Tapal Batas
Setelah Timor Bukan Lagi Indonesia
Jakarta - 1999 Sudah jauh di belakang. Sejak saat itu, sebelah timur Atambua, Kabupaten Belu, bukan lagi Indonesia. Tak ada lagi Timor Timur karena sudah berganti dengan Timor Leste sebagai negara merdeka.
Dua negara menempuh jalan berbeda, berkembang pula secara sendiri-sendiri. Termangu di perbatasan, mengamat-amati lintas batas negara, kira-kira bagaimana gerangan perbandingan sekilas Indonesia dan Timor Leste kini.
20 Desember 2014, Presiden Jokowi berdiri di jembatan, matanya menatapi kawasan perbatasan ini. Lengan kemeja putihnya digulung. Entah apa yang ada di benaknya saat itu memandang kondisi terdepan.
Isi benak Jokowi di Kabupaten Belu saat itu baru terungkap dua tahun kemudian. Pada 26 Agustus 2016, Jokowi mengaku malu melihat kondisi perbatasan Indonesia-Timor Leste.
"Waktu saya ke sana misal di Motaain (wilayah Kabupaten Belu), kantor saja kayak kelurahan, di seberang sana kantornya sudah kayak mal," ujar Jokowi saat memberi sambutan pada Dialog Nasional Ikatan Senior HIPMI Indonesia (ISHI) Tahun 2016 di Raffless Hotel, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dia meminta kantor Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain di Belu dirobohkan. Jalan di lokasi itu harus diperlebar, tak boleh kalah dengan lebar jalan di seberangnya, di Timor Leste.
Anggaran Rp 82 miliar digelontorkan untuk membangun PLBN Motaain. Pada November 2016, detikcom berkesempatan melihat pembangunan PLBN Motaain. Gedung pos perbatasan ini dibangun dengan arsitektur yang terpengaruh rumah adat NTT, Mbaru Niang.
Akhirnya pada pengujung 2016, PLBN Motaain sudah jadi 100 persen. Bangunan utama ini menjadi pusat pelayanan keimigrasian terpadu. Seluruh pelayanan akan dilakukan di satu gedung yang sama dan dilakukan dengan alur yang lebih teratur dengan cukup melakukan satu kali pelaporan.
Tidak sama lagi seperti dulu yang terlihat kontras dengan Pos Batas Negara milik Timor Leste, kini etalase Indonesia ini tampak membanggakan untuk bisa dilewati oleh orang-orang Timor Leste dan Indonesia yang melewati area ini.
Saking megahnya, saat ini justru berbalik warga Timor Leste yang bangga berfoto di depan PLBN Motaain milik Indonesia.
"Sekarang orang-orang di sana (Timor Leste) fotonya di tempat kita (PLBN Motaain). Ini masalah harga diri dan kebanggan dan martabat. Terus kerjakan," kata Jokowi di Jakarta Convention Center (JCC).
Apa perkembangan di Atambua hanya sebatas bangunan pos perbatasan saja? Ada pula kabar cukup menggembirakan lainnya. Listrik sudah mengalir sampai ke Kabupaten Belu.
Hal ini disampaikan oleh Andreas (41), 22 November 2016, salah seorang warga di Desa Takirin, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, NTT. Desa Takirin menjadi satu dari delapan desa yang masuk ke dalam program listrik perbatasan dari PLN, yang bertujuan membangun Indonesia dari pinggiran. Takirin dan masyarakat di situ baru menikmati terangnya cahaya lampu listrik negara setelah 70 tahun Indonesia merdeka.
Sebelum adanya listrik masuk ke desa mereka, penerangan desa hanya dibantu oleh pencahayaan dari lampu teplok (lampu tempel) yang menggunakan minyak tanah. Wilayah desanya yang tidak jauh dari pos perbatasan Timor Leste, membuat perbedaan cukup mencolok saat itu, meski wilayah perbatasan Timor Leste juga hanya dibantu lewat bantuan panel solar. Ia bercerita, bagaimana warga Timor Leste bahkan kini heran dengan terangnya daerah di Desa Takirin dan sekitarnya.
"Teman-teman di Timor-Timor bilang, oh sekarang ini di sana sudah terang sekali. Di sana orang sudah nyaman, padahal paling pelosok," kata Andreas.
