Muncul Batik dari Sumatera & Papua, Obin: Batik Hanya Ada di Jawa
Jakarta - Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman wastra sebagai warisan budaya. Salah satunya batik, yang menurut seniman kain Josephine Komara atau akrab disapa O'bin, adalah budaya asli Pulau Jawa.
Belakangan muncul berbagai jenis batik dari daerah di luar Pulau Jawa. Tapi Obin yang sudah puluhan tahun berburu kain tradisional ke berbagai penjuru Indonesia, meyakini bahwa batik sejatinya berasal dari Jawa.
"Batik hanya ada di Jawa. Jadi kalau orang bilang ada batik dari Sumatera atau Papua, itu mungkin sesuatu yang baru. Tapi jangan sebut itu budaya (mereka), karena budaya batik bukan dari situ. Batik belongs to Java," terang Obin dalam talkshow 'Kenal Lebih Dekat' yang digelar di Alun-Alun, Grand Indonesia.
Menurut wanita yang lebih senang disebut 'Tukang Kain' itu, batik merupakan cerminan mental dan tempramen pembuatnya. Ini pula yang menjadi alasan batik adalah produk asli masyarakat Jawa.
"Kalau diperhatikan, terkadang dalam satu helai kain batik terdapat lima warna yang pembuatannya butuh waktu enam bulan. Bisa terbayang nggak kalau orang Medan atau Makassar harus membatik pelan-pelan," tutur pendiri label BINHouse ini.
Berbicara soal batik, Obin memang dikenal sangat blak-blakan. Bagi ibu satu anak ini, batik seperti sudah menjadi napas hidupnya. Besar di Jakarta, Obin mulai mengenal batik sejak kecil dari sang ibu yang berasal dari Tiongkok tapi gemar memakai batik.
Perkenalan Obin dengan batik semakin intens sejak putus sekolah di usia 12 tahun. Ketika berumur 17 tahun, Obin mulai berkeliling Indonesia untuk memburu kain-kain tradisional. Hasil buruannya itu sebagian besar ia simpan sebagai koleksi. "Banyak yang mau beli koleksi saya, tapi saya menolaknya," kenang Obin.
Dalam perjalanan tersebut, Obin tidak hanya sekadar berburu tapi sekaligus belajar cara membuat kain tersebut, baik batik, tenun maupun jenis kain lainnya.
Pada usia 19 tahun, ia mulai memberanikan diri untuk mengkomersialkan karya sendiri. Proyek awalnya saat itu melayani pesanan hotel-hotel. "Ketika itu tahun 70-80an, hotel-hotel asing mulai booming di Indonesia. Mereka mau dekorasi yang ada rasa Indonesianya. Saya buatkan kap lampu berbahan kain-kain tradisional," kata Obin yang karyanya sempat mejeng di Mandarin Hotel Jakarta.
Sampai saat ini pun karya-karya Obin masah dapat ditemui di hotel-hotel berbintang, salah satunya The Hermitage yang berlokasi di kawasan elite Menteng, Jakarta.
Bisnisnya berkembang hingga akhirnya ia mendirikan BinHouse pada 1986 silam. Sampai saat ini, BinHouse masih eksis dan memproduksi sekitar 20.000-an meter kain hand-made setiap bulannya oleh para perajin. Dikenal dengan produk batik hand spun dan tenun ikatnya yang terbuat dari 100 persen sutra, BinHouse kini sudah memperluas pasarnya hingga Singapura dan Jepang.
Semua itu Obin lakukan bukan karena materi melainkan cintanya kepada budaya Indonesia. "You just give all you've got. Buatlah sesuatu karena memang Anda mencintainya. Jangan pernah bikin sesuatu hanya karena ingin dipuji atau dilihat orang," ungkap Obin.
Jakarta - Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman wastra sebagai warisan budaya. Salah satunya batik, yang menurut seniman kain Josephine Komara atau akrab disapa O'bin, adalah budaya asli Pulau Jawa.
Belakangan muncul berbagai jenis batik dari daerah di luar Pulau Jawa. Tapi Obin yang sudah puluhan tahun berburu kain tradisional ke berbagai penjuru Indonesia, meyakini bahwa batik sejatinya berasal dari Jawa.
"Batik hanya ada di Jawa. Jadi kalau orang bilang ada batik dari Sumatera atau Papua, itu mungkin sesuatu yang baru. Tapi jangan sebut itu budaya (mereka), karena budaya batik bukan dari situ. Batik belongs to Java," terang Obin dalam talkshow 'Kenal Lebih Dekat' yang digelar di Alun-Alun, Grand Indonesia.
Menurut wanita yang lebih senang disebut 'Tukang Kain' itu, batik merupakan cerminan mental dan tempramen pembuatnya. Ini pula yang menjadi alasan batik adalah produk asli masyarakat Jawa.
"Kalau diperhatikan, terkadang dalam satu helai kain batik terdapat lima warna yang pembuatannya butuh waktu enam bulan. Bisa terbayang nggak kalau orang Medan atau Makassar harus membatik pelan-pelan," tutur pendiri label BINHouse ini.
Berbicara soal batik, Obin memang dikenal sangat blak-blakan. Bagi ibu satu anak ini, batik seperti sudah menjadi napas hidupnya. Besar di Jakarta, Obin mulai mengenal batik sejak kecil dari sang ibu yang berasal dari Tiongkok tapi gemar memakai batik.
Perkenalan Obin dengan batik semakin intens sejak putus sekolah di usia 12 tahun. Ketika berumur 17 tahun, Obin mulai berkeliling Indonesia untuk memburu kain-kain tradisional. Hasil buruannya itu sebagian besar ia simpan sebagai koleksi. "Banyak yang mau beli koleksi saya, tapi saya menolaknya," kenang Obin.
Dalam perjalanan tersebut, Obin tidak hanya sekadar berburu tapi sekaligus belajar cara membuat kain tersebut, baik batik, tenun maupun jenis kain lainnya.
Pada usia 19 tahun, ia mulai memberanikan diri untuk mengkomersialkan karya sendiri. Proyek awalnya saat itu melayani pesanan hotel-hotel. "Ketika itu tahun 70-80an, hotel-hotel asing mulai booming di Indonesia. Mereka mau dekorasi yang ada rasa Indonesianya. Saya buatkan kap lampu berbahan kain-kain tradisional," kata Obin yang karyanya sempat mejeng di Mandarin Hotel Jakarta.
Sampai saat ini pun karya-karya Obin masah dapat ditemui di hotel-hotel berbintang, salah satunya The Hermitage yang berlokasi di kawasan elite Menteng, Jakarta.
Bisnisnya berkembang hingga akhirnya ia mendirikan BinHouse pada 1986 silam. Sampai saat ini, BinHouse masih eksis dan memproduksi sekitar 20.000-an meter kain hand-made setiap bulannya oleh para perajin. Dikenal dengan produk batik hand spun dan tenun ikatnya yang terbuat dari 100 persen sutra, BinHouse kini sudah memperluas pasarnya hingga Singapura dan Jepang.
Semua itu Obin lakukan bukan karena materi melainkan cintanya kepada budaya Indonesia. "You just give all you've got. Buatlah sesuatu karena memang Anda mencintainya. Jangan pernah bikin sesuatu hanya karena ingin dipuji atau dilihat orang," ungkap Obin.
0 komentar:
Post a Comment