Sebagai seorang supir selama beberapa tahun di sekitar awal tahun 1910-an,
ayahku menyaksikan majikannya yang kaya raya secara diam-diam memberikan
uang kepada banyak orang, dan sadar bahwa mereka tidak akan pernah mampu
mengembalikan uang itu.
Ada satu cerita yang menonjol dalam kenanganku di antara banyak cerita
yang disampaikan ayahku kepadaku. Pada suatu hari, ayahku mengantar
majikannya ke sebuah kota lain untuk menghadiri sebuah pertemuan bisnis.
Sebelum masuk ke kota itu, mereka berhenti untuk makan sandwich sebagai
ganti santap siang.Ketika mereka sedang makan, beberapa orang anak lewat,
masing-masing menggelindingkan sebuah roda yang terbuat dari kaleng. Salah
seorang di antara anak-anak itu pincang.
Setelah memperhatikan lebih dekat, majikan ayahku tahu bahwa anak itu
menderita club foot. Ia keluar dari mobil dan menghentikan anak
itu."Apakah kakimu membuatmu susah?" tanya orang itu kepada si anak."Ya,
lariku memang terhambat karenanya," sahut anak itu."Dan aku harus memotong
sepatuku supaya agak enak dipakai. Tapi aku sudah ketinggalan. Buat apa
tanya-tanya? ""Hmm, aku mungkin ingin membantu membetulkan kakimu. Apakah
kamu mau?""Tentu saja," jawab anak itu.
Anak itu senang tetapi agak bingung menjawab pertanyaan itu. Pengusaha
sukses itu mencatat nama si anak lalu kembali ke mobil. Sementara itu,
anak itu kembali menggelindingkan rodanya menyusul teman-temannya. Setelah
majikan ayahku kembali ke mobil, ia berkata, "Woody, anak yang pincang
itu... namanya Jimmy. Umurnya delapan tahun. Cari tahu di mana ia tinggal
lalu catat nama dan alamat orang tuanya. " Ia menyerahkan kepada ayahku
secarik kertas bertuliskan nama anak tadi. "Datangi orang tua anak itu
siang ini juga dan lakukan yang terbaik untuk mendapatkan izin dari orang
tuanya agar aku dapat mengusahakan operasinya.
Urusan administrasinya biar besok saja. Katakan, aku yang menanggung
seluruh biayanya."Mereka meneruskan makan sandwich, kemudian ayahku
mengantar majikannya ke pertemuan bisnis. Tidak sulit menemukan alamat
rumah Jimmy dari sebuah toko obat di dekat situ. Kebanyakan orang kenal
dengan anak pincang itu.
Rumah kecil tempat Jimmy dan keluarganya tinggal sudah harus di cat ulang
dan diperbaiki di sana sini. Ketika memandang ke sekeliling, ayahku
melihat baju compang-camping dan bertambal-tambal dijemur di seutas tali
di samping rumah. Sebuah ban bekas digantungkan pada seutas tambang pula
pada sebuah pohon oak, tampaknya untuk ayunan.
Seorang wanita usia tiga puluh limaan menjawab ketukan pintu dan membuka
pintu yang engselnya sudah berkarat. Ia tampak kelelahan, dan tampangnya
menunjukkan bahwa hidupnya terlalu keras."Selamat siang," ucap ayahku
memberi salam. "Apakah Anda ibu Jimmy?"Wanita itu agak mengerutkan dahinya
sebelum menyahut."Ya. Apakah ia bermasalah?" Matanya menyapu ke arah
seragam ayahku yang bagus dan disetrika rapi.
"Tidak, Bu. Saya mewakili seorang yang sangat kaya raya yang ingin
mengusahakan kaki anak Anda dioperasi agar dapat bermain seperti
teman-temannya. "
"Apa-apaan ini, Bung? Tak ada yang gratis dalam hidup ini.""Ini bukan
main-main. Apabila saya diperbolehkan menerangkannya kepada Anda dan suami
Anda, jika ia ada saya kira semuanya akan jelas. Saya tahu ini
mengejutkan. Saya tidak menyalahkan bila Anda merasa curiga."Ia menatap
ayahku sekali lagi, dan masih dengan ragu-ragu, ia mempersilahkannya
masuk.
"Henry," serunya ke arah dapur, "Ke mari dan bicaralah dengan orang ini.
