728x90 AdSpace

Saat Kau butuhkan tetesan air 'tuk segarkan relung jiwamu yang mulai mengering...

  • Latest News

    Kenshusei

    Oleh: Rhenald Kasali *

    MINGGU, 28 November 2010, temperatur di Osaka menunjuk angka 11 dalam hitungan Celcius tatkala matahari bersinar menembus langit biru kota dagang ini. Hari itu ratusan anak-anak muda asal Indonesia berkumpul di Higashi Sumiyoshi City Hall . Usia mereka berkisar antara 25 sampai 35 tahun. Pukul 09.00, Konsul Republik Indonesia di Osaka, Ibnu Hadi, membuka pertemuan dengan singkat. Dia mengajak anak-anak muda itu menjadi wirausaha untuk membangun negeri. Siapakah anak-anak muda itu? Mereka itulah rombongan yang  di Jepang dikenal dengan sebutan 'kenshusei' atau pekerja magang. Kulit mereka legam, tangan mereka keras.

    Pertanda biasa bekerja di lapangan. Sepanjang satu hari itu tak seorang pun terlihat mengantuk. "Bekerja di sini dituntut berdisiplin, " ujar seorang di antara mereka. Adalah Asa Perkasa, GM Garuda Indonesia Osaka yang mengajak saya dan tim instruktur Rhenald Kasali School for Entrepreneurs (RKSE) bertandang ke kota dagang ini. Setahun lalu dia membujuk saya membantu para kenshusei itu keluar dari tradisi bekerja agar mau menjadi wirausaha.

    Garuda Indonesia sendiri berkepentingan dengan mereka karena merekalah pelanggan setia airlines nasional ini. Kalau mereka berbisnis di Indonesia  yang  ada hubungan dengan Jepang, sudah pasti Garuda pula yang dicari. Demikian pula BNI dan Bank Indonesia . BNI berkepentingan sehingga mendukung program ini karena mereka juga nasabah BNI untuk remittance ke Indonesia .

    Beban Negara
    Dalam perjalanan pulang ke Tanah Air saya sempat berbincang bincang dengan rombongan sekitar 27 orang kenshusei asal Jawa Barat yang kebetulan satu pesawat. Mereka ini baru saja menyelesaikan program selama tiga tahun di atas kapal. Kerjanya menangkap dan membersihkan ikan di perairan Jepang. Setiap hari mereka memancing dan menebar jala.
    "Berapa uang yang kalian bawa pulang?" tanya saya menyelidik.
    "Kalau rajin dan tak boros lumayan Pak,"jawab mereka.

    Yang dimaksud lumayan itu adalah Rp400–500 juta, hasil keringat selama tiga tahun bekerja. Jelas lumayan buat lulusan SMU yang masih membujang. Bagi yang boros, paling-paling hanya membawa pulang pengalaman plus uang saku sekitar Rp50 juta. Lantas uangnya dipakai untuk apa?
    Di antara mereka juga ada sarjana. Dari berbagai ungkapan perasaan mereka di internet, saya membaca ternyata sebagian besar kenshusei memilih menjadi pekerja kembali di Tanah Air,
    atau bolak-balik ke kedutaan mengurus visa agar bisa kembali bekerja di Jepang.
    Ada satu dua orang yang membuka bengkel atau toko handphone. Tetapi kisah yang disampaikan adalah kisah-kisah kegagalan. Usaha yang mereka bangun tidak berhasil, dan jadilah mereka pengangguran dengan seribu satu umpatan kegagalan. Anak-anak muda yang sudah dilatih dengan penuh disiplin ini kembali menjadi beban bagi negara. Padahal sebagian besar mereka mampu berbahasa Jepang dengan lebih baik.

    Disiplin yang mereka miliki juga di atas rata-rata karena mereka bekerja dengan pemilik usaha yang juga petani, nelayan, atau UMKM Jepang. Kalau malas mereka langsung  dipulangkan. Mereka ini berpotensi besar bukan sekadar menjadi entrepreneur biasa,melainkan technopreneur. Ya, technopreneur. Di Jepang mereka biasa melihat dan bekerja dengan orang-orang yang sangat pragmatis, simpel, problem solver, dan inovator. Begitu ada masalah, mereka segera pecahkan dan
    buatkan alatnya.

