Cerita Efiq Zulfiqar, Seniman Sunda yang Berkarya di Australia
Efiq tampil dalam salah satu pertunjukkan budaya di Queensland.
BRISBANE - Siapa menyangka di sebuah kota satelit sepi dekat Brisbane, Caboolture, tinggal seorang seniman Sunda hebat.
Caboolture berjarak 51 kilometer dari ibu kota negara bagian Queensland, Brisbane.
Wilayah ini lebih dikenal dengan ladang stroberi, ketimbang keseniannya, Namun tempat ini toh telah menjadi “rumah kedua” untuk Efiq Zulfiqar, semenjak tahun 2005.
Di Australia, Efiq mengejar cita-citanya sebagai seniman dan memperkenalkan keindahan musik Jawa Barat. Dia berkolaborasi dengan para seniman lain dari berbagai latar belakang.
Setelah lebih dari 30 tahun berturut-turut bergerak di bidang seni, Efiq masih mempunyai keinginan kuat untuk terus berkarya dan belajar.
Lahir di Purwakata, Jawa Barat, Efiq menghabiskan masa remaja di kota Bandung.
Berkat darah seni kental yang diwariskan oleh kedua orangtuanya, Efiq mempunyai ketertarikan terhadap beragam seni sejak usia muda.
Kala duduk di bangku SMP dan SMA, ketertarikan Efiq terhadap seni musik semakin bersemi.
Dia menguasai gamelan degung, kecapi suling, dan kendang.
Efiq mengumpulkan “jam terbang” dengan pentas di acara pernikahan atau acara resmi lainnya di sekitar Kota Bandung.
Setelah lulus SMA pada tahun 1989, Efiq memutuskan untuk melanjutkan pelajaran musiknya di ASTI Bandung.
Dia menyelesaikan studi diploma di ASTI, dan saat itu pula keinginan Efiq untuk belajar musik lebih dalam bertambah kuat.
“Meskipun banyak pelajaran dan pengalaman yang saya dapatkan di sana, ternyata saya merasa masih belum cukup," kata dia.
Kemudian saya melanjutkan studi ke STSI Denpasar, hingga lulus tahun 1997,” sambungnya.
Berbekal gelar Sarjana Seni, Efiq mulai mengembangkan sayapnya dan bergabung dengan beberapa group musik di Indonesia. Sebutlah, Idea, Zithermania, Jugala All Star, Sambasunda dan juga Krakatau.
Tidak lama kemudian Efiq mulai membawa musiknya ke luar negeri.
“Pada waktu bergabung dengan Krakatau, saat itulah pengalaman pertama saya ke luar negeri," ungkap dia.
"Negara pertama yang saya kunjungi adalah Australia. Waktu itu kita pentas di Manly Jazz Festival di Sydney tahun 1997,” kata Efiq.
“Kemudian tahun 2000 di Cannes Perancis dan kita tour lagi ke Australia di tahun yang sama,” imbuhnya.
Setelah bergabung dengan Jugala All Star dan Sambasunda, Efiq tour ke beberapa negara di Eropa dan Asia.
Pengalaman di luar negeri itu menjadi sangat berguna bagi Efiq, sehingga semakin kuat niatnya untuk bergabung dengan seniman di panggung Internasional.
“Selain bisa berekspresi sebagai musisi, saya juga bisa mengapresiasi musisi-musisi dari berbagai negara,” kata dia.
Saat itu, Efiq juga bisa menuangkan ide-ide dengan menulis komposisi musik.
“Beberapa komposisi yang saya tulis di antaranya, Mandeh Lah Ondeh, Sweet Talking With Oling, Sisidueun, Kool n’ Trunk, Janari Kecil, Bentol Soca, dan Ronggeng Imut,” kata Efiq.
Sebelum memilih untuk tinggal betah di Australia, pada tahun 2002 Efiq diundang sebagai Musician in Residence oleh yayasan AIAA.
Dia diminta mengajar gamelan di community group dan sekolah-sekolah di Australia.
Di Australia, Efiq memainkan alat-alat musik tradisional, sekaligus mempromosikan kekayaan seni dan budaya Indonesia.
Dia juga melakukan workshop gamelan dan konser ke sekolah-sekolah di beberapa tempat di Australia.
“Pada tahun 2005, akhirnya saya memutuskan untuk hijrah ke Australia, bukan hanya karena alasan keluarga saya, tetapi juga banyak sekali gamelan group di sini yang membuat saya semakin betah,” kata Efiq.
Semenjak tahun 2002, Efiq sudah berhasil berkolaborasi dengan beberapa grup masyarakat dan musisi di seluruh Australia termasuk Sydney, Gosford, Byron Bay, Toowomba dan Brisbane.
