Nama Kelompok Militan Irak, ISIS atau ISIL?
NEW YORK, Semua orang tampaknya sepakat bahwa kaum ekstremis Sunni yang berusaha untuk mengukir sebuah kekhalifahan di Suriah dan Irak telah mengacaukan kawasan itu. Namun tidak ada konsensus tentang bagaimana harus menyebut kelompok militan tersebut, setidaknya dalam bahasa Inggris.
Fairfax Media, bersama sejumlah kantor berita, termasuk Associated Press, dan pemerintah AS, menyebutnya sebagai Negara Islam di Irak dan Levan atau ISIL yang merupakan singkatan dari Islamic State in Iraq and the Levant. Namun di banyak media lain, termasuk New York Times, terjemahan untuk nama kelompok itu adalah Negara Islam di Irak dan Suriah atau ISIS yang merupakan singkatan dari Islamic State in Iraq and Syria.
Dalam bahasa Arab, kelompok itu bernama Al-Dawla al-Islamiya fi al-Iraq wa al-Sham. Jika diterjermahkan, tiga bagian pertama nama ini cukup sederhana yaitu "Negara Islam di Irak dan ..." Kesulitan terjadi pada kata terakhir.
Al-Sham merupakan istilah bahasa Arab klasik untuk Damaskus dan wilayah daratan sekitarnya, dan dari waktu ke waktu, nama itu merujuk ke daerah antara Laut Tengah dan Sungai Efrat, di selatan Pegunungan Taurus dan di utara gurun Arab. Sama halnya di Mesir, "Masr" dapat merujuk baik ke Kairo atau ke seluruh negeri. Jika digunakan dalam arti itu, al-Sham tidak hanya mencakup Suriah tetapi juga Israel, Yordania, Lebanon dan wilayah Palestina, dan bahkan bagian tenggara Turki.
Area itu hampir sama dengan apa para pakar geografi Barat sebut sebagai Levant, sebuah istilah yang pernah lumrah di masa lalu tetapi kini bernuansa antik, seperti penyebutan "(wilayah) Timur". Karena ada asosiasi kolonial Perancis dari istilah tersebut, banyak kaum nasionalis Arab dan Islam radikal tidak menyukainya, dan tidak mungkin bahwa kelompok militan itu akan memilih "Levan" untuk nama mereka.
Namun para pemberontak itu juga tidak suka dengan nama "Suriah". Suriah merupakan nama yang diberikan orang-orang Yunani untuk daerah itu pada zaman dulu, mungkin setelah orang-orang Asyur pernah tinggal di sana, meskipun asal-usul itu diperdebatkan. Dan pada suatu saat di masa dulu, istilah "Suriah" digunakan khusus untuk orang Kristen Suriah, sementara orang Muslim atau Yahudi yang tinggal di sana akan disebut Shami. Dewasa ini, ketika orang-orang Arab berbicara tentang Suriah, mereka biasanya hanya merujuk ke negara modern (Suriya dalam bahasa Arab), dimana kelompok pemberontak itu berjuang untuk melenyapkannya.
Ali Adeeb, seorang profesor bahasa Arab di New York University, mengatakan, resonansi sejarah adalah inti dari pemakaian kata itu. "Ketika mereka pertama kali memikirkan nama itu, mereka berpikir dengan mentalitas abad ketujuh atau kedelapan, sama seperti penafsiran mereka tentang agama dan kehidupan yang mereka ingin ciptakan," kata Adeeb. Dia mencatat bahwa dalam sejumlah pernyataan kelompok itu, "mereka menggunakan kata-kata lama seperti 'ghazwa' untuk invasi, bukan kata modern pertempuran."
Jadi, jika bukan "Levan" atau "Suriah" untuk menerjemahkan "al-Sham," lalu apa terjemahannya?
Sejumlah penulis dan pakar geografi menggunakan "Suriah Raya," yang memang berbeda dengan kondisi negara Suriah saat ini. Namun hal itu akan menyebabkan adanya penambahan sebuah kata sifat yang justru tidak muncul dalam bahasa Arab. Kalau pun kata sifat itu ada, akan ada persoalan lagi dalam mencitpkan akronim. Atau, bisa saja singkatan ISIS yang sudah akrab itu merujuk ke Negara Islam di Irak dan al-Sham (Islamic State in Iraq and al-Sham), meskipun kata terakhir itu asing bagi para penutur di luar bahasa Arab.