Setelah Timor Bukan Lagi Indonesia
Jakarta - 1999 Sudah jauh di belakang. Sejak saat itu, sebelah timur Atambua, Kabupaten Belu, bukan lagi Indonesia. Tak ada lagi Timor Timur karena sudah berganti dengan Timor Leste sebagai negara merdeka.
Dua negara menempuh jalan berbeda, berkembang pula secara sendiri-sendiri. Termangu di perbatasan, mengamat-amati lintas batas negara, kira-kira bagaimana gerangan perbandingan sekilas Indonesia dan Timor Leste kini.
20 Desember 2014, Presiden Jokowi berdiri di jembatan, matanya menatapi kawasan perbatasan ini. Lengan kemeja putihnya digulung. Entah apa yang ada di benaknya saat itu memandang kondisi terdepan.
Isi benak Jokowi di Kabupaten Belu saat itu baru terungkap dua tahun kemudian. Pada 26 Agustus 2016, Jokowi mengaku malu melihat kondisi perbatasan Indonesia-Timor Leste.
"Waktu saya ke sana misal di Motaain (wilayah Kabupaten Belu), kantor saja kayak kelurahan, di seberang sana kantornya sudah kayak mal," ujar Jokowi saat memberi sambutan pada Dialog Nasional Ikatan Senior HIPMI Indonesia (ISHI) Tahun 2016 di Raffless Hotel, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dia meminta kantor Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain di Belu dirobohkan. Jalan di lokasi itu harus diperlebar, tak boleh kalah dengan lebar jalan di seberangnya, di Timor Leste.
Anggaran Rp 82 miliar digelontorkan untuk membangun PLBN Motaain. Pada November 2016, detikcom berkesempatan melihat pembangunan PLBN Motaain. Gedung pos perbatasan ini dibangun dengan arsitektur yang terpengaruh rumah adat NTT, Mbaru Niang.
Akhirnya pada pengujung 2016, PLBN Motaain sudah jadi 100 persen. Bangunan utama ini menjadi pusat pelayanan keimigrasian terpadu. Seluruh pelayanan akan dilakukan di satu gedung yang sama dan dilakukan dengan alur yang lebih teratur dengan cukup melakukan satu kali pelaporan.
Tidak sama lagi seperti dulu yang terlihat kontras dengan Pos Batas Negara milik Timor Leste, kini etalase Indonesia ini tampak membanggakan untuk bisa dilewati oleh orang-orang Timor Leste dan Indonesia yang melewati area ini.
Saking megahnya, saat ini justru berbalik warga Timor Leste yang bangga berfoto di depan PLBN Motaain milik Indonesia.
"Sekarang orang-orang di sana (Timor Leste) fotonya di tempat kita (PLBN Motaain). Ini masalah harga diri dan kebanggan dan martabat. Terus kerjakan," kata Jokowi di Jakarta Convention Center (JCC).
Apa perkembangan di Atambua hanya sebatas bangunan pos perbatasan saja? Ada pula kabar cukup menggembirakan lainnya. Listrik sudah mengalir sampai ke Kabupaten Belu.
Hal ini disampaikan oleh Andreas (41), 22 November 2016, salah seorang warga di Desa Takirin, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, NTT. Desa Takirin menjadi satu dari delapan desa yang masuk ke dalam program listrik perbatasan dari PLN, yang bertujuan membangun Indonesia dari pinggiran. Takirin dan masyarakat di situ baru menikmati terangnya cahaya lampu listrik negara setelah 70 tahun Indonesia merdeka.
Sebelum adanya listrik masuk ke desa mereka, penerangan desa hanya dibantu oleh pencahayaan dari lampu teplok (lampu tempel) yang menggunakan minyak tanah. Wilayah desanya yang tidak jauh dari pos perbatasan Timor Leste, membuat perbedaan cukup mencolok saat itu, meski wilayah perbatasan Timor Leste juga hanya dibantu lewat bantuan panel solar. Ia bercerita, bagaimana warga Timor Leste bahkan kini heran dengan terangnya daerah di Desa Takirin dan sekitarnya.
"Teman-teman di Timor-Timor bilang, oh sekarang ini di sana sudah terang sekali. Di sana orang sudah nyaman, padahal paling pelosok," kata Andreas.
0 komentar:
Post a Comment