribusi, ia memang lebih banyak ke pasar tradisional, belum ke jalur modern. “Tapi saya kan jualannya lewat Internet, bukan saja melalui distributor. Saya juga menjual lilin yang didesain berdasarkan permintaan konsumen atau customize,” ujarnya. Sekarang distribusi produknya mencakup seluruh Indonesia. Bahkan penjualan lewat Internet sudah mencapai luar negeri.

Randi mengaku tak menyangka bisnisnya bisa secepat itu. Padahal di saat awal, ia tidak mampu membeli mesin pembuat lilin yang harganya berkisar Rp 40-60 juta. “Tapi tekad saya waktu itu sudah bulat, harus membuat, bukan distribusi lagi. Maka saya cari-carilah di Internet bagaimana mesinnya itu. Saya pelajari hingga membuat sendiri,” ungkapnya. Ia pun akhirnya menjual mesin pembuat lilin hasil rancangannya itu dan responsnya cukup bagus.

Waktu awal bisnisnya dirintis dengan 10 karyawan, produknya hanya memenuhi pasar Bandung dan daerah Jawa Barat. Setelah 2011, baru merambah pasar hingga keluar Ja-Bar. Sekarang sudah berjalan dengan dua shift produksi didukung 11 mesin, dengan kapasitas produksi 2-3 ribu karton lilin biasa. Perusahaannya pun sudah berhasil memenuhi permintaan pasar nasional dengan harga Rp 5-10 ribu per pak. Per karton isinya ada sekitar 40 pak. Ini belum termasuk produk yang dibuat customize seperti suvenir, fungsi peribadatan dan seni.

Ia beruntung dengan banyak pengembangan yang dilakukannya membuat produknya juga bisa diterima pasar ekspor. Terutama produk untuk peribadatan dan candle light dinner. “Saya terakhir kirim ke Prancis untuk Asosiasi Gereja se-Prancis. Ini permintaan rutin tiap bulan hingga 3-4 ribu karton, empat feet kontainer,” ujarnya sambil mengungkap kalau tahun ini ia menargetkan merambah pasar modern.

Sukses yang diraih Randi memunculkan para kompetitor. Toh ia tidak khawatir, karena ia fokus pada kualitas. “Saya tahu akan dikejar terus oleh pesaing. Makanya setiap tahun saya sudah menyiapkan produk lilin apa saja yang baru. Bahkan untuk lima tahun ke depan sudah siap,” ucap pria yang memiliki 30-an karyawan di pabrik lilinnya yang seluas 500 m2 ini.

Ia mengaku produk yang dihasilkannya menguasai lebih dari 50% pasar Jawa, Sulawesi dan Kalimantan. “Saya bersyukur, kini bisnis kami bisa tumbuh pesat dengan pertumbuhan 50% per tahun,” kata Randi yang tidak menyelesaikan kuliah di Jurusan Desain Grafis UPI YAI, Jakarta.

Tak puas hanya berbisnis lilin, kini Randi sudah mengembangkan bisnis permen. “Saya mulai produksi lolipop, ternyata sambutannya luar biasa,” ujarnya. Bahkan sekarang karyawannya sudah 25 orang untuk produk permen ini. Kelak usaha permennya ini akan dipegang oleh adiknya yang kini baru menyelesaikan kuliah di Hubungan Internasional Universitas Parahyangan, Bandung.

“Untuk produk permen ini, permintaannya sudah luar biasa, bahkan saya kewalahan tidak cukup kapasitas produksinya,” kata Randi sambil menyebut mereknya My Loli. Kapasitasnya baru 2 ribu pak per bulan, tetapi permintaannya sudah 10 ribu pak. Per pak harganya sekitar Rp 10 ribu di pabriknya yang seluas 400 m2.

Andre Vincent Wenas, dosen IPMI International Business School, menilai Randi sudah punya passion sebagai seorang wirausaha. Konsekuensinya, ia harus menjadi orang yang tahan banting dan tidak kenal menyerah. “Keuletan adalah sifat yang memang harus dimiliki seorang entreprenur seperti Randi,” kata Andre yang juga Presdir PT Permata Tene.

