728x90 AdSpace

Saat Kau butuhkan tetesan air 'tuk segarkan relung jiwamu yang mulai mengering...

  • Latest News

    Tidak Menyerah Berjuang Meski Kaki Diamputasi

    Kisah Agus Pekerja Keras
    Ini Cara Agus Bakar Semangat Setelah 2 Kaki dan Tangan Kirinya Diamputasi

    Jakarta - Kehilangan sepasang kaki dan satu tangan pernah membuat Agus Murtado (39) terpuruk dan putus asa. Ia pun sempat trauma dengan kereta api karena insiden yang membuatnya difabel.

    "Dulu 3 tahun trauma dengar suara kereta melintas. Baru dengar saja sudah lemas dan kepala pusing. Tapi setelah dari pesantren, agak sembuh walaupun kadang-kadang masih kumat juga traumanya," kata Agus membagi kisah di bengkel servis elektroniknya, Jl Jiban, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

    Namun ia tak mau lama-lama tenggelam dalam kesedihan. Seiring berjalannya waktu, Agus pun akhirnya berhasil mendapat kekuatan untuk bangkit.

    "Mulai tahun 2006, saya mulai move on kalau kata anak sekarang. Kebetulan tempta servis saya kan pinggir rel, jadi mau enggak mau hilangin traumanya. Malah sekarang saya sudah berani naik kereta," sambungnya.

    Lantas bagaimana ia memperoleh motivasi untuk tidak patah semangat? Menurut Agus, peranan terbesar dalam menyembuhkan traumanya didapatkan dari orang tuanya dan salah satu pesantren di Tasikmalaya, Jawa Barat. Sebab di sana, ia banyak mendapat wejangan berarti dari guru-gurunya.

    "Support dari orang tua. Bapak sama ibu saya luar biasa memberi support buat saya. Di tempat rehab saya dikasih wejangan sama guru di pesantren bahwa manusia di mata Tuhan itu sama, yang membedakan itu mata manusia," kata Agus.

    "Kata guru saya, jangan lihat orang di atas kita tapi lihat yang di bawah kita dari segi apa yang mau kita ambil. Jadi semangat kita terus meningkat. Kalau terus lihat ke depan, kita enggak tahu di belakang ada apa. Kita itu harus seperti orang bawa mobil, harus lihat ke depan tapi sekali-kali lihat ke belakang. Itu pesan almarhum guru saya," sambungnya.

    Atas proses panjang dalam proses menumbuhkan rasa kepercayaan diri, Agus berpesan kepada siapa saja yang mengalami kecacatan fisik (tuna daksa) sepertinya untuk tidak patah semangat. Sebab menurut Agus, Tuhan tidak pernah sedetik pun meninggalkan mereka seorang diri dalam keterpurukan dan kesusahan.

    "Intinya kita harus semangat. Allah menjadikan kita seperti ini bukan tanpa maksud. Dulu saya enggak bisa apa-apa, sekarang bisa seperti ini. Jadi intinya semangat dan harus bisa menggali apa yang kita mau. Cari dari dalam hati kita mau dan jalani, cuma yang positif," tutup Agus.

    Tanpa Kaki dan Tangan Kiri, Agus Tak Menyerah Mencari Nafkah untuk Keluarga

    Jakarta - Keterbatasan tak menghalangi Agus Murtado (39) untuk bekerja. Meski kehilangan dua kaki dan satu tangannya, Agus tidak mau dikalahkan dengan keadaan fisiknya yang tak lagi sempurna.

    Tangan kiri Agus diamputasi karena tertabrak kereta api saat usianya menginjak 18 tahun. Akan tetapi, untuk memenuhi kebutuhan istri dan kedua anaknya sehari-hari, Agus membuka usaha servis elektronik tepi perlintasan kereta Stasiun Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

    Dipandang sebelah mata sudah menjadi makanan sehari-harinya. Ia pun sudah tidak lagi berkecil hati saat mendapat pandangan tak percaya orang-orang.

    "Dulu sering dicemooh, sekarang karena pekerjaan saya sudah bisa dilihat jadi tidak lagi. Bukan dicemooh sih, tapi dulu enggak dipercaya. Orang-orang selalu berpikir 'Ah, masa orang kayak gitu bisa betulin barang saya'," ujar Agus saat berbagi cerita di ruko kecilnya.

    Pria kelahiran Jakarta ini setiap harinya tinggal berdempetan dengan barang-barang elektronik di kamar ruko ukuran 3x4 meter persegi. Agus mengaku dirinya tidak jarang mengalami kesulitan dalam mengangkat dan memindahkan barang berukuran besar seorang diri.