Katanya ia ingin menolong membetulkan kaki Jimmy."Selama hampir satu jam,
ayahku menguraikan rencananya dan menjawab pertanyaan-pertanya an mereka.
"Apabila Anda mengizinkan Jimmy menjalani operasi," katanya, "Saya akan
mengirimkan surat-suratnya untuk Anda tandatangani.
Sekali lagi, kami yang akan menanggung seluruh biayanya."Masih belum bebas
dari rasa terkejut, orang tua Jimmy saling memandang di antara mereka.
Tampaknya mereka masih belum yakin."Ini kartu nama saya. Saya akan
menyertakan sebuah surat kalau nanti saya mengirimkan dokumen-dokumen
perizinan. Semua yang telah kita bicarakan akan saya tuliskan dalam surat
itu. Andai kata masih ada pertanyaan, telepon atau tulis surat ke alamat
ini." Tampaknya sedikit banyak ini memberi mereka kepastian.
Ayahku pergi. Tugasnya telah ia laksanakan. Belakangan, majikan ayahku
menghubungi walikota, meminta agar seseorang dikirim ke rumah Jimmy untuk
meyakinkan keluarga itu bahwa tawaran tersebut tidak melanggar hukum.
Tentu saja, nama sang dermawan tidak disebutkan.Tidak lama kemudian,
dengan surat-surat perizinan yang telah ditandatangani, ayahku membawa
Jimmy ke sebuah rumah sakit mewah di negara bagian lain untuk yang pertama
dari lima operasi pada kakinya.
Operasi-operasi itu sukses. Jimmy menjadi anak paling disukai oleh para
perawat di bangsal ortopedi rumah sakit itu. Air mata dan peluk cium
seperti tak ada habisnya ketika ia akhirnya harus meninggalkan rumah sakit
itu.
Mereka memberikannya sebuah kenang-kenangan, sebagai tanda syukur dan
peduli mereka... sepasang sepatu baru, yang dibuat khusus untuk kaki
"baru"nya.Jimmy dan ayahku menjadi sangat akrab karena sekian kali
mengantarnya pulang dan pergi ke rumah sakit. Pada kebersamaan mereka yang
terakhir, mereka bernyanyi-nyanyi, dan berbincang tentang apa yang akan
diperbuat oleh Jimmy dengan kaki yang sudah normal dan sama-sama terdiam
ketika mereka sudah sampai ke rumah Jimmy.
Sebuah senyum membanjiri wajah Jimmy ketika mereka tiba di rumah dan ia
melangkah turun dari mobil. Orangtua dan dua saudara laki-lakinya berdiri
berjajar di beranda rumah yang sudah tua itu."Diam di sana , " seru Jimmy
kepada mereka. Mereka memandang dengan takjub ketika Jimmy berjalan ke
arah mereka. Kakinya sudah tidak pincang lagi.
Peluk, cium dan senyum seakan tak ada habisnya untuk menyambut anak yang
kakinya telah "dibetulkan" itu. Orang tuanya menggeleng-gelengka n
kepalanya sambil tersenyum ketika memandangnya. Mereka masih tidak bisa
percaya ada orang yang belum pernah mereka kenal mengeluarkan uang begitu
banyak untuk membetulkan kaki seorang anak laki-laki yang juga tidak
dikenalnya.
Dermawan yang kaya raya itu melepas kacamata dan mengusap air matanya
ketika ia mendengar cerita tentang anak yang pulang ke rumah itu."Kerjakan
satu hal lagi, " katanya, "Menjelang Natal, hubungi sebuah toko sepatu
yang baik. Buat mereka mengirimkan undangan kepada setiap anggota keluarga
Jimmy untuk datang ke toko mereka dan memilih sepatu yang mereka inginkan.
Aku akan membayar semuanya. Dan beritahu mereka bahwa aku melakukan ini
hanya sekali. Aku tidak ingin mereka menjadi tergantung kepadaku."
Jimmy menjadi seorang pengusaha sukses sampai ia meninggal beberapa tahun
yang lalu.Sepengetahuank u, Jimmy tidak pernah tahu siapa yang membiayai
operasi kakinya.
Dermawannya, Mr, HENRY FORD, selalu mengatakan lebih menyenangkan berbuat
sesuatu untuk orang yang tidak tahu siapa yang telah melakukannya. "
Ada kebahagiaan yang kita rasakan dari menolong orang lain" (Paul Newman)
oleh: Woody McKay Jr
ayahku menyaksikan majikannya yang kaya raya secara diam-diam memberikan
uang kepada banyak orang, dan sadar bahwa mereka tidak akan pernah mampu
mengembalikan uang itu.