Bukan hanya dengan musisi dan grup asal Indonesia tetapi juga dengan musisi asli Australia dan India.
Efiq juga berhasil membuat musik ethic fusion yang memadukan musik elektronik dan tradisional.
Dengan pengalaman yang sangat luas baik di dalam negeri maupun di luar, Efiq sudah menjadi cukup familiar dengan proses berkolaborasi.
Efiq menjelaskan proses ini secara rinci. “Biasanya diawali dengan perkenalan atau rekomendasi dari teman atau sesama musisi. Setelah itu pertemuan musik atau jam session," kata dia.
"Di saat jam session itu, muncul ide-ide atau gagasan baru yang dituangkan dalam kolaborasi musik.”
“Itu bisa menghasilkan seni pertunjukan yang unik dan menarik." kata dia.
Efiq juga menyadari bahwa ada manfaat sosial besar yang bisa diperoleh dari kegiatan kolaboratif seperti ini.
“Secara tidak langsung kita bisa mempererat hubungan antara Indonesia dan Australia," kata Efiq.
"Seperti ada pepatah mengatakan, Tak kenal maka tak sayang. Artinya kalau kita mengenali seni dan budaya Indonesia, maka kita semua harus menyayangi, menjaga dan juga melestarikanya,” cetus dia.
Sebagai seniman yang dilatih dari usia muda, Efiq mengakui bahwa peran orangtua sangat penting dalam mendidik generasi muda untuk mencintai tradisi dan seni budaya Indonesia.
Efiq juga menyadari bahwa ada manfaat secara psikologis ketika anak-anak bermain musik.
“Musik adalah terapi yang bisa membuat anak senang atau gembira," kata dia.
"Kegembiraan dan kesenangan itulah yang membuat si anak terus memainkan alat musik, menyanyi dan sebagainya," sebut dia.
"Kalau si anak sudah senang melakukannya, akan lebih mudah untuk mengarahkan, melatih dan mengembangkannya.”
Efiq pun percaya bahwa dunia modern dan tradisi dapat dipadukan tetapi harus dilakukan dengan rasa peduli terhadap tradisi.
“Karena eksistensi seni pertunjukan modern, tanpa seni dan budaya tradisi akan kehilangan makna esensialnya sebagai falsafah hidup berbudaya.”
Efiq tampil dalam salah satu pertunjukkan budaya di Queensland.
BRISBANE - Siapa menyangka di sebuah kota satelit sepi dekat Brisbane, Caboolture, tinggal seorang seniman Sunda hebat.
Caboolture berjarak 51 kilometer dari ibu kota negara bagian Queensland, Brisbane.
Wilayah ini lebih dikenal dengan ladang stroberi, ketimbang keseniannya, Namun tempat ini toh telah menjadi “rumah kedua” untuk Efiq Zulfiqar, semenjak tahun 2005.
Di Australia, Efiq mengejar cita-citanya sebagai seniman dan memperkenalkan keindahan musik Jawa Barat. Dia berkolaborasi dengan para seniman lain dari berbagai latar belakang.
Setelah lebih dari 30 tahun berturut-turut bergerak di bidang seni, Efiq masih mempunyai keinginan kuat untuk terus berkarya dan belajar.
Lahir di Purwakata, Jawa Barat, Efiq menghabiskan masa remaja di kota Bandung.
Berkat darah seni kental yang diwariskan oleh kedua orangtuanya, Efiq mempunyai ketertarikan terhadap beragam seni sejak usia muda.
Kala duduk di bangku SMP dan SMA, ketertarikan Efiq terhadap seni musik semakin bersemi.
Dia menguasai gamelan degung, kecapi suling, dan kendang.
Efiq mengumpulkan “jam terbang” dengan pentas di acara pernikahan atau acara resmi lainnya di sekitar Kota Bandung.
Setelah lulus SMA pada tahun 1989, Efiq memutuskan untuk melanjutkan pelajaran musiknya di ASTI Bandung.
Dia menyelesaikan studi diploma di ASTI, dan saat itu pula keinginan Efiq untuk belajar musik lebih dalam bertambah kuat.
“Meskipun banyak pelajaran dan pengalaman yang saya dapatkan di sana, ternyata saya merasa masih belum cukup," kata dia.
Kemudian saya melanjutkan studi ke STSI Denpasar, hingga lulus tahun 1997,” sambungnya.
Berbekal gelar Sarjana Seni, Efiq mulai mengembangkan sayapnya dan bergabung dengan beberapa group musik di Indonesia. Sebutlah, Idea, Zithermania, Jugala All Star, Sambasunda dan juga Krakatau.