    Alat-alat itu mereka patenkan dan dipasarkan secara luas. Saya masih ingat, malam itu Konsul Jenderal Ibnu Hadi memperkenalkan kami dengan seorang inventor yang membutuhkan mitra usaha di Indonesia .

    Kebetulan di RKSE banyak mendidik calon-calon wirausaha dan yayasan yang kami kelola tertarik menangani kegiatan yang berhubungan dengan tema lingkungan dan recycle. Hanya saja, bahasa Inggris mereka sulit kami tangkap. Sekarang bayangkan kalau para kenshusei itu bisa kita bentuk menjadi usahawan-usahawan baru. Saya kira mereka akan berhasil kalau mendapatkan bimbingan yang tepat.

    Kenshuseipreneur
    Rekan saya, Sunaryo Suhadi, seorang wirausaha senior, pemilik usaha di bidang energi dengan aset sebesar Rp12 triliun di Jawa Timur, sudah gatal ingin segera menangani anak-anak muda ini. Dia menawarkan "virus" kewirausahaan, yang kalau terjangkit biasanya membuat mereka
    yang mengikuti pelatihan ini tak bisa tidur.Sore harinya,anakanak muda yang kami beri nama kenshuseipreneur ini mengaku jantungnya sudah berdegup keras dan ingin segera memulai.

    Tetapi kami selalu mengingatkan pentingnya menaklukkan diri sendiri dan memulai usaha dari kecil. Bukan langsung menggelontorkan uang ratusan juta. Semua harus dimulai dengan kejelian dan waktu belajar yang cukup. Sebab, setiap permulaan itu pasti sulit dan butuh keuletan. Di RKSE, setiap alumnus dibimbing bukan hanya oleh para mentor, melainkan juga sesama alumnus yang sekarang bisnisnya mulai kelihatan. Ketika kewirausahaan telah menjadi topik yang hot,di luar sana tentu ada ribuan predator yang siap "menerkam"mereka dengan janji yang muluk-muluk.

    Belum lagi janji-janji instan dan "cara cepat menjadi kaya" yang belakangan banyak sekali Anda temui di toko-toko buku, internet, dan tawaran sehari-hari via Facebook, SMS,dan sebagainya. Saya selalu mengingatkan berhati-hatilah terhadap penipu penipu yang memberi janji sangat indah seperti itu. Sebab, bila seorang (penipu) yang berpengalaman bertemu dengan seorang yang punya uang selalu akan terjadi pertukaran: yangpunya uangakanmendapatkan pengalaman (yaitu tertipu) dan yang punya pengalaman akan mendapatkan uang si tertipu.

    Kenshusei masih sangat muda. Menurut pembina mereka, setiap tahun ada sekitar 4.000 orang yang magang bekerja di Jepang. Jumlah ini tentu masih sedikit, tetapi sangat berarti untuk membangun Indonesia . Di Pulau Bali, setiap tahun ada 40.000 orang turis asal Jepang yang berlibur dan sebagian memilih tinggal dan bekerja di sana .

    Mereka butuh penerjemah dan merasa nyaman bila dikelilingi orang-orang yang mampu berbicara dalam bahasa mereka. Saat ini para pensiunan Jepang sedang berada dalam tekanan ekonomi biaya tinggi sehingga jutaan di antara mereka tengah mencari tempat untuk mengisi hari tua mereka di negeri lain yang biaya hidupnya lebih murah. Saya mendengar, Pemerintah Filipina , Vietnam , dan Taiwan telah memberi mereka lokasi beserta fasilitasfasilitasn ya, lengkap dengan visa yang berdurasi panjang untuk para manula berkantong tebal ini. Saya mendengar pula mereka sudah lama menanyakan Indonesia . Andaikan kenshuseiini bisa kita bentuk menjadi usahawan, dan mereka terpanggil untuk berubah, maka jalan pun terbuka lebar.Asalkan sabar dan pemerintah mendukungnya. (*)

    * RHENALD KASALI, Ketua Program MM UI
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Kenshusei Rating: 5 Reviewed By: Blogger
    Scroll to Top