Ada satu cerita yang menonjol dalam kenanganku di antara banyak cerita
yang disampaikan ayahku kepadaku. Pada suatu hari, ayahku mengantar
majikannya ke sebuah kota lain untuk menghadiri sebuah pertemuan bisnis.
Sebelum masuk ke kota itu, mereka berhenti untuk makan sandwich sebagai
ganti santap siang.Ketika mereka sedang makan, beberapa orang anak lewat,
masing-masing menggelindingkan sebuah roda yang terbuat dari kaleng. Salah
seorang di antara anak-anak itu pincang.
Setelah memperhatikan lebih dekat, majikan ayahku tahu bahwa anak itu
menderita club foot. Ia keluar dari mobil dan menghentikan anak
itu."Apakah kakimu membuatmu susah?" tanya orang itu kepada si anak."Ya,
lariku memang terhambat karenanya," sahut anak itu."Dan aku harus memotong
sepatuku supaya agak enak dipakai. Tapi aku sudah ketinggalan. Buat apa
tanya-tanya? ""Hmm, aku mungkin ingin membantu membetulkan kakimu. Apakah
kamu mau?""Tentu saja," jawab anak itu.
Anak itu senang tetapi agak bingung menjawab pertanyaan itu. Pengusaha
sukses itu mencatat nama si anak lalu kembali ke mobil. Sementara itu,
anak itu kembali menggelindingkan rodanya menyusul teman-temannya. Setelah
majikan ayahku kembali ke mobil, ia berkata, "Woody, anak yang pincang
itu... namanya Jimmy. Umurnya delapan tahun. Cari tahu di mana ia tinggal
lalu catat nama dan alamat orang tuanya. " Ia menyerahkan kepada ayahku
secarik kertas bertuliskan nama anak tadi. "Datangi orang tua anak itu
siang ini juga dan lakukan yang terbaik untuk mendapatkan izin dari orang
tuanya agar aku dapat mengusahakan operasinya.
Urusan administrasinya biar besok saja. Katakan, aku yang menanggung
seluruh biayanya."Mereka meneruskan makan sandwich, kemudian ayahku
mengantar majikannya ke pertemuan bisnis. Tidak sulit menemukan alamat
rumah Jimmy dari sebuah toko obat di dekat situ. Kebanyakan orang kenal
dengan anak pincang itu.
Rumah kecil tempat Jimmy dan keluarganya tinggal sudah harus di cat ulang
dan diperbaiki di sana sini. Ketika memandang ke sekeliling, ayahku
melihat baju compang-camping dan bertambal-tambal dijemur di seutas tali
di samping rumah. Sebuah ban bekas digantungkan pada seutas tambang pula
pada sebuah pohon oak, tampaknya untuk ayunan.
Seorang wanita usia tiga puluh limaan menjawab ketukan pintu dan membuka
pintu yang engselnya sudah berkarat. Ia tampak kelelahan, dan tampangnya
menunjukkan bahwa hidupnya terlalu keras."Selamat siang," ucap ayahku
memberi salam. "Apakah Anda ibu Jimmy?"Wanita itu agak mengerutkan dahinya
sebelum menyahut."Ya. Apakah ia bermasalah?" Matanya menyapu ke arah
seragam ayahku yang bagus dan disetrika rapi.
"Tidak, Bu. Saya mewakili seorang yang sangat kaya raya yang ingin
mengusahakan kaki anak Anda dioperasi agar dapat bermain seperti
teman-temannya. "
"Apa-apaan ini, Bung? Tak ada yang gratis dalam hidup ini.""Ini bukan
main-main. Apabila saya diperbolehkan menerangkannya kepada Anda dan suami
Anda, jika ia ada saya kira semuanya akan jelas. Saya tahu ini
mengejutkan. Saya tidak menyalahkan bila Anda merasa curiga."Ia menatap
ayahku sekali lagi, dan masih dengan ragu-ragu, ia mempersilahkannya
masuk.
"Henry," serunya ke arah dapur, "Ke mari dan bicaralah dengan orang ini.
Katanya ia ingin menolong membetulkan kaki Jimmy."Selama hampir satu jam,
ayahku menguraikan rencananya dan menjawab pertanyaan-pertanya an mereka.
