Kita semua mempunyai mimpi, berapapun usia kita. Ingin menjadi petugas pemadam kebakaran, seorang putri, orangtua, direktur, gembala sidang dari sebuah gereja yang besar, seorang pensiunan yang bisa bersenang-senang, atau siapapun yang kita inginkan. Tapi, di dalam kehidupan sejak kita di rahim sampai ada di kuburan, mimpi itu dapat mati.
Di dalam Perjanjian Lama diceritakan tentang Yusuf yang bermimpi menjadi pemimpin yang besar sampai-sampai orangtua dan saudara-saudaranya berlutut di hadapannya. Sebelum dia menyadari mimpi itu dapat diwujudkan, saudara-saudaranya yang iri itu menjualnya ke Mesir. Di sana, bisa jadi Yusuf menyerah dan tidak lagi berusaha mewujudkan mimpinya. Bisa jadi dia tidak mau menjadi orang yang mengartikan mimpi juru roti dan juru minum karena dia tidak peduli pada sekelilingnya lagi. Tapi itu tidak dia lakukan.
Sejak Tuhan memberikan mimpi itu ke dalam hati kita melalui keinginan yang luar biasa, Dia menginginkan agar mimpi itu dapat kita wujudkan sampai menjadi sesuatu yang signifikan. Untuk mewujudkannya, sama seperti mimpi Yusuf, kita perlu memperbaiki diri kita agar mimpi yang kita punya itu jernih adanya.
Sebelum dijual, Yusuf menyampaikan kepada ayahnya kabar tentang kejahatan saudara-saudaranya (Kej 37:2) dan menyombongkan dirinya dengan menceritakan bahwa mereka akan menyembahnya. Yusuf akhirnya harus kehilangan segalanya. Bukan mimpinya yang salah, tapi sikap dari Yusuf yang salah. Para pemimpi perlu kerja keras untuk mewujudkan mimpi ini.
Namun meskipun begitu, seberapa menyakitkannya kejadian yang kita alami selama ini, tidak akan sia-sia di dalam rencana Tuhan. Tuhan tetap bisa pakai segala kejadian yang buruk di dalam hidup kita agar mimpi itu bisa terwujud. Akhirnya, setelah 13 tahun berlalu, mimpi Yusuf bisa terwujud. Setelah ‘digembleng’, Yusuf menjadi orang nomor dua di Mesir.
Mimpi Yusuf benar-benar terbukti. Di dalam Kejadian 50:18-20, saudara-saudaranya dengan menunduk dan hormat kepadanya, mengatakan bahwa mereka adalah budaknya. Namun, apa kata Yusuf waktu itu? “Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah? Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.”
Dapatkah Anda lihat betapa berbedanya sikap Yusuf setelah digembleng selama belasan tahun? Dia tahu betul kenapa dia mengalami kejadian yang tidak mengenakkan dalam perjalanan hidupnya. Dia tidak menyombongkan diri dan berkata, “Aku bilang juga apa, kalian pasti menyembahku”. Tapi dia tahu betul mimpinya itu setelah dia menjadi orang nomor dua di Mesir. Tanpa mimpi dan penderitaan yang dialami Yusuf, mungkin kelaparan akan menghabiskan bangsa yang besar itu. Itulah mimpi besar!
Saat ini, kita tidak tahu mimpi seperti apa yang kita punyai atau mungkin kita mengalami penderitaan yang panjang tanpa kita mengerti mengapa itu harus terjadi. Tapi marilah kita belajar merendahkan diri kita di hadapan Tuhan dan mencari tahu mimpi apa yang sudah Dia siapkan untuk kita. Biarlah hidup kita dipakai untuk kemuliaan nama-Nya semata.
Di dalam Perjanjian Lama diceritakan tentang Yusuf yang bermimpi menjadi pemimpin yang besar sampai-sampai orangtua dan saudara-saudaranya berlutut di hadapannya. Sebelum dia menyadari mimpi itu dapat diwujudkan, saudara-saudaranya yang iri itu menjualnya ke Mesir. Di sana, bisa jadi Yusuf menyerah dan tidak lagi berusaha mewujudkan mimpinya. Bisa jadi dia tidak mau menjadi orang yang mengartikan mimpi juru roti dan juru minum karena dia tidak peduli pada sekelilingnya lagi. Tapi itu tidak dia lakukan.
Sejak Tuhan memberikan mimpi itu ke dalam hati kita melalui keinginan yang luar biasa, Dia menginginkan agar mimpi itu dapat kita wujudkan sampai menjadi sesuatu yang signifikan. Untuk mewujudkannya, sama seperti mimpi Yusuf, kita perlu memperbaiki diri kita agar mimpi yang kita punya itu jernih adanya.
Sebelum dijual, Yusuf menyampaikan kepada ayahnya kabar tentang kejahatan saudara-saudaranya (Kej 37:2) dan menyombongkan dirinya dengan menceritakan bahwa mereka akan menyembahnya. Yusuf akhirnya harus kehilangan segalanya. Bukan mimpinya yang salah, tapi sikap dari Yusuf yang salah. Para pemimpi perlu kerja keras untuk mewujudkan mimpi ini.
Namun meskipun begitu, seberapa menyakitkannya kejadian yang kita alami selama ini, tidak akan sia-sia di dalam rencana Tuhan. Tuhan tetap bisa pakai segala kejadian yang buruk di dalam hidup kita agar mimpi itu bisa terwujud. Akhirnya, setelah 13 tahun berlalu, mimpi Yusuf bisa terwujud. Setelah ‘digembleng’, Yusuf menjadi orang nomor dua di Mesir.
Mimpi Yusuf benar-benar terbukti. Di dalam Kejadian 50:18-20, saudara-saudaranya dengan menunduk dan hormat kepadanya, mengatakan bahwa mereka adalah budaknya. Namun, apa kata Yusuf waktu itu? “Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah? Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.”
Dapatkah Anda lihat betapa berbedanya sikap Yusuf setelah digembleng selama belasan tahun? Dia tahu betul kenapa dia mengalami kejadian yang tidak mengenakkan dalam perjalanan hidupnya. Dia tidak menyombongkan diri dan berkata, “Aku bilang juga apa, kalian pasti menyembahku”. Tapi dia tahu betul mimpinya itu setelah dia menjadi orang nomor dua di Mesir. Tanpa mimpi dan penderitaan yang dialami Yusuf, mungkin kelaparan akan menghabiskan bangsa yang besar itu. Itulah mimpi besar!
Saat ini, kita tidak tahu mimpi seperti apa yang kita punyai atau mungkin kita mengalami penderitaan yang panjang tanpa kita mengerti mengapa itu harus terjadi. Tapi marilah kita belajar merendahkan diri kita di hadapan Tuhan dan mencari tahu mimpi apa yang sudah Dia siapkan untuk kita. Biarlah hidup kita dipakai untuk kemuliaan nama-Nya semata.
0 komentar:
Post a Comment