Dengan bermodal keuletan dan sikap pantang menyerah, Randi akan terus berinovasi dan mencari hal baru yang bisa ditawarkan kepada konsumennya. Kreativitas dalam pengembangan produk dan persistensi dalam memperkuat organisasi supaya jalur-jalur distribusi bisa semakin kokoh adalah kunci untuk bertahan dan bahkan memenangi persaingan.

Tentu banyak hal yang selalu harus diwaspadai. Pemain baru akan terus-menerus masuk dan kompetitor lama tidak akan tinggal diam untuk menawarkan hal baru produk lilinnya. Nah, agar bisa berkembang dan bertahan dari gempuran kompetitor, Randi mesti membangun organisasi yang di dalam organisasi itu mesti ada manajemen dan kepemimpinan. Disiplin organisasi pun mesti dibangun, sehingga bisnis bisa bertahan lama dan berkesinambungan.

Malaikat Tidak Memiliki Sayap

Pastor gereja Katolik sebut malaikat tidak memiliki sayap

Seorang pastor Gereja Katolik Roma menyatakan malaikat memang ada, tetapi mereka tidak mempunyai sayap atau tampak seperti kerubim (makhluk surgawi bersayap dalam Alkitab).

Pastor Renzo Lavator, seorang angelologi atau ilmu mempelajari malaikat dalam agama tertentu, mengatakan makhluk surgawi itu bahkan lebih terlihat seperti pecahan cahaya, seperti dilansir surat kabar the Daily Mail.

"Mereka justru seperti sinar matahari yang terpantul melalui sebuah vas kristal," kata Lavator di sebuah diskusi tentang malaikat di Ibu Kota Roma, Italia.Dia menambahkan dirinya berpikir ada sebuah penemuan kembali tentang malaikat dalam kekristenan.

Lavator saat itu turut ambil bagian dalam sebuah diskusi tentang malaikat dalam seni yang digelar oleh Fondazione Archivio Storico, sebuah yayasan seni asal Italia, dan diadakan di Palazzo della Cancelleria yang dimiliki Vatikan.

"Sejarah budaya tentang malaikat mengikuti sejarah kemanusiaan, atau setidaknya peradaban manusia," ujar penggagas acara itu. "Malaikat telah membantu mendorong pemikiran keagamaan dan filosofis, serta melahirkan sebuah bentuk-bentuk luhur ekspresi puitis dan artistik."

Lavator mengatakan gambaran populer mengenai malaikat yang ada saat ini lantaran malaikat kembali menjadi tren. Tapi menurutnya hal ini bisa dimengerti dalam semua gambaran malaikat di sekitar Natal.

"Ada ruang untuk itu, tetapi Anda harus memahami bahwa ini bukanlah representasi nyata. Malaikat tidak memiliki sayap atau tampak seperti kerubim," ujar dia.

Lavator, yang juga seorang demonologi atau ilmu mempelajari setan, mengatakan malaikat saat ini lebih dibutuhkan dibandingkan sebelumnya lantaran meningkatnya sekulerisme dan materialisme dalam masyarakat yang telah menyebabkan terbukanya pintu untuk iblis.

"Ada lebih banyak gangguan dari kekuatan-kekuatan jahat. Itu sebabnya kenapa Anda banyak melihat antrian orang-orang di luar ruangan pengusiran setan di gereja," ucap dia.

"Paus Fransiskus membicarakan lebih banyak hal tentang setan daripada tentang malaikat dan saya pikir itu benar. Tapi ini masih permulaan, dia juga akan membicarakan mengenai malaikat juga nantinya," kata Lavator.

Rahasia Tips Untuk Entrepreneur Baru

10 tips berguna untuk entrepreneur baru

Saya menulis tips ini selama perjalanan pulang, ketika saya berefleksi pada masa-masa awal saya menjadi seorang entrepreneur baru. Memikirkan hal ini membuat saya tersenyum, khususnya ketika saya tahu betapa beruntungnya perusahaan kami pada masa-masa itu. Beberapa hal berjalan dengan baik, sementara perusahaan lain tidak mengalami nasib yang sama. Berikut adalah tips dan pelajaran yang kami pelajari selama masa-masa awal kami membangun Tech in Asia. Saya berharap tips ini membantu.