"Apabila Anda mengizinkan Jimmy menjalani operasi," katanya, "Saya akan
mengirimkan surat-suratnya untuk Anda tandatangani.
Sekali lagi, kami yang akan menanggung seluruh biayanya."Masih belum bebas
dari rasa terkejut, orang tua Jimmy saling memandang di antara mereka.
Tampaknya mereka masih belum yakin."Ini kartu nama saya. Saya akan
menyertakan sebuah surat kalau nanti saya mengirimkan dokumen-dokumen
perizinan. Semua yang telah kita bicarakan akan saya tuliskan dalam surat
itu. Andai kata masih ada pertanyaan, telepon atau tulis surat ke alamat
ini." Tampaknya sedikit banyak ini memberi mereka kepastian.
Ayahku pergi. Tugasnya telah ia laksanakan. Belakangan, majikan ayahku
menghubungi walikota, meminta agar seseorang dikirim ke rumah Jimmy untuk
meyakinkan keluarga itu bahwa tawaran tersebut tidak melanggar hukum.
Tentu saja, nama sang dermawan tidak disebutkan.Tidak lama kemudian,
dengan surat-surat perizinan yang telah ditandatangani, ayahku membawa
Jimmy ke sebuah rumah sakit mewah di negara bagian lain untuk yang pertama
dari lima operasi pada kakinya.
Operasi-operasi itu sukses. Jimmy menjadi anak paling disukai oleh para
perawat di bangsal ortopedi rumah sakit itu. Air mata dan peluk cium
seperti tak ada habisnya ketika ia akhirnya harus meninggalkan rumah sakit
itu.
Mereka memberikannya sebuah kenang-kenangan, sebagai tanda syukur dan
peduli mereka... sepasang sepatu baru, yang dibuat khusus untuk kaki
"baru"nya.Jimmy dan ayahku menjadi sangat akrab karena sekian kali
mengantarnya pulang dan pergi ke rumah sakit. Pada kebersamaan mereka yang
terakhir, mereka bernyanyi-nyanyi, dan berbincang tentang apa yang akan
diperbuat oleh Jimmy dengan kaki yang sudah normal dan sama-sama terdiam
ketika mereka sudah sampai ke rumah Jimmy.
Sebuah senyum membanjiri wajah Jimmy ketika mereka tiba di rumah dan ia
melangkah turun dari mobil. Orangtua dan dua saudara laki-lakinya berdiri
berjajar di beranda rumah yang sudah tua itu."Diam di sana , " seru Jimmy
kepada mereka. Mereka memandang dengan takjub ketika Jimmy berjalan ke
arah mereka. Kakinya sudah tidak pincang lagi.
Peluk, cium dan senyum seakan tak ada habisnya untuk menyambut anak yang
kakinya telah "dibetulkan" itu. Orang tuanya menggeleng-gelengka n
kepalanya sambil tersenyum ketika memandangnya. Mereka masih tidak bisa
percaya ada orang yang belum pernah mereka kenal mengeluarkan uang begitu
banyak untuk membetulkan kaki seorang anak laki-laki yang juga tidak
dikenalnya.
Dermawan yang kaya raya itu melepas kacamata dan mengusap air matanya
ketika ia mendengar cerita tentang anak yang pulang ke rumah itu."Kerjakan
satu hal lagi, " katanya, "Menjelang Natal, hubungi sebuah toko sepatu
yang baik. Buat mereka mengirimkan undangan kepada setiap anggota keluarga
Jimmy untuk datang ke toko mereka dan memilih sepatu yang mereka inginkan.
Aku akan membayar semuanya. Dan beritahu mereka bahwa aku melakukan ini
hanya sekali. Aku tidak ingin mereka menjadi tergantung kepadaku."
Jimmy menjadi seorang pengusaha sukses sampai ia meninggal beberapa tahun
yang lalu.Sepengetahuank u, Jimmy tidak pernah tahu siapa yang membiayai
operasi kakinya.
Dermawannya, Mr, HENRY FORD, selalu mengatakan lebih menyenangkan berbuat
sesuatu untuk orang yang tidak tahu siapa yang telah melakukannya. "
Ada kebahagiaan yang kita rasakan dari menolong orang lain" (Paul Newman)
oleh: Woody McKay Jr
0 komentar:
Post a Comment