Bermodal Rp 200 Juta, Fajar Kembangkan Real Estate Miliaran Rupiah
Tak
selamanya kucuran dana besar menjadi modal utama membangun sebuah
perumahan. Buktinya bisa Anda dilihat pada diri pengusaha ini.
Bermodal
uang Rp 200 juta, sebuah ciuman tangan, dan sekantong plastik buah
mangga, Fajar R. Zulkarnaen, berhasil membuat real estate di kawasan
Jakarta Selatan. Ya, Fajar mampu menyakinkan pemilik tanah agar melepas
lahan seluas 1.500 m2. Padahal sebelumnya sudah banyak yang mengincar
lahan tidur tersebut dan gagal mendapatkannya.
Menurut
Fajar, terkadang untuk memuluskan sebuah kesepakatan bisnis, nominal
uang bukanlah segalanya. Diperlukan unsur lain seperti kepercayaan,
kedekatan emosional, dan tentu saja hubungan antarmanusia. “Jadi bukan
sekadar hubungan bisnis semata,” kata pria alumnus FMIPA Universitas
Padjajaran dan master Teknologi Lingkungan, ITB, Bandung, ini.
Namun,
bukan berarti keberhasilannya membeli lahan tersebut, lantas memuluskan
langkah usahanya. Pasalnya bisnis tersebut sempat tak direstui oleh
orang-orang dekatnya. Termasuk pihak keluarga. Maklum sebelumnya Fajar
pernah terjerembab dalam kegagalan pada bidang bisnis lain. Mulai dari
mencoba berjualan alat pengeboran migas, coating kapal, hingga
pengecatan antikarat onderdil mobil.
Tapi itu semua tak
menyurutkan langkahnya untuk membangun perumahan bernama Pejaten
Greenland, di Jalan Gunuk, Jakarta Selatan. Melalui bendera PT. Bumi
Alam Indah, Fajar mulai menemukan passion-nya. Kini, sudah 50 persen
rumah telah berhasil dijualnya. Lantas apa kiat suksesnya? Berikut
adalah petikan wawancara IDEBISNIS dengan Fajar R. Zulkarnaen.
Bagaimana awal pembangunan perumahan ini?
Setelah
berbagai macam bisnis dijalani, baru bisnis properti inilah saya
merasakan ada kemajuan. Saya nekat membeli tanah yang ada di belakang
rumah. Pada waktu itu, sekitar tahun 2010, harganya Rp 1,2 miliar.
Sedangkan uang di tabungan hanya Rp 200 juta. Sisanya (Rp 1 miliar) saya
janji pada pemilik untuk melunasinya dalam waktu 8 bulan.
Begitu
tanah seluas 1.500 m2 itu berhasil berpindah kepemilikan, saya langsung
promosikan perumahan yang akan saya bangun. Rumah belum jadi, satu
rumah sudah ada yang beli. Lantas uang pembelian rumah pertama tersebut
saya berikan untuk pemilik tanah. Sebagian lagi (uangnya), saya dapatkan
dari sumber yang lain. Akhirnya sebelum 8 bulan, utang saya kepada
pemilik tanah bisa dilunasi.
Untuk membangun rumah yang
lain, saya pinjam dana ke Bank BRI dan Panin. Pinjam ke bank pun tak
langsung miliaran. Tapi bertahap. Pertama ratusan juta. Begitu
seterusnya. Kalau dianggap lancar, jumlah pinjaman bisa ditingkatkan.
Persaingan
bisnis properti terbilang ketat. Apalagi di daerah ini sudah tampak
beberapa perumahan sejenis. Apa kiat Anda untuk berkembang?
Betul.
Persaingannya ketat. Tentang banyaknya perumahan cluster di kawasan
ini, saya akui memang seperti itu. Bahkan banyak yang menyangsikan
perumahan yang saya bangun, bakal laku. Namun justru itu, bila suatu
daerah sudah ada pengembang (perumahan) yang lain, berarti potensi pasar
di daerah tersebut cukup tinggi. Kita tak perlu lagi survey
macam-macam. Dijamin, segmen pasar pasti ada. Buktinya, sekarang sudah 4
rumah yang terjual.
Kita pun memberikan konsep town
house dengan kualitas terbaik. Terutama pada konstruksi dan bahan
bangunan. Infrastruktur kita bangun lebih ramah lingkungan. Kalau di
tempat lain jaringan listrik masih berada di atas bangunan, di sini,
semua jaringan listrik berada di bawah tanah. Jadi tak merusak
pemandangan. Air pembuangan pun kita bangun agar tak menimbulkan
kerusakan lingkungan.
Harga yang saya berikan pun
sangat kompetitif. Bila di perumahan lain dijual Rp 1,5 miliar, saya
jual antara Rp 1,1 – Rp 1,5 miliar.Uang muka bisa dicicil hingga tiga
kali. Jadi konsumen lebih ringan membayarnya. Prosedurnya pun lebih
mudah. Setelah uang masuk sebanyak 30 persen dari harga total, saya akan
bangun rumahnya.
Tadi disebutkan harga rumah yang Anda bangun, lebih murah dibandingkan pengembang lain. Mengapa bisa begitu?
Saya
membangun rumah tak menggunakan jasa kontraktor. Karena back ground
saya adalah kontraktor. Jadi saya bisa menghemat biaya produksi hingga
10-15 persen. Perusahaan ini pun didukung oleh SDM yang sudah
berpengalaman membangun berbagai macam gedung.
