Memetik Hikmah dari Turunnya Harga Minyak Dunia
Jakarta
- Industri hulu minyak dan gas bumi (migas) mengalami masa-masa sulit
dalam dua tahun terakhir. Harga minyak dunia yang relatif stabil di atas
US$100 per barel selama tiga setengah tahun terakhir menurun tajam di
awal 2014 akibat kelebihan pasokan. Kontraksi ekonomi di berbagai
belahan dunia mengakibatkan harga minyak semakin tertekan.
Kondisi
ini tentu menekan gerak industri hulu migas di seluruh dunia.
Perusahaan migas baik yang multinasional maupun pelat merah mengalami
penurunan investasi. Menurut kajian Wood Mackenzie, secara global di
tahun 2015 terjadi penurunan investasi untuk eksplorasi dan produksi
migas sebesar sekitar 20 persen dibanding tahun 2014. Industri hulu
migas Indonesia mengalami hal yang sama.
Data dari Satuan Kerja
Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas)
menunjukkan investasi kontraktor yang berada pada tahap produksi
mencapai US$15,1 miliar di 2015 atau turun 22% dibandingkan dengan
realisasi investasi di tahun 2014. Tren yang sama juga ditemukan pada
kontraktor migas yang berada pada tahapan eksplorasi. Nilai investasi
mereka pada tahun 2015 hanya sebesar US$0,52 miliar atau turun 53%
dibandingkan dengan realisasi investasi tahun 2014.
Rendahnya
harga minyak dan lesunya investasi tentu memiliki dampak ke berbagai
aspek. Mengutip data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
2016, dana bagi hasil untuk wilayah produsen minyak pun anjlok dari Rp
42,91 triliun pada 2014 menjadi Rp 14,09 triliun pada tahun 2015.
Selain
menggerus penerimaan negara, kondisi ini juga membuat upaya-upaya
menemukan cadangan migas baru demi ketahanan energi masa depan
terhambat. Penawaran delapan blok migas di akhir 2015 yang dilakukan
pemerintah gagal mendapatkan pemenang. Tidak hanya itu, kegiatan di
wilayah kerja eksplorasi yang sudah memiliki kontraktor pun banyak yang
tidak berjalan. Selain mengancam ketersediaan energi migas di masa
depan, menurunnya kegiatan kontraktor ini juga berdampak pada sektor
lain yang selama ini ikut merasakan berkah dari kehadiran industri hulu
migas.
"Banyak kontraktor migas melakukan efisiensi dan
menghentikan kegiatan investasi, sehingga sektor industri penunjang
migas juga mengalami kelesuan akibat tidak ada investasi," kata Menteri
Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution saat membuka Pameran dan
Konvensi Asosiasi Perusahaan Migas (Indonesian Petroleum
Association/IPA) di Jakarta akhir Mei 2016 lalu.
Kondisi ini
tentu memerlukan jalan keluar secepat mungkin. SKK Migas dan kontraktor
telah melakukan beberapa upaya untuk tetap menjalankan operasi migas di
tengah harga yang tidak ramah. Salah satu yang dilakukan adalah
efisiensi penggunaan pengeluaran modal dan pengeluaran operasi. Selain
itu, industri hulu migas juga melakukan negosiasi harga dengan penyedia
barang dan jasa supaya kegiatan hulu migas masih dapat berlangsung
dengan nilai ekonomi yang cukup memadai.
Solusi-solusi tersebut
menjadi alternatif untuk tetap menjalankan industri hulu migas di tengah
situasi yang sulit. Namun, pemerintah menyadari bahwa untuk menjaga
industri ini dalam jangka panjang, perlu kebijakan-kebijakan yang dapat
memperbaiki iklim investasi sektor strategis ini.
Direktur
Jendral Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) IGN Wiratmaja Puja dalam
berbagai kesempatan telah menyampaikan bahwa Indonesia perlu memberikan
penawaran yang lebih menarik bagi investor. ""Lelang yang tidak laku
menunjukkan Indonesia kurang atraktif bagi investor. Banyak (investor)
yang sudah beralih ke tempat-tempat lain, seperti Vietnam. Kita harus
membuka diri. Kita membuat (kebijakan) yang lebih atraktif supaya mereka
balik lagi," ujarnya.
Termasuk kebijakan membuka diri tersebut
antara lain dengan memberikan insentif bagi kegiatan usaha hulu migas
melalui kebijakan fiskal, memperpanjang masa eksplorasi dan mempermudah
perizinan. Dalam lelang wilayah kerja migas tahun 2016, pemerintah sudah
mulai menawarkan konsep baru. Di antaranya adalah dengan memberikan
kesempatan kepada investor untuk mengajukan penawaran bagi hasil yang
atraktif buat mereka serta memenuhi keekonomian proyek yang diharapkan
pemerintah. Selain itu, pemerintah saat ini juga sedang menggodok
regulasi supaya proyek hulu migas di laut dalam dapat menjadi peluang
investasi yang atraktif bagi investor.
"Kita lagi dalam proses
mempersiapkan regulasi khusus untuk laut dalam supaya bisa atraktif
dengan negara-negara lain," ujar Wirat.
Upaya-upaya seperti ini
tentunya perlu diikuti langkah-langkah lain yang lebih serius dalam
menata ulang dasar-dasar industri migas Indonesia. Ini selaras dengan
pernyataan Menko Perekonomian Darmin Nasution yang mengatakan bahwa
merosotnya investasi dalam dua tahun terakhir tidak semata-mata karena
rendahnya harga minyak, tetapi juga karena disain kebijakan.
Menurutnya,
produksi minyak bumi Indonesia yang sudah turun secara konsisten
semenjak awal tahun 2000 menunjukkan bahwa, setelah krisis Asia di tahun
1998, sektor hulu migas belum selesai dibenahi. Saat ini pembenahan
sektor ini sudah tidak bisa ditunda-tunda lagi. "Penyederhanaan
perizinan tidak cukup. Kita perlu masuk sampai ke disain dasar sektor
ini," ujarnya seraya menambahkan bahwa perbaikan ini tidak hanya perlu
dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tetapi
berbagai pihak, baik dari Kementerian Keuangan, Kementerian Kehutanan
dan Lingkungan Hidup, Kementerian Agraria dan Badan Pertanahan, bahkan
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Perekonomian dunia pada 2016
diperkirakan masih tetap belum akan pulih sepenuhnya. Harga minyak dunia
pun masih belum dapat dipastikan terus naik ke posisi di atas US$50.
Untuk itu, kebijakan nyata untuk meningkatkan investasi migas perlu
segera diambil. Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, dibandingkan
meratapi kondisi yang ada, Indonesia harus dapat memetik manfaat dari
rendahnya harga minyak mentah di pasar global.
No comments:
Post a Comment