NEW YORK, Semua orang tampaknya sepakat bahwa kaum ekstremis Sunni yang berusaha untuk mengukir sebuah kekhalifahan di Suriah dan Irak telah mengacaukan kawasan itu. Namun tidak ada konsensus tentang bagaimana harus menyebut kelompok militan tersebut, setidaknya dalam bahasa Inggris.
Fairfax Media, bersama sejumlah kantor berita, termasuk Associated Press, dan pemerintah AS, menyebutnya sebagai Negara Islam di Irak dan Levan atau ISIL yang merupakan singkatan dari Islamic State in Iraq and the Levant. Namun di banyak media lain, termasuk New York Times, terjemahan untuk nama kelompok itu adalah Negara Islam di Irak dan Suriah atau ISIS yang merupakan singkatan dari Islamic State in Iraq and Syria.
Dalam bahasa Arab, kelompok itu bernama Al-Dawla al-Islamiya fi al-Iraq wa al-Sham. Jika diterjermahkan, tiga bagian pertama nama ini cukup sederhana yaitu "Negara Islam di Irak dan ..." Kesulitan terjadi pada kata terakhir.
Al-Sham merupakan istilah bahasa Arab klasik untuk Damaskus dan wilayah daratan sekitarnya, dan dari waktu ke waktu, nama itu merujuk ke daerah antara Laut Tengah dan Sungai Efrat, di selatan Pegunungan Taurus dan di utara gurun Arab. Sama halnya di Mesir, "Masr" dapat merujuk baik ke Kairo atau ke seluruh negeri. Jika digunakan dalam arti itu, al-Sham tidak hanya mencakup Suriah tetapi juga Israel, Yordania, Lebanon dan wilayah Palestina, dan bahkan bagian tenggara Turki.
Area itu hampir sama dengan apa para pakar geografi Barat sebut sebagai Levant, sebuah istilah yang pernah lumrah di masa lalu tetapi kini bernuansa antik, seperti penyebutan "(wilayah) Timur". Karena ada asosiasi kolonial Perancis dari istilah tersebut, banyak kaum nasionalis Arab dan Islam radikal tidak menyukainya, dan tidak mungkin bahwa kelompok militan itu akan memilih "Levan" untuk nama mereka.
Namun para pemberontak itu juga tidak suka dengan nama "Suriah". Suriah merupakan nama yang diberikan orang-orang Yunani untuk daerah itu pada zaman dulu, mungkin setelah orang-orang Asyur pernah tinggal di sana, meskipun asal-usul itu diperdebatkan. Dan pada suatu saat di masa dulu, istilah "Suriah" digunakan khusus untuk orang Kristen Suriah, sementara orang Muslim atau Yahudi yang tinggal di sana akan disebut Shami. Dewasa ini, ketika orang-orang Arab berbicara tentang Suriah, mereka biasanya hanya merujuk ke negara modern (Suriya dalam bahasa Arab), dimana kelompok pemberontak itu berjuang untuk melenyapkannya.
Ali Adeeb, seorang profesor bahasa Arab di New York University, mengatakan, resonansi sejarah adalah inti dari pemakaian kata itu. "Ketika mereka pertama kali memikirkan nama itu, mereka berpikir dengan mentalitas abad ketujuh atau kedelapan, sama seperti penafsiran mereka tentang agama dan kehidupan yang mereka ingin ciptakan," kata Adeeb. Dia mencatat bahwa dalam sejumlah pernyataan kelompok itu, "mereka menggunakan kata-kata lama seperti 'ghazwa' untuk invasi, bukan kata modern pertempuran."
Jadi, jika bukan "Levan" atau "Suriah" untuk menerjemahkan "al-Sham," lalu apa terjemahannya?
Sejumlah penulis dan pakar geografi menggunakan "Suriah Raya," yang memang berbeda dengan kondisi negara Suriah saat ini. Namun hal itu akan menyebabkan adanya penambahan sebuah kata sifat yang justru tidak muncul dalam bahasa Arab. Kalau pun kata sifat itu ada, akan ada persoalan lagi dalam mencitpkan akronim. Atau, bisa saja singkatan ISIS yang sudah akrab itu merujuk ke Negara Islam di Irak dan al-Sham (Islamic State in Iraq and al-Sham), meskipun kata terakhir itu asing bagi para penutur di luar bahasa Arab.
0 komentar:
Post a Comment