Kami pun
mendapat pasokan bahan bangunan dari para distributor besar. Mulai dari
semen hingga besi. Harganya tentu lebih miring dibandingkan retailer.
Dengan begitu, saya bisa menekan cost pembuatan rumah. Tapi kualitasnya
tetap terjamin.
Berapa omzet yang diperoleh dari perumahan ini?
Proyeksinya sekitar Rp 20 miliar.
Biaya terbesar dari bisnis properti ini?
Terbesar
tentu ada pada tanah (pembebasan lahan). Dulu tanah ini enggak rata
seperti ini. Berbukit-bukit. Jadi saya harus meratakannya. Kedua pada
over head. Tiap bulan harus memberi gaji karyawan mulai dari arsitek
hingga akuntan. Terakhir baru pada konstruksi.
Bagaimana
menyikapi fenomena tingginya suku bunga acuan BI yang merangkak naik
sehingga berpengaruh terhadap bisnis properti? Lalu bagaimana dengan
melemahnya rupiah terhadap dollar AS?
Beberapa program telah
dijalankan. Semisal uang muka bisa dicicil hingga 3 kali. Bisa juga
dengan pembayaran tunai bertahap. Jadi saya menerapkan strategi pricing
yang tepat sehingga pembayaran uang muka dan KPR-nya jauh lebih ringan.
Kita pun akan menurunkan segmen pasar. Tak hanya membuat rumah untuk
kalangan atas. Di 2014, kita akan membangun rumah untuk kelas
menengah–bawah.
Sementara kalau soal pelemahan rupiah,
sebenarnya tak terlalu berpengaruh. Karena sebagian besar kita
menggunakan material lokal. Tentu dengan kualitas terbaik . Yang paling
berpengaruh justru musim hujan ini. Proyek pembangunan jadi banyak yang
molor.
Bagaimana ceritanya bisa berkecimpung di dunia properti ini?
Di
awal karier sebagai pengusaha, justru saya banyak gagalnya. Pertama
kali bisnis spare part alat migas, di 2008, gagal. Begitu juga saat
bergerak di bidang electroplating, gagal lagi. Lalu saya mendirikan PT
Maja Bangun Sejati yang berkutat di bidang sipil dan arsitektur.
Membangun berbagai gedung bertingkat. Tentu harus tender dulu.
Lama-lama, capek juga. Akhirnya saya berhenti dan mendirikan perusahaan
PT Bumi Alam Indah yang membangun perumahan Pejaten Greenland ini.
Anda pernah gagal dalam beberapa bidang usaha. Pelajaran apa yang bisa diambil?
Dulu
kita inginnya terlihat gagah. Semisal kantor harus mewah, mobil harus
bagus. Sekarang saya sudah tak seperti itu. Saya tekan cost serendah
mungkin. Misalnya, kantor tak perlu terlalu bagus. Malah sekarang kantor
pemasaran, ada dalam proyek kan Ha..ha…ha… ha.
Saya
pun kini lebih fokus. Bisnis properti menjadi prioritas utama. Kalau
dulu boro-boro. Ingin usaha ini, pengen usaha itu. Enggak fokus. Jadinya
ya … begitu. Rugi terus! Tapi ini tak menghalangi saya untuk terus
berusaha. Hingga akhirnya bisa seperti ini. Saya menemukan passion di
bidang properti.
Rencana bisnis ke depan?
Kita
sudah buat bank land. Di sini (di Jalan Gunuk, Jakarta Selatan), saya
sengaja menyimpan tanah seluas 2.500 meter. Lokasinya cukup strategis.
Di Jakarta, harga tanah cepat meroket. Selain itu, saya juga punya tanah
di Serpong, Tangerang.
Tahun 2014, kita akan ekspansi
ke Depok. Di sana ada lahan sekitar 4.000 – 5.000 m2. Saya akan bangun
perumahan. Tapi segmen pasarnya berbeda. Kita akan bangun perumahan
untuk kelas menengah ke bawah dengan harga Rp 300 juta ke bawah.
Sekarang, pasar properti kelas seperti itu tengah laku keras.
Tips sukses menjalankan bisnis properti?
Pertama,
cash is the king. Uang yang dipegang itu adalah kekuatan. Makanya
perusahaan itu harus likuid. Ketika kita butuh dana untuk menjalankan
bisnis, harus selalu tersedia. Entah bagaimana caranya.
Kedua
saya membangun sendiri. Tak menggunakan jasa kontraktor. Sehingga bisa
mengatur sendiri. Kapan harus bangun, kapan harus berhenti. Berbeda
halnya kalau pelaksanaan pembangunan menggunakan jasa kontraktor. Mereka
pasti mengejar target waktu.
Ketiga adalah kepercayaan. Bila kita
menjanjikan sesuatu pada pihak lain, kita harus tepati waktu dan
besarannya. Jangan telat. Begitu juga kalau gajian untuk karyawan. Tak
boleh terlambat.
Hanya itu?
Jangan lupakan human
relation. Kita harus dekat dengan warga. Sehingga proyek bisa berjalan
mulus tanpa ada penolakan dari masyarakat sekitar.
Kalau
mau berbisnis, segera lakukan. Jangan memikirkannya terlalu panjang.
Kita kerjakan demi sesuap nasi. Ingat, jangan pernah takut gagal. Bisnis
pun harus diikuti dengan passion. Bila seperti ini, kita akan
menikmatinya. Baik ketika rugi, apalagi kalau untung, ha … ha … ha.
Jangan pula mudah menyerah. Terus kejar.
No comments:
Post a Comment