1. Lakukan penelitian: Sebelum Anda memulai bisnis, pahami seberapa kuat pesaing Anda dan bagaimana Anda ingin membuat perbedaan di pasar yang ingin Anda masuki. Anda juga harus mencari tahu apakah pasar tersebut layak untuk dimasuki. Apakah permasalahan yang ingin Anda selesaikan benar-benar nyata? Apakah orang-orang mau membayar untuk menggunakan layanan Anda? Meng-google informasi terkait industri yang ingin Anda masuki bisa menghabiskan waktu yang lama. Anda juga harus berdiskusi dengan orang-orang di industri tersebut. Tidak banyak orang yang meluangkan cukup banyak waktu untuk hal ini.

2. Jadilah orang yang rendah hati dan menyenangkan: Menjadi lulusan dari perguruan tinggi yang super keren tidak berarti banyak pada Anda. Jadi, tetaplah rendah hati, tidak ada yang menyukai orang yang arogan. Anda harus bersikap baik dan mau belajar. Jika orang-orang cukup menyukai Anda, mereka akan sangat senang untuk membantu Anda sukses.

3. Tahu siapa yang benar dan siapa yang poser: Ketika berbicara dengan orang-orang penting, tidak dapat dihindari bahwa Anda akan menemui beberapa poser. Suka atau tidak, di setiap industri akan ada pembual dan Anda perlu belajar bagaimana mengidentifikasi mereka. Hal ini tidak mudah dan membutuhkan latihan. Jadi, kritislah dalam menerima dan menuruti nasihat dari orang lain, karena Anda adalah orang yang paling tahu tentang bisnis Anda.

4. Mengerti kenapa Anda ingin menjadi entrepreneur: Setiap orang mempunyai motivasi yang berbeda untuk menjadi seorang entrepreneur. Beberapa orang termotivasi oleh uang dan kejayaan, sementara beberapa yang lain hanya ingin membuat dunia sebagai tempat yang lebih baik. Jika Anda termotivasi oleh uang, Anda harus berpikir ulang. Anda mungkin bisa membuat banyak uang (dalam waktu yang lebih singkat) dengan bekerja di perusahaan daripada membangun sebuah startup.

5. Bicara kepada keluarga dan pacar Anda: Memperoleh dukungan dari keluarga merupakan suatu hal yang penting. Jika mereka tidak suka apa yang Anda lakukan, maka Anda lebih baik mempersiapkan diri Anda untuk menghadapi berbagai tekanan dari mereka setiap harinya. Jika Anda mempunyai pacar, bicaralah padanya untuk mendapat dukungan. Membangun sebuah perusahaan cukup membuat stress, jadi usahakan untuk tidak mendapat tekanan dari keluarga ataupun pacar.

6. Buatlah prosedur, sistem, dan budaya dari hari pertama: Rencanakan prosedur internal, target, dan budaya Anda. Kelolalah semua hal tersebut dari awal sehingga akan lebih mudah untuk mengembangkan tim Anda di masa mendatang. Budaya perusahaan Anda mungkin adalah investasi paling berharga yang Anda punya. Bangunlah budaya kerja yang bagus dari awal dan dapatkan orang-orang hebat untuk bergabung di tim Anda.

7. Jadilah sangat selektif dalam memilih anggota tim inti Anda: Tidak hanya harus bisa menyesuaikan diri dengan budaya Anda, mereka juga harus mempunyai kinerja yang bagus. Atau mereka harus menjadi pembelajar yang cepat sehingga bisa berubah menjadi anggota tim yang berharga di masa mendatang.

8. Pahami keuangan pribadi Anda, rencanakan ke depan: Sebagai entrepreneur pemula, Anda mungkin tidak dapat memperoleh dana. Jadi rencanakan keuangan pribadi Anda ke depan. Penting untuk memahami berapa lama Anda bisa bertahan dengan sedikit atau tanpa uang. Ini memberi Anda tenggat waktu untuk mengumpulkan uang atau mulai membuat perusahaan Anda menghasilkan keuntungan.