    Akibatnya di tangan sebelah kanannya banyak terdapat lecet karena menahan beban barang yang diangkutnya. Meski begitu, Agus tidak mau mempermasalahkan.

    "Sehari-hari saya tinggal di 'goa' ini sendiri. Kalau ada orang, saya minta tolong. Kalau lagi enggak ada orang saya sebisa mungkin harus bisa berjuang sendiri sampai tangan lecet kesabet buat mindahin barang," terangnya sambil menunjukkan lengan tangannya.

    Agus mengungkapkan, istri dan kedua anaknya yang masih kecil tinggal di rumah keluarganya yang terletak di Tigaraksa, Tangerang. Setiap akhir pekan biasanya dia naik kereta untuk melepas rindu dengan keluarga kecilnya.

    Ia pun memilih naik kereta commuter line untuk setiap kali pulang ke Tangerang. Nah untuk menunjang mobilitasnya, Agus kerap memasang kaki palsu sambil dipapah tongkat.

    Tetapi kaki palsu itu sudah usang dan tidak jarang mengalami kerusakan. "Kaki palsu saya sudah 4 kali rusak buat naik turun tangga. Untuk betulin ke reparasi khusus, jauh di Parung. Aksesnya ke sana bagi saya mau enggak mau harus ikut ojek, harganya selangit. Jadi saya betulin seadanya paling tambal-tambal atau lem," kata dia sambil tersenyum getir.

    Bagi Agus untuk naik turun anak tangga di stasiun masih menjadi hambatan. Sebab tidak mudah menyesuaikan langkah dan menjaga keseimbangan dengan tongkat yang memapahnya. Sehingga tidak jarang, dia harus 3-4 kali berhenti sebentar untuk mengatur kembali nafasnya.

    Dia pun berharap PT KAI bisa lebih memperhatikan nasib para penyandang disabilitas seperti dirinya. Kebanyakan untuk memasuki stasiun di Ibu Kota harus naik turun tangga dan tidak tersedia eskalator atau lift.

    "Pakai kaki palsu kayak saya berat banget naik tangga yang tinggi, bisa 3-4 kali berhenti. Sampai atas saja bisa basah keringat. Katanya disiapin buat disabilitas tapi kenapa dari peron ke atas atau turun doang, tapi dari atas ke pintu keluar itu kan tangga biasa. Minta diperhatiin lagi," keluhnya.

    "Pakai tongkat juga hanya untuk orang yang rada kuat karena tinggi tangganya. Masuk ke dalam stasiunnya itu engap-engapan," tutup Agus.

    Agus pernah mengenyam pendidikan di SMEAA Yaspen di Petukangan Utara, Jakarta Selatan. Kemudian usai kejadian tragis yang merenggut kedua kaki dan satu tangannya itu, Agus melanjutkan ke Pesantren Suyalaya, Tasikmalaya, Jawa Barat. Keluar dari pesantren, Agus sempat menjadi binaan di Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) Budi Bhakti di Cengkareng, Jakarta Barat. Saat detikcom mengunjungi yayasan tersebut, namun pihak pengelola tidak mengizinkan untuk mewawancarai lebih lanjut


    Pesan Agus Untuk Para Tuna Daksa: Harus Semangat dan Gali Potensi

    Jakarta - Mendapati kondisi fisiknya yang tak lagi utuh, Agus Murtado enggan putus asa. Sebab menurutnya, Tuhan tidak mungkin memberi cobaan di luar batas kemampuan dan tanpa sebab.

    Butuh waktu yang tidak sebentar bagi Agus untuk memaknai kehilangan kondisi kedua kaki dan satu tangannya. Oleh karena itu, ia ingin agar para tuna daksa yang juga mengalami kondisi sama untuk tidak patah semangat begitu saja.

    "Intinya kita harus semangat. Allah menjadikan kita seperti ini bukan tanpa maksud. Dulu saya enggak bisa apa-apa, sekarang bisa seperti ini," ujar Agus saat berbincang di tempat servis elektronik miliknya yang terletak di Jl Jiban, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

    Ayah dari dua orang anak ini berpesan agar senantiasa mendengarkan kata hati. Sebab hati tidak pernah berbohong. Selain itu jangan pernah lelah menggali potensi dalam diri. Jangan takut pula menekuni apa yang disukai.

