Wahai Penggiat Startup, Pilih Go Global atau Jago Kandang?
Jakarta - Pertumbuhan ekosistem startup di Indonesia sangat menggembirakan. Dalam beberapa tahun terakhir, makin banyak anak muda yang terpikir membuat startup.
"Memang banyak yang latah, tapi menurut gue bagus. Jadi lebih banyak startup kan positif buat profile Indonesia juga naik," kata Senior Vice President of Growth Freelancer.com Wilix Halim, berbincang dengan detikINET pekan lalu.
Pengalamannya mengawal Freelancer yang bermarkas di Australia, membuatnya hafal dengan tren startup di Negeri Kanguru tersebut, dan melihat perbedaannya dengan di Indonesia.
"Indonesia itu five years behind dibandingkan Australia. Di Australia dan US (Amerika Serikat) startupnya udah global thinking-nya. Kalau di Indonesia kan masih lokal mikirnya," ujar lulusan bidang robotik dan teknik informatika University of Melbourne ini.
Namun dikatakannya, pola pikir lokal sah-sah saja karena tergantung bisnis apa yang dirintis. Dalam hal ini, Wilix menekankan sebuah startup harus melihat ukuran pasar yang akan disasar.
"I think that's okay ya. Dilihatnya dari market size. Berapa potensi yang bisa kita target. Jadi kalau seperti Bukalapak atau Tokopedia gak apa fokus ke lokal karena market size-nya di Indonesia aja besar banget kan," kata Wilix.
Pola pikir global menurutnya diperlukan ketika startup yang didirikan memang tak hanya menyasar kebutuhan lokal, tetapi juga pengguna atau konsumen di tingkat global.
"Freelancer.com itu contohnya. Dari awal mindset-nya global, karena ngapain kalau lokal saja. Kita ingin agar orang bisa mendapat project dari mana saja globally. Kalau lokal di Australia saja itu kecil. Sisanya itu tersebar di area lebih besar," terang Wilix memberi contoh.
Wilix pun memberi pandangan lain soal gap perkembangan startup di Australia dengan Indonesia. Menurutnya, hal ini justru menjadi potensi pertumbuhan yang besar.
"Startup yang pintar, dalam lima tahun ke depan tahu akan seperti apa. Mereka mengkopi dari Australia dan US, bisa lebih bagus startupnya. Indonesia growth-nya bisa 5-6 kali. Internet penetration masih berkembang, kalau di Australia udah 93%, sudah lebih dulu. Jadi pasarnya masih besar di Indonesia," simpulnya.
Wilix Halim, Anak Medan yang Jadi Growth Hacker Global
Jakarta - Freelancer.com belakangan sering terdengar. Beranjak dari sebuah startup yang didirikan pada 2009 di Australia, Freelancer tumbuh menjadi marketplace freelancing, outsourcing dan crowdsourcing terbesar di dunia. Di balik itu, ada peran seorang anak muda bernama Wilix Halim yang tak bisa disepelekan.
"Saya asal dari Medan. Umur 15 pindah ke Australia, sekolah 5 tahun bidang robotik dan teknik informatika di University of Melbourne," Wilix memperkenalkan diri saat bertemu detikINET.
Lulus kuliah, Wilix sempat bekerja di Honeywell selama enam bulan sebelum bertemu dengan CEO Freelancer.com Matt Barrie yang memintanya bergabung. Siapa sangka, ini menjadi permulaan karirnya yang cemerlang.
"Ketemu Matt waktu itu Freelancer masih kecil, baru ada 20 orang, masih startup gitu. Saya masuk jadi data analyst," kenang Wilix.
Tantangan dari Matt
Masa-masa awal bekerja di Freelancer meninggalkan cerita menarik yang selalu diingat Wilix. Kantor Freelancer saat itu masih kecil karena belum terlalu banyak orang. Alhasil dia mendapat meja kerja dekat toilet.
"Jadi saya tahu siapa saja yang bolak balik ke toilet hahaha," kelakar Wilix. Namun yang paling membuatnya terkesan adalah perlakuan Matt yang ikut membentuk karakternya dalam bekerja.
"Bos gue itu orangnya fokus banget. Dia cuma bilang, revenue company segini, loe harus buat jadi segini. I think that's a challenge. Harus mikir. Gak ada arahan. Itu semua cuma mindset. Bos gue cuma kasih satu task doang, setelah itu dia back off," kata Wilix.