9. Bootstrap, kirim dengan cepat: Meskipun Anda seorang bos, jangan bertindak seperti bos. Tetap hemat dan jaga agar pengeluaran operasi Anda tetap ramping. Kirimkan produk Anda dengan cepat sehingga Anda bisa mendapatkan feedback dari pengguna dengan cepat. Pahami bagaimana orang menggunakan produk Anda, kemudian perbaiki, kirimkan, dan ulangi.

10. Tetap sehat: Anda termotivasi dan passionate, jadi wajar jika Anda ingin bekerja sampai larut malam untuk mendorong pertumbuhan bisnis Anda. Tidak apa-apa jika Anda terkadang melakukan hal ini, tapi jangan jadikan ini kebiasaan. Kesehatan adalah kekayaan dan membangun bisnis yang solid adalah seperti lari maraton, bukan sprint. Tidur adalah hal yang penting, sehingga Anda bisa membuat keputusan yang bagus. Dan sebagai CEO perusahaan, Anda harus tetap fit untuk merencanakan langkah besar Anda berikutnya.

Mampukah KAMU - Menunggui Anakmu yang Koma Selama 5 Tahun ??

Tunggui Anak 5 Tahun Koma, Ibu Melur Jual Aksesoris untuk Bertahan Hidup

Pematangsiantar - Menunggu orang sakit, tentu bukan perkara sederhana. Apalagi yang ditunggu koma 5 tahun. Seperti dialami Melur Panjaitan (46), ibu tiga anak asal Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumut. Di waktu luang, ia membuat aksesoris.

Kalung dan gelang adalah kreasi Melur. Bukan untuk dipakai sendiri, melainkan dijual. Ya karena ia butuh uang untuk hidup selama menjaga anak gadisnya, Bulan Magdalena Hutagaol (24), yang koma dan dirawat di RSUD Djasamen Saragih Pematangsiantar.

"Lumayanlah hasilnya. Bisa untuk uang makan sehari-hari," katanya di ICCU RS Djasamen Saragih, Minggu (22/12/2013).

"Kadang juga bisa untuk beli makanan tambahan buat Magda," imbuh janda dengan 3 anak ini.

Magda, panggilan akrab Bulan Magdalena Hutagaol, mengalami koma setelah terlibat kecelakaan pada Minggu, 22 Maret 2009 silam. Saat kejadian, ia duduk di semester 2 Akademi Kebidanan RS HKBP. Ia sempat dirawat di salah satu rumah sakit swasta di Pematangsiantar. Dua bulan kemudian, tepatnya akhir bulan Mei 2009, ia dipindahkan ke RSUD Djasamen Saragih dan dirawat di ruang Krisan.

Selama di rumah sakit, Melur mendapatkan bantuan dari Dinas Sosial Pemkot Pematangsiantar. Ia merasa tertolong dengan fasilitas itu, sehingga tidak perlu membayar biaya pengobatan. Namun untuk biaya hidup sehari-hari, Melur harus berhemat.

Melur yakin anaknya akan sadar dan kembali normal. Selain berharap perawatan medis, ia juga tidak henti-hentinya berdoa.

"Aku yakin, Magda pasti akan sembuh. Buktinya, meski sedikit kemajuannya ada. Magda mulai bisa makan dan kadang mulai merespons panggilan. Aku juga yakin Tuhan pasti akan memenuhi janji-Nya," ujarnya.

Keyakinan itulah yang membuatnya sabar menunggu Magda. Ia menghabiskan hari-hari di RS, membasuh tubuh anaknya, memijat, dan mengajaknya bicara. Meski lebih sering ia bicara sendiri, karena Magda masih tergolek lemah di tempat tidurnya.

