Kisah Kuli Panggul Raup Ribuan Dolar dari Aplikasi Android
Henry,
buruh pelabuhan Makassar, memperlihatkan produk game aplikasi yang
dibuatnya di Makassar, 27 Agustus 2015. Buruh panggul ini bisa
mendapatkan gaji US $1000 atau sekitar Rp 14 juta per bulan dari Google.
TEMPO/Fahmi Ali
Makassar - Henry Jufri, kuli panggul
asal Makassar, menjadi bahan obrolan netizen sepekan belakangan.
Sebabnya, pria 32 tahun ini berhasil mendapat penghasilan dari Google
Play sebanyak US$ 1.200 atau Rp 16 juta dari aplikasi game yang ia
ciptakan. Namun begitu, Henry masih menekuni pekerjaannya sebagai kuli
di Pelabuhan Makassar. Ia tetap memikul barang penumpang yang beratnya
ratusan kilogram.
Saban bulan Henry mengaku paling
besar mendapat Rp 2 juta. Itupun jika beruntung, dan ia masih kuat
berkejaran dengan kuli lain naik-turun kapal mendapat barang.
Penghasilannya memang tidak menentu, bisa Rp 20 ribu, kadang Rp 100 ribu
sekali pikul. "Hasilnya pun harus dipotong 20 persen oleh bos yang
memasukkan kami di pelabuhan," kata Henry.
Menurut
henry, bekerja sebagai kuli panggul di pelabuhan juga tidak jelas status
ketenagakerjaannya. Sebabnya, tidak ada kontrak kerja atau status
sebagai karyawan perusahaan yang mempekerjakan. Meski mereka diberi
seragam dengan nomor-nomor besar di punggung dan dada, tanda-tanda itu
hanyalah simbol belaka. "Tidak ada juga asuransi jika terjadi kecelakaan
kerja," ucap Henry.
Namun, Henry masih enggan
meninggalkan profesi sebagai tukang pikul yang sudah 13 tahun dia
lakoni. "Saya tidak bisa memungkiri, kalau saya sudah lama hidup dari
pekerjaan ini," kata Henry. Dia juga sadar jika bekerja sebagai kuli
tidak akan lama, karena pekerjana itu hanya mengandalkan tenaga dan otot
yang semakin lama bisa kendur. "Kalau sekarang saya masih kuat,"
katanya.
Henry mengaku dia bakal meninggalkan pekerjaan
sebagai kuli secara perlahan. Semenjak ada penghasilan dari aplikasinya
yang dia jual di Google Play Store, Henry tidak lagi menunggu dan
mengejar semua kapal yang masuk ke Pelabuhan Makassar. Ia bisa menghemat
energi. "Sekarang saya sudah bisa pilih-pilih kapal yang menurut saya
bagus-bagus saja," katanya.
Satu pekan terakhir, nama
pria lulusan kelas 4 sekolah dasar itu ramai diperbincangkan warga dunia
maya. Keberhasilannya mendapat penghasilan US$ 1.200 atau sekira Rp
16,8 juta dari Google mengundang decak kagum. Dari mana uang sebanyak
itu? Ternyata, selain bekerja keras sebagai buruh, ayah dua anak ini
pandai membuat berbagai aplikasi telepon pintar.
Aplikasi
tersebut kemudian dia unggah di Google Play, distributor produk digital
yang dimiliki mesin pencari terkenal itu. Tanpa disangka, aplikasi
bikinan Henry ternyata populer dan diunduh banyak orang. Dari situlah
pria 32 tahun itu kemudian dikirimi pembagian hasil dari Google sebesar
US$ 1.200. "Baru kali ini saya merasakan uang sebanyak ini," ucap Henry
dengan nada hampir tak percaya.
Perjalanan Henry
menjadi pengembang aplikasi memang tidaklah mudah. Awalnya, dia bahkan
tak memiliki barang satu unit komputer pun. Karena ia mengaku serius
ingin belajar, Henry lantas membeli sebuah laptop bekas seharga Rp 800
ribu. Nahas, laptop tuanya ternyata tidak mumpuni dan tak memiliki
spesifikasi yang cukup untuk membuat aplikasi game yang lebih canggih.
Laptop
tersebut hanya dilengkapi perangkat Random Acces Memory (RAM) sebesar 1
gigabita. Padahal untuk membuat game, sebuah komputer setidaknya harus
memiliki RAM minimal sebesar 2 gigabita. "Saya terpaksa pinjam uang dari
keluarga Rp 2,7 juta," tutur Henry. Uang tersebut yang kemudian
dipakainya membeli laptop yang lebih canggih dengan kapasitas jempolan
Tak
hanya itu, Henry pun harus merogoh koceknya kembali untuk membeli akun
di Google Play Store seharga US$ 25. Saat itu nilainya sekitar Rp 300
ribu. Setelah semua perlengkapannya beres, barulah Henry bisa mulai
merancang aplikasi permainan yang bervariasi. Sejak pertama kali
bergabung, pada Oktober 2014, Henry mengaku sudah membuat ratusan
aplikasi permainan.