Tidak lama kemudian Efiq mulai membawa musiknya ke luar negeri.
“Pada waktu bergabung dengan Krakatau, saat itulah pengalaman pertama saya ke luar negeri," ungkap dia.
"Negara pertama yang saya kunjungi adalah Australia. Waktu itu kita pentas di Manly Jazz Festival di Sydney tahun 1997,” kata Efiq.
“Kemudian tahun 2000 di Cannes Perancis dan kita tour lagi ke Australia di tahun yang sama,” imbuhnya.
Setelah bergabung dengan Jugala All Star dan Sambasunda, Efiq tour ke beberapa negara di Eropa dan Asia.
Pengalaman di luar negeri itu menjadi sangat berguna bagi Efiq, sehingga semakin kuat niatnya untuk bergabung dengan seniman di panggung Internasional.
“Selain bisa berekspresi sebagai musisi, saya juga bisa mengapresiasi musisi-musisi dari berbagai negara,” kata dia.
Saat itu, Efiq juga bisa menuangkan ide-ide dengan menulis komposisi musik.
“Beberapa komposisi yang saya tulis di antaranya, Mandeh Lah Ondeh, Sweet Talking With Oling, Sisidueun, Kool n’ Trunk, Janari Kecil, Bentol Soca, dan Ronggeng Imut,” kata Efiq.
Sebelum memilih untuk tinggal betah di Australia, pada tahun 2002 Efiq diundang sebagai Musician in Residence oleh yayasan AIAA.
Dia diminta mengajar gamelan di community group dan sekolah-sekolah di Australia.
Di Australia, Efiq memainkan alat-alat musik tradisional, sekaligus mempromosikan kekayaan seni dan budaya Indonesia.
Dia juga melakukan workshop gamelan dan konser ke sekolah-sekolah di beberapa tempat di Australia.
“Pada tahun 2005, akhirnya saya memutuskan untuk hijrah ke Australia, bukan hanya karena alasan keluarga saya, tetapi juga banyak sekali gamelan group di sini yang membuat saya semakin betah,” kata Efiq.
Semenjak tahun 2002, Efiq sudah berhasil berkolaborasi dengan beberapa grup masyarakat dan musisi di seluruh Australia termasuk Sydney, Gosford, Byron Bay, Toowomba dan Brisbane.
Bukan hanya dengan musisi dan grup asal Indonesia tetapi juga dengan musisi asli Australia dan India.
Efiq juga berhasil membuat musik ethic fusion yang memadukan musik elektronik dan tradisional.
Dengan pengalaman yang sangat luas baik di dalam negeri maupun di luar, Efiq sudah menjadi cukup familiar dengan proses berkolaborasi.
Efiq menjelaskan proses ini secara rinci. “Biasanya diawali dengan perkenalan atau rekomendasi dari teman atau sesama musisi. Setelah itu pertemuan musik atau jam session," kata dia.
"Di saat jam session itu, muncul ide-ide atau gagasan baru yang dituangkan dalam kolaborasi musik.”
“Itu bisa menghasilkan seni pertunjukan yang unik dan menarik." kata dia.
Efiq juga menyadari bahwa ada manfaat sosial besar yang bisa diperoleh dari kegiatan kolaboratif seperti ini.
“Secara tidak langsung kita bisa mempererat hubungan antara Indonesia dan Australia," kata Efiq.
"Seperti ada pepatah mengatakan, Tak kenal maka tak sayang. Artinya kalau kita mengenali seni dan budaya Indonesia, maka kita semua harus menyayangi, menjaga dan juga melestarikanya,” cetus dia.
Sebagai seniman yang dilatih dari usia muda, Efiq mengakui bahwa peran orangtua sangat penting dalam mendidik generasi muda untuk mencintai tradisi dan seni budaya Indonesia.
Efiq juga menyadari bahwa ada manfaat secara psikologis ketika anak-anak bermain musik.
“Musik adalah terapi yang bisa membuat anak senang atau gembira," kata dia.
"Kegembiraan dan kesenangan itulah yang membuat si anak terus memainkan alat musik, menyanyi dan sebagainya," sebut dia.
"Kalau si anak sudah senang melakukannya, akan lebih mudah untuk mengarahkan, melatih dan mengembangkannya.”
Efiq pun percaya bahwa dunia modern dan tradisi dapat dipadukan tetapi harus dilakukan dengan rasa peduli terhadap tradisi.
“Karena eksistensi seni pertunjukan modern, tanpa seni dan budaya tradisi akan kehilangan makna esensialnya sebagai falsafah hidup berbudaya.”
0 komentar:
Post a Comment