Sukses Dimulai Dari Pagi Hari

Bila Ingin Sukses, Jangan Terburu-buru pada Pagi Hari

Lembur, begadang menonton pertandingan bola atau serial televisi favorit, mimican (minum-minum cantik) bersama sahabat, dan sebagainya menyebabkan tidur malam jadi berkurang. Akibatnya pada pagi hari, saat bersiap-siap ke kantor, Anda jadi terburu-buru dan mengakibatkan rencana harian pun jadi berantakan.

Padahal, kemampuan menjaga konsentrasi kerja sehari penuh bergantung pada bagaimana Anda memulai hari. Seperti dikutip dari Times of India, kunci terbaik agar pagi hari menjadi produktif adalah melewatinya dengan tidak terburu-buru. Oleh karena itu, niscaya pikiran pun akan selalu positif dan aktivitas yang telah direncanakan berjalan dengan baik.

Kebanyakan para tokoh sukses memiliki ritual selalu bangun lebih pagi, tidak mengecek surel atau menelepon klien sebelum sarapan. Pertama, melangkah ke luar rumah, barulah mereka menyusun kembali rencana yang sebelumnya sudah diagendakan pada hari tersebut.

Jika ingin meraih kesuksesan dalam hidup, maka tak ada salahnya mencontoh kiat-kiat yang dipercaya dapat membuat Anda menjalani waktu pagi dengan teratur dan pastinya tidak terburu-buru.

1. Atur alarm Anda 15 menit lebih cepat

Cara ini tidak akan membuat Anda terbangun dengan kaget dan bergegas lari menuju kamar mandi. Sebaliknya, aturan 15 menit lebih cepat ini akan mengawali aktivitas Anda pada pagi hari dengan tahapan-tahapan yang lebih damai dan tenang.

Terjaga lebih cepat membuat Anda memiliki waktu luang untuk "mengumpulkan" nyawa. Hal yang demikian sama pentingnya dengan mempersiapkan diri secara fisik dan mental untuk menjalankan segala kegiatan sepanjang hari.

2.  Sebelum tidur, intip kembali agenda untuk esok hari

Menengok kembali jadwal agenda yang telah Anda susun untuk esok hari akan membantu memberikan perspektif tentang bagaimana cara untuk memulainya. Cara ini membantu Anda lebih fokus dan tentunya dapat mencegah terjadinya "keributan" pada pagi hari.

3. Olahraga

Mengawali hari dengan berolahraga dapat membuat suasana hati jadi lebih bahagia, lebih tenang, dan tentunya lebih segar! Tidak perlu olahraga berat yang menguras banyak energi. Pilihlah aktivitas fisik yang lebih ringan seperti berjalan santai, atau lari pagi berintensitas ringan, atau sekadar membersihkan rumah dengan menyapu dan mengepel. Peluh yang menetes dari sekujur tubuh dapat membuat pikiran lebih jernih.

4. Menu sarapan yang tepat

Biasakan untuk mengisi perut sebelum memulai aktivitas, lakukanlah dengan tidak terburu-buru. Nikmati waktu sarapan sembari berbincang dengan suami dan anak, atau bila Anda belum berkeluarga, bisa melakukannya bersama orangtua serta saudara yang tinggal satu rumah. Kegiatan yang seperti itu, selain membuat tubuh mendapatkan asupan gizi yang tepat, juga bakal membuat Anda lebih percaya diri dan energik.

Selama Kau Masih Berhati Tikus, Tak Peduli Bagaimana pun Bentukmu, Kau Tetaplah Seekor Tikus

Seekor tikus merasa hidupnya sangat tertekan karena takut pada kucing. Ia lalu menemui seorang penyihir sakti untuk meminta tolong. Penyihir memenuhi keinginannya dan mengubah si tikus menjadi seekor kucing.

Namun setelah menjadi kucing, kini ia begitu ketakutan pada anjing. Kembali ia menemui penyihir sakti yang kemudian mengubahnya menjadi seekor anjing.

Tak lama setelah menjadi anjing, sekarang ia merasa ketakutan pada singa.

Sekali lagi penyihir sakti memenuhi keinginannya dan mengubahnya menjadi seekor singa.