Namun, dari ratusan aplikasi
tersebut hanya sekitar sepuluh item saja yang bertahan di toko digital
tersebut. "Ada aplikasi belajar huruf dan angka untuk balita, aplikasi
kartun huruf dan angka, permainan Si Unyil Berpetualang, Ninja Konoha
Run, Super Crocodile, dan King Arthur," ujar Henry, menjelaskan sebagian
karyanya.
Kesepuluh aplikasi inilah yang paling banyak
diunduh orang dan penggila game. Walhasil, penghasilan Henry pun
merambat naik, dari semula hanya US$ 100 atau sekitar Rp 1,3 juta per
bulan kini ia mampu meraup penghasilan hingga US$ 1.200 atau kurang
lebih Rp 16 juta. "Saya awalnya sempat putus asa. Tapi memang dibutuhkan
kerja keras, pengorbanan, kesabaran, dan fokus," kata Henry membuka
rahasianya.
Kuli Panggul Peraup Dolar dari Google Sempat Putus Asa
Henry,
seorang buruh panggul mengerjakan game aplikasi yang dibuatnya di
Makassar, 27 Agustus 2015. Penghasilan belasan juta rupiah diberikan
Google dari hasil dari pengembangan game dan aplikasi Android.
TEMPO.CO,
Makassar - Henry Jufri, pria kelahiran Makassar 20 September 1983,
masih tampil sederhana dengan celana puntung dan baju kaos. Dia bahkan
masih bekerja memikul barang penumpang di pelabuhan Makassar ketika
ditemui Tempo, Jumat 28 Agustus 2015. "Sekolah saya hanya sampai kelas 4
sekolah dasar," kata Henry.
Satu pekan terakhir, nama
Henry ramai diperbincangkan warga dunia maya. Keberhasilannya mendapat
penghasilan US$ 1.200 atau sekira Rp 16,8 juta dari Google mengundang
decak kagum. Dari mana uang sebanyak itu? Ternyata, selain bekerja keras
sebagai buruh, ayah dua anak ini pandai membuat berbagai aplikasi
telepon pintar.
Aplikasi itu kemudian unggah di Google
Play Store. Tanpa disangka, aplikasi bikinan Henry ternyata populer dan
diunduh banyak orang. Dari situlah dia kemudian dikirimi pembagian hasil
dari Google sebesar US$ 1.200. "Baru kali ini saya merasakan uang
sebanyak ini," ucap Henry dengan nada hampir tak percaya.
Perjalanan
Henry menjadi pengembang aplikasi tidaklah mudah. Awalnya, dia bahkan
tak memiliki komputer. Karena ia mengaku serius ingin belajar, ia lantas
membeli laptop bekas seharga Rp 800 ribu. Nahas, laptop tuanya ternyata
tidak mumpuni dan tak memiliki spesifikasi yang cukup untuk membuat
aplikasi.
Laptop itu hanya dilengkapi perangkat Random
Acces Memory (RAM) sebesar 1 gigabita. Padahal untuk membuat game sebuah
komputer harus memiliki RAM minimal sebesar 2 gigabita. "Saya terpaksa
pinjam uang dari keluarga Rp 2,7 juta," tutur Henry. Uang itu dipakainya
membeli laptop yang lebih canggih.
Tak hanya itu,
Henry pun harus merogoh koceknya kembali untuk membeli akun di Google
Play Store seharga US$ 25. Saat itu nilainya sekitar Rp 300 ribu.
Setelah semua beres, barulah Henry bisa mulai merancang aplikasi. Sejak
pertama kali bergabung, pada Oktober 2014, Henry mengaku sudah membuat
ratusan aplikasi permainan.
Namun, dari ratusan
aplikasi tersebut hanya sekitar sepuluh item saja yang bertahan. "Ada
aplikasi belajar huruf dan angka untuk balita, aplikasi kartun huruf dan
angka, permainan Si Unyil Berpetualang, Ninja Konoha Run, Super
Crocodile, dan King Arthur," ujar Henry, menjelaskan karyanya.
Kesepuluh
aplikasi inilah yang paling banyak diunduh orang. Walhasil penghasilan
Henry pun merambat naik, dari semula hanya US$ 100 per bulan hingga
mencapai US$ 1.200 saat ini. "Saya awalnya sempat putus asa. Tapi memang
dibutuhkan kerja keras, pengorbanan, kesabaran, dan fokus," katanya.
No comments:
Post a Comment