    "Semangat dan harus bisa menggali apa yang kita mau. Cari dari dalam hati kita mau dan jalani, cuma yang positif," terangnya.

    Terlepas dari itu semua, Agus berpesan pentingnya selalu mendekatkan diri dengan Tuhan. Sebab semua ini dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya pula.

    "Kata guru saya, jangan lihat orang di atas kita tapi lihat yang di bawah kita dari segi apa yang mau kita ambil. Kita itu harus seperti orang bawa mobil, harus lihat ke depan tapi sekali-kali lihat ke belakang. Itu pesan almarhum guru saya," tutup Agus sambil tersenyum.

    Agus kehilangan sepasang kaki dan tangan sebelah kirinya saat hendak menyeberang perlintasan liar dini hari. Agus yang kala itu masih berusia 18 tahun itu pun harus rela dua kakinya putus di tempat dan satu tangannya diamputasi oleh dokter di rumah sakit.

    Suka Duka Agus Jadi Tukang Servis Elektronik: Disepelekan Hingga Diberi TV

    Jakarta - Sudah sekitar tiga tahun lamanya, Agus Murtado (39) membuka usaha memperbaiki alat-alat elektronik. Dengan kondisi fisik tanpa kaki dan satu tangan, ia pun sudah mencicipi asam garam selama melakukan perbaikan.

    Mulai dari dicemooh hingga dipandang sebelah mata, ia terima dengan lapang dada. Celaan dan pandangan sinis tidak menyurutkan niatnya untuk terus produktif.

    Agus membuka usaha reparasi perkakas elektronik di ruko pinggir jalan tak jauh dari Stasiun Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Berbagai barang 'diobati' dengan satu tangan dinginnya.

    Sejumlah pelanggan pun terus berdatangan untuk menservis elektronik kepadanya. Selain harganya murah, tidak butuh waktu lama untuk Agus memperbaiki barang-barang tersebut.

    Namun hal itu tidak serta merta menjadikan usahanya mulus. Masih ada saja mereka yang meragukan kemampuan Agus karena keterbatasan fisik yang dialaminya.

    "Ada yang sudah ke tempat saya, cuma lihat saya begini (tuna daksa) mereka malah enggak jadi servis dan milih ke tempat lain. Tapi ternyata gagal, terus balik lagi ke tempat saya. Pas saya tanganin, Alhamdulillah benar dalam waktu 30 menit," kisah Agus saat berbincang dengan detikcom di tempat servisnya.

    "Habis itu dia langsung bayar dengan melebihkan uangnya dan minta maaf ke saya karena sudah sempat enggak yakin dan meragukan saya," imbuhnya.

    Pengalaman lain yang tidak mengenakkan lainnya adalah dia pernah ditipu oleh beberapa pelanggan yang mengaku tidak memiliki uang setelah menservis barang. Belakangan, setiap kali Agus coba menghubungi mereka namun tidak pernah ditanggapi.

    "Yang enggak bayar juga banyak. Jadi kalau saya kan daripada diributin, kalau mau bawa ya bawa saja dulu barangnya kalau enggak ada duit. Ternyata sampai sekarang enggak dibayar, saya sudah coba kontak tapi enggak direspons," kata Agus sambil geleng-geleng kepala.

    Meski demikian, pria kelahiran Jakarta ini enggan mempermasalahkan. Sebab Agus yakin, rezeki dari Tuhan tidak hanya berasal dari satu pintu. Sehingga dia memilih untuk legowo ketimbang makan hati.

    "Mau enggak mau diikhlasin saja. Kan kata orang bijak, rezeki kita bukan dati satu pintu doang," terang Agus.

    Di balik pengalaman yang tidak mengenakkan itu, ada satu hal yang terus diingatnya. Kala itu, ada seorang pelanggan datang kepadanya untuk minta diperbaiki televisinya yang rusak. Setelah sudah benar, alih-alih dia membawa pulang televisi tersebut tetapi malah memberikannya secara cuma-cuma kepada Agus.

    "Ada orang dari Bekasi servis TV-nya ke saya. Dia datang ke tempat saya sini dan nungguin sampai TV itu selesai. Tapi pas sudah benar, enggak diambil TV-nya malah dikasih ke saya sama uang Rp 200 ribu juga. Ternyata, dia cuma ingin lihat saya mengerjakannya saja dan enggak ngomong apa-apa tapi meluk saya," ucapnya sambil tersenyum.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Tidak Menyerah Berjuang Meski Kaki Diamputasi Rating: 5 Reviewed By: Blogger
    Scroll to Top