Apa yang terjadi? Kini ia sangat ketakutan pada pemburu. Ia mendatangi lagi si penyihir sakti meminta agar diubah menjadi pemburu. Kali ini si penyihir sakti menolak keinginan itu sambil berkata,

"Selama kau masih berhati tikus, tak peduli bagaimana pun bentukmu, kau tetaplah seekor tikus yang pengecut"

Pesan Moral:

Kawan, rasa takut yang terbesar adalah dari diri sendiri. Maka hendaknya kita harus menyiapkan mental dalam menghadapi segala persoalan yang ada sehingga kita akan mudah menyelesaikan segala permasalahan. Jangan takut dan memikirkan diri kita dengan rendah, lupakan semua itu. Hadapi semua dengan kekuatan hati!

Ukuran Kepintaran Seseorang Hanya TUHAN yang Mengetahuinya

Kisah Motivasi Orang Terbodoh Di Dunia Dengan Uang Rp. 500
ketika seorang pengusaha sedang memotong rambutnya pada tukang cukur yang berdomisili tak jauh dari kantornya, mereka melihat ada seorang anak kecil berlari-lari dan melompat-lompat di depan mereka.

Tukang cukur berkata, "Itu Bejo, dia anak paling bodoh di dunia"

"Apa iya?" jawab pengusaha

Lalu tukang cukur memanggil si Bejo, ia lalu merogoh kantongnya dan mengeluarkan lembaran uang Rp. 1000 dan Rp. 500, lalu menyuruh Bejo memilih,
"Bejo, kamu boleh pilih & ambil salah satu uang ini, terserah kamu mau pilih yang mana, ayo nih!"

Bejo melihat ke tangan Tukang cukur dimana ada uang Rp. 1000 dan Rp. 500, lalu dengan cepat tangannya bergerak mengambil uang Rp. 500.

Tukang cukur dengan perasaan benar dan menang lalu berbalik kepada sang pengusaha dan berkata,
"Benar kan yang saya katakan tadi, Bejo itu memang anak terbodoh yang pernah saya temui. Sudah tak terhitung berapa kali saya lakukan tes seperti itu tadi dan ia selalu mengambil uang logam yang nilainya paling kecil."

Setelah sang pengusaha selesai memotong rambutnya, di tengah perjalanan
pulang dia bertemu dengan Bejo. Karena merasa penasaran dengan apa yang

dia lihat sebelumnya, dia pun memanggil Bejo lalu bertanya, "Bejo, tadi saya melihat sewaktu tukang cukur menawarkan uang lembaran Rp. 1000 dan Rp.

500, saya lihat kok yang kamu ambil uang yang Rp. 500, kenapa tak ambil yang Rp. 1000, nilainya kan lebih besar 2 kali lipat dari yang Rp. 500?"

Bejo pun berkata, "Saya tidak akan dapat lagi Rp. 500 setiap hari, karena tukang cukur itu selalu penasaran kenapa saya tidak ambil yang seribu. Kalau saya ambil yang Rp. 1000, berarti permainannya akan selesai..."

Pesan Moral:

Banyak orang yang merasa lebih pintar dibandingkan orang lain, sehingga mereka sering menganggap remeh orang lain. Ukuran kepintaran seseorang hanya TUHAN yang mengetahuinya. Alangkah bijaksananya kita jika tidak menganggap diri sendiri lebih pintar dari orang lain.

Selalu ADA Jalan

Ternyata ada orang Indonesia di balik kesuksesan film "The Hobbit : Desolation of Sma

Ada yang sudah menonton "The Hobbit: The Desolation of Smaug?"

Ternyata salah satu animatornya adalah orang Indonesia bernama Rini Sugianto!

Film the Hobbit ke-2 yang dirilis tanggal 13 Desember di Indonesia ini kembali menceritakan petualangan Bilbo Baggins dalam melawan naga bernama Smaug yang telah menguasai harta para kurcaci.

Merupakan suatu prestasi yang membanggakan tentunya melihat ada nama orang Indonesia yang ikut menggarap film yang telah dinanti-nanti oleh para fans di seluruh dunia ini.