Tantangan ini membuat Wilix putar otak memaksimalkan keahliannya dalam urusan analisa data. Fokusnya hanya satu, bagaimana semua data tersebut dimanfaatkan untuk membuat perusahaan tumbuh.
Hubungannya dengan Matt pun lebih seperti teman. Dia sama sekali tidak merasa sungkan berdiskusi kapan pun dengan bosnya, bahkan di pagi buta sekalipun.
Berkat ketekunannya, Wilix berhasil menyelesaikan setiap tantangan yang diberikan Matt. Terbukti, Freelancer terus tumbuh sejak dirinya bergabung. Dua tahun lalu, perusahaan ini sudah go public di bursa saham Australia dan valuasinya kini Rp 8 triliun.
Karena prestasinya, Matt mempercayakan si anak Medan yang pada 2011 berusia 23 tahun, menduduki jabatan Senior Vice President of Growth hingga sekarang.
"Dari jumlah pengguna waktu itu baru 500 ribu orang, sekarang udah 17 juta globally. Dan sejak itu pendapatannya naik sampai 12 kali. Selama empat tahun posisi saya dari data analyst, totalnya sekarang ada 470 orang karyawan di Freelancer," kata Wilix.
Wilix merasa tersanjung dipercaya mengemban jabatan penting di usia muda, yang boleh dibilang belum punya banyak pengalaman. Karakter dan cara kerja Matt yang tidak konvensional membuat Wilix mengagumi bosnya. Dia bahkan tak malu-malu mengakui Matt sebagai role model-nya dalam bekerja.
"Itu jadi salah satu manajemen teknik yang gue copy dari dia. Jadi semua itu gue kasih task-nya doang. Selalu mikir mereka itu lebih pintar dari gue. Jadi gue cuma minta dan selebihnya back off, you do your job. Percaya sama mereka. Kalau ada masalah baru gue masuk," jelasnya.
Growth Hacker Skala Global
Jika ditanya apa itu growth hacking, Wilix mengatakannya hanya sebuah mindset, yakni bagaimana agar sebuah perusahaan bisa tumbuh dengan memanfaatkan analisa data.
"Jadi mindset-nya, pakai cara apapun untuk bisa growth. Jadi fokusnya growth, growth, growth. Kalau di company lain itu biasanya timnya kecil untuk fokus ke growth. Kalau di Freelancer lain, semuanya. Makanya semuanya dari bawah ke atas mindset-nya growth termasuk CEO-nya. Gak ada lagi yang paling penting selain itu," terangnya.
Alih-alih mempekerjakan tim marketing, Wilix lebih suka mempekerjakan tim engineering untuk fokus pada pertumbuhan. Trik ini menurutnya berlaku untuk semua bisnis.
Dikatakannya, bisnis saat ini makin menekankan efisiensi, efektivitas dan ketepatan dalam meraih pertumbuhan serta revenue. Hati-hati sekaligus agresif diperlukan dalam persaingan yang sangat ketat. Bukan lagi intuisi yang dikedepankan, melainkan analisa data.
"Gue lebih suka engineer karena mereka selalu mikirnya ilmiah, skeptis, mencintai angka dan gemar menganalisa. Di sisi lain itu menjadi challenge, gimana pakai engineering mindset to solve business. Jadi bukan orang business to solve business," ungkap pria yang lahir 27 tahun lalu ini.
Wilix menyebut dirinya dan para engineer ini sebagai orang-orang 'hybrid' engineer yang berperan sebagai marketer. Orang-orang ini dapat menciptakan pertumbuhan luar biasa karena kemampuan mereka menggabungkan talenta engineering dan marketing.
Growth hacking saat ini tak hanya dipakai startup tetapi juga menjadi fokus para brand besar untuk lebih menggenjot pertumbuhan revenue mereka. Berkat reputasinya meningkatkan pertumbuhan Freelancer, membuat Wilix dipandang sebagai growth hacker kelas global dan kini sering diminta membagi triknya.
"Pesan saya buat startup very simple, always experiment and always be data driven. Semua eksperimen yang kita buat harus data driven dan marketing campaign yang kita buat harus kita tracking supaya tahu ini bekerja atau tidak. Semuanya harus di-track," pesannya.