“Setelah Hobbit yang tahun kemarin, waktu itu saya ikut kerja di dua film, Iron Man 3 dan the Hunger Games: Catching Fire yang sekarang sedang main. Setelah selesai dari Hunger Games, baru mulai terlibat di proses animasi Hobbit 2,” ujar perempuan yang dalam 3,5 tahun terakhir bekerja sebagai animator di perusahaan milik sutradara Peter Jackson, WETA Digital, di Selandia Baru ini.

Sekitar 1,200 karyawan dikerahkan oleh WETA Digital untuk menggarap film the Hobbit yang ke-2 yang dikerjakan di Selandia Baru. Animatornya sendiri berkisar sekitar 100 orang.

Tantangan Menggarap Hobbit 2

Rini yang juga ikut mengerjakan animasi untuk film-film Hollywood seperti the Adventures of Tintin, the Avengers, Iron Man 3, Planet of the Apes, dan the Hobbit ini mengatakan bahwa tantangan dalam menggarap film Hobbit yang ke-2 jauh lebih berat jika dibandingkan dengan film yang pertama. “Mungkin sudah ada Hobbit pertama sebagai pembandingan. Kita jadi merasa harus selalu lebih bagus. Jadi pressurenya juga lebih banyak, dan ceritanya sendiri lebih besar dibandingkan dengan yang pertama,” cerita lulusan S2 jurusan animasi dari Academy of Art di San Francisco ini.

Rini menghabiskan waktu sekitar enam bulan untuk menyelesaikan proses animasi film Hobbit yang ke-2 ini. “Saya kebanyakan ikut mengerjakan di bagian dragon (Smaug). Itu sudah mulai di bagian terakhir, kata perempuan yang hobi mendaki gunung ini. “Tapi mungkin jangan dikasih tahu dulu, nanti yang belum nonton malah jadi spoiler,” sambungnya.

Kesempatan untuk ikut menggarap animasi film the Hobbit yang ke-1 dan 2 ini bisa dikatakan sebagai suatu kebetulan yang unik bagi Rini. Pasalnya, Rini memang suka dengan cerita fantasi the Hobbit dan the Lord of the Rings, yang merupakan kelanjutannya.

“Setelah saya nonton film Lord of the Rings, saya mencoba baca bukunya. Namun, ceritanya terlalu berat dan bukunya tebal. Akhirnya, karena tidak bisa baca buku Lord of the Rings, saya mulai baca buku Hobbit, karena Hobbit itu untuk anak kecil bukunya,” kenang Rini. “Jadi saya familiar dengan cerita di bukunya dan untuk kerja di filmnya sendiri ada adegan-adegan yang saya merasa ‘oh, saya pernah baca tentang ini, saya tahu ceritanya’ It’s really cool!” kata tambahnya.

Walaupun penggarapannya telah selesai, Rini mengaku dia belum sempat menonton hasil akhirnya. Biasanya seusai penggarapan, dia dan karyawan WETA lainnya lebih memilih untuk beristirahat setelah bekerja keras menyelesaikan sebuah film. Rini mengatakan dirinya bisa bekerja hingga 90 jam dalam seminggu untuk menggarap film ini. “Sekarang masih pada take a break,” canda Rini.

Merupakan kebanggaan tersendiri tentunya ketika namanya muncul di credit title film yang digarapnya. Usaha, kerja keras, dan jam kerja yang panjang seperti terlupakan. “Biasanya teman-teman atau misalnya di Internet yang melihat duluan sebelum saya,” kata Rini sambil tertawa.

Meskipun film Hobbit yang ke-2 ini baru selesai, WETA saat ini telah memulai penggarapan film Hobbit yang ke-3. “Ada kemungkinan saya tidak ambil bagian di Hobbit yang ke-3,” ujar Rini.