Jakarta - Pertumbuhan ekosistem startup di Indonesia sangat menggembirakan. Dalam beberapa tahun terakhir, makin banyak anak muda yang terpikir membuat startup.
"Memang banyak yang latah, tapi menurut gue bagus. Jadi lebih banyak startup kan positif buat profile Indonesia juga naik," kata Senior Vice President of Growth Freelancer.com Wilix Halim, berbincang dengan detikINET pekan lalu.
Pengalamannya mengawal Freelancer yang bermarkas di Australia, membuatnya hafal dengan tren startup di Negeri Kanguru tersebut, dan melihat perbedaannya dengan di Indonesia.
"Indonesia itu five years behind dibandingkan Australia. Di Australia dan US (Amerika Serikat) startupnya udah global thinking-nya. Kalau di Indonesia kan masih lokal mikirnya," ujar lulusan bidang robotik dan teknik informatika University of Melbourne ini.
Namun dikatakannya, pola pikir lokal sah-sah saja karena tergantung bisnis apa yang dirintis. Dalam hal ini, Wilix menekankan sebuah startup harus melihat ukuran pasar yang akan disasar.
"I think that's okay ya. Dilihatnya dari market size. Berapa potensi yang bisa kita target. Jadi kalau seperti Bukalapak atau Tokopedia gak apa fokus ke lokal karena market size-nya di Indonesia aja besar banget kan," kata Wilix.
Pola pikir global menurutnya diperlukan ketika startup yang didirikan memang tak hanya menyasar kebutuhan lokal, tetapi juga pengguna atau konsumen di tingkat global.
"Freelancer.com itu contohnya. Dari awal mindset-nya global, karena ngapain kalau lokal saja. Kita ingin agar orang bisa mendapat project dari mana saja globally. Kalau lokal di Australia saja itu kecil. Sisanya itu tersebar di area lebih besar," terang Wilix memberi contoh.
Wilix pun memberi pandangan lain soal gap perkembangan startup di Australia dengan Indonesia. Menurutnya, hal ini justru menjadi potensi pertumbuhan yang besar.
"Startup yang pintar, dalam lima tahun ke depan tahu akan seperti apa. Mereka mengkopi dari Australia dan US, bisa lebih bagus startupnya. Indonesia growth-nya bisa 5-6 kali. Internet penetration masih berkembang, kalau di Australia udah 93%, sudah lebih dulu. Jadi pasarnya masih besar di Indonesia," simpulnya.
Wilix Halim, Anak Medan yang Jadi Growth Hacker Global
Jakarta - Freelancer.com belakangan sering terdengar. Beranjak dari sebuah startup yang didirikan pada 2009 di Australia, Freelancer tumbuh menjadi marketplace freelancing, outsourcing dan crowdsourcing terbesar di dunia. Di balik itu, ada peran seorang anak muda bernama Wilix Halim yang tak bisa disepelekan.
"Saya asal dari Medan. Umur 15 pindah ke Australia, sekolah 5 tahun bidang robotik dan teknik informatika di University of Melbourne," Wilix memperkenalkan diri saat bertemu detikINET.
Lulus kuliah, Wilix sempat bekerja di Honeywell selama enam bulan sebelum bertemu dengan CEO Freelancer.com Matt Barrie yang memintanya bergabung. Siapa sangka, ini menjadi permulaan karirnya yang cemerlang.
"Ketemu Matt waktu itu Freelancer masih kecil, baru ada 20 orang, masih startup gitu. Saya masuk jadi data analyst," kenang Wilix.
Tantangan dari Matt
Masa-masa awal bekerja di Freelancer meninggalkan cerita menarik yang selalu diingat Wilix. Kantor Freelancer saat itu masih kecil karena belum terlalu banyak orang. Alhasil dia mendapat meja kerja dekat toilet.
"Jadi saya tahu siapa saja yang bolak balik ke toilet hahaha," kelakar Wilix. Namun yang paling membuatnya terkesan adalah perlakuan Matt yang ikut membentuk karakternya dalam bekerja.
"Bos gue itu orangnya fokus banget. Dia cuma bilang, revenue company segini, loe harus buat jadi segini. I think that's a challenge. Harus mikir. Gak ada arahan. Itu semua cuma mindset. Bos gue cuma kasih satu task doang, setelah itu dia back off," kata Wilix.
Tantangan ini membuat Wilix putar otak memaksimalkan keahliannya dalam urusan analisa data. Fokusnya hanya satu, bagaimana semua data tersebut dimanfaatkan untuk membuat perusahaan tumbuh.
Hubungannya dengan Matt pun lebih seperti teman. Dia sama sekali tidak merasa sungkan berdiskusi kapan pun dengan bosnya, bahkan di pagi buta sekalipun.
Berkat ketekunannya, Wilix berhasil menyelesaikan setiap tantangan yang diberikan Matt. Terbukti, Freelancer terus tumbuh sejak dirinya bergabung. Dua tahun lalu, perusahaan ini sudah go public di bursa saham Australia dan valuasinya kini Rp 8 triliun.
Karena prestasinya, Matt mempercayakan si anak Medan yang pada 2011 berusia 23 tahun, menduduki jabatan Senior Vice President of Growth hingga sekarang.
"Dari jumlah pengguna waktu itu baru 500 ribu orang, sekarang udah 17 juta globally. Dan sejak itu pendapatannya naik sampai 12 kali. Selama empat tahun posisi saya dari data analyst, totalnya sekarang ada 470 orang karyawan di Freelancer," kata Wilix.
Wilix merasa tersanjung dipercaya mengemban jabatan penting di usia muda, yang boleh dibilang belum punya banyak pengalaman. Karakter dan cara kerja Matt yang tidak konvensional membuat Wilix mengagumi bosnya. Dia bahkan tak malu-malu mengakui Matt sebagai role model-nya dalam bekerja.
"Itu jadi salah satu manajemen teknik yang gue copy dari dia. Jadi semua itu gue kasih task-nya doang. Selalu mikir mereka itu lebih pintar dari gue. Jadi gue cuma minta dan selebihnya back off, you do your job. Percaya sama mereka. Kalau ada masalah baru gue masuk," jelasnya.
Growth Hacker Skala Global
Jika ditanya apa itu growth hacking, Wilix mengatakannya hanya sebuah mindset, yakni bagaimana agar sebuah perusahaan bisa tumbuh dengan memanfaatkan analisa data.
"Jadi mindset-nya, pakai cara apapun untuk bisa growth. Jadi fokusnya growth, growth, growth. Kalau di company lain itu biasanya timnya kecil untuk fokus ke growth. Kalau di Freelancer lain, semuanya. Makanya semuanya dari bawah ke atas mindset-nya growth termasuk CEO-nya. Gak ada lagi yang paling penting selain itu," terangnya.
Alih-alih mempekerjakan tim marketing, Wilix lebih suka mempekerjakan tim engineering untuk fokus pada pertumbuhan. Trik ini menurutnya berlaku untuk semua bisnis.
Dikatakannya, bisnis saat ini makin menekankan efisiensi, efektivitas dan ketepatan dalam meraih pertumbuhan serta revenue. Hati-hati sekaligus agresif diperlukan dalam persaingan yang sangat ketat. Bukan lagi intuisi yang dikedepankan, melainkan analisa data.
"Gue lebih suka engineer karena mereka selalu mikirnya ilmiah, skeptis, mencintai angka dan gemar menganalisa. Di sisi lain itu menjadi challenge, gimana pakai engineering mindset to solve business. Jadi bukan orang business to solve business," ungkap pria yang lahir 27 tahun lalu ini.
Wilix menyebut dirinya dan para engineer ini sebagai orang-orang 'hybrid' engineer yang berperan sebagai marketer. Orang-orang ini dapat menciptakan pertumbuhan luar biasa karena kemampuan mereka menggabungkan talenta engineering dan marketing.
Growth hacking saat ini tak hanya dipakai startup tetapi juga menjadi fokus para brand besar untuk lebih menggenjot pertumbuhan revenue mereka. Berkat reputasinya meningkatkan pertumbuhan Freelancer, membuat Wilix dipandang sebagai growth hacker kelas global dan kini sering diminta membagi triknya.
"Pesan saya buat startup very simple, always experiment and always be data driven. Semua eksperimen yang kita buat harus data driven dan marketing campaign yang kita buat harus kita tracking supaya tahu ini bekerja atau tidak. Semuanya harus di-track," pesannya.
0 komentar:
Post a Comment