Selandia Baru Rayakan Perilisan Hobbit 2

Perayaan atas selesainya penggarapan film the Hobbit yang ke-2 ini juga tidak sebesar yang pertama, di mana pada waktu itu kota Wellington yang merupakan ibu kota dari Selandia Baru, dihias dengan berbagai dekorasi yang berhubungan dengan the Hobbit. “Mereka benar-benar bersihin kotanya dan mereka taruh sculpture (patung) yang besar banget di key point di Wellington. Mereka membuat patung Gollum yang besar banget dan ditaruh di airport. Terus ada patung Gandalf besar di teater Embassy (teater tempat penayangan perdana film Hobbit). Dan mereka mulai pasang sebulan sebelum premierenya,” cerita Rini.

Pada waktu itu premier film Hobbit dilakukan di Selandia Baru, sedangkan premier film Hobbit yang ke-2 ini dilakukan di Los Angeles. Namun, berbagai promosi tetap dilakukan di Selandia Baru. “Air New Zealand, maskapai penerbangan dari New Zealand, pasang gambar Smaugnya. Satu pesawat dilukis. Kalau tahun kemarin WETA workshop bikin patungnya Gollum dan ditaruh di airport, sekarang patung Gandalf sama eaglenya yang ditaruh di dalam airportnya,” papar Rini.

Berkarya di Hunger Games

Proses penggarapan animasi yang dilakukan oleh Rini untuk film Hunger Games: Catching Fire cukup singkat, karena memang WETA tidak mengerjakan film secara keseluruhan. “Fun banget buat saya. Projectnya sangat pendek, karena kita hanya dapat satu sequence, jadi tidak satu full film seperti Hobbit. Di hunger games WETA sendiri mengerjakan bagian yang ada monyetnya. Semuanya mungkin berkisar tidak sampai tiga bulan,” ceritanya.

Rencana ke Depan

Rencananya sebentar lagi Rini akan pindah ke Los Angeles untuk berkumpul kembali dengan suaminya yang dinikahinya pada tahun 2012 lalu.

Karena hal ini Rini terpaksa keluar dari WETA. “So far hubungan saya dengan department di WETA lumayan bagus dan mereka juga bilang kalau ada kesempatan lagi, saya bisa balik ke WETA untuk kerja di proyek yang lain,” kata Rini.

Untuk sementara, di Los Angeles nanti Rini berencana untuk break dulu dari pekerjaannya sebagai animator untuk fokus di program mentoring (http://www.flashframeworkshop.com/) yang sudah dia bina sejak tahun lalu.

“Sebenarnya dari setelah wawancara di koran terutama dengan VOA, saya mulai dapat banyak e-mail dari teman-teman dan pelajar-pelajar di Indonesia yang tertarik dengan animasi, dan mau mulai belajar animasi. Mereka banyak bertanya bagaimana caranya belajar animasi dan mulainya dari mana. Pertanyaannya kebanyakan sama. Dari situ saya mikir daripada saya jawab satu-satu mendingan digabung saja, selama saya masih bisa mengajar online atau kasih kritik online, karena saya di Selandia Baru, why not? Jadi mulai dari tahun kemarin saya mulai menerima murid untuk program animasi, tapi sistemnya mentoring. Tidak seperti sekolah yang umum. Dan semuanya dilakukan secara online. So far, murid kita sudah ada sekitar 10 orang yang tahun kemarin dan tahun ini kelar satu level. Beginner sama intermediate,” papar Rini.

Saat ini program mentoringnya ini masih dikerjakanya sendiri secara part time, karena pekerjaannya di WETA cukup memakan waktu. Jika nanti sudah berhenti kerja di WETA, Rini berharap bisa mengembangkan program mentoringnya ini. Salah satu rencananya adalah mengadakan program beasiswa bagi orang-orang yang kurang mampu, namun tertarik untuk belajar animasi dengannya. Selain itu, Rini juga berencana untuk mengadakan beberapa workshop baik di Jakarta maupun di kota-kota lain di Indonesia.

Rini berharap agar kualitas animasi di Indonesia semakin meningkat. “Semoga dengan sedikit guidance dan exposure ke proses pembagian animasi yang biasanya digunakan di luar (negeri), bisa digunakan oleh para murid pengetahuan itu untuk lebih berkembang.”

Pesannya untuk para animator muda di Indonesia, “Never give up. There's always a way.”