Pilpres Indonesia, Persaingan antara Tentara dan "Salesman"
Media massa di berbagai belahan dunia mencurahkan perhatian pada Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) Indonesia yang berlangsung pada Rabu (9/7/2014) ini antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo. Media itu umumnya menggambarkan bahwa pilpres hari ini akan berlangsung ketat dengan merujuk pada berbagai hasil survei di dalam negeri.
New York Times, Sabtu lalu, yang merupakan hari terakhir kampanye, membuat laporan bahwa setelah serangkaian serangan yang bersifat pribadi, Pilpres Indonesia akan berlangsung ketat. Harian itu mengutip sejumlah praktik kampanye negatif dan kampanye hitam serta berbagai hasil survei di dalam negeri sebagai bahan laporannya. Tuduhan bahwa Joko Widodo seorang keturunan Tionghoa dan beragama Kristen juga dikutip harian itu sebagai contoh kampanye hitam.
Media Australia, Sydney Morning Herald, melaporkan hal yang sama bahwa pilpres kali ini bakal berlangsung sengit.
Sementara itu, CNN pada Rabu ini membuat laporan yang melihat pilpres kali ini merupakan pertarungan antara seorang tentara dan seorang salesman. "Latar belakang kedua calon, yaitu Prabowo Subianto dan Joko Widodo, sangat kontras. (Joko) Widodo, seorang mantan penjual (salesman) mebel yang muncul menjadi pusat perhatian nasional terkait kerjanya sebagai wali kota, dan Prabowo, seorang militer yang punya jaringan bagus," lapor CNN dalam situsnya.
Adapun Al Jazeera, Selasa kemarin, menurunkan laporan bahwa agama dapat menjadi kuda hitam dalam pilpres ini. Media itu menyoroti bahwa kampanye pilpres telah diwarnai oleh ketegangan berbau agama.
Mengapa Pilpres Indonesia penting di mata dunia? Media Inggris, Guardian, memberi jawaban bahwa ada setidaknya lima alasan Pilpres Indonesia menjadi penting.
Pertama, Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Ada 187 juta warga yang punya hak pilih, termasuk 67 juta pemilih pemula. Lebih penting lagi, pilpres hari ini menjadi momen pertama bahwa kekuasaan akan diserahkan dari seorang pemimpin yang dipilih langsung ke pemimpin yang dipilih langsung berikutnya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan presiden pertama Indonesia yang dipilih secara langsung.
Alasan kedua dari Guardian, dalam laporannya yang diturunkan pada hari Senin, adalah ekonomi Indonesia yang sehat. Guardian mencatat, secara ekonomi, posisi Indonesia semakin penting. Walau sempat lumpuh akibat krisis keuangan Asia pada 1998, dewasa ini Indonesia merupakan negara ekonomi terbesar di Asia Tenggara, anggota G-20, dan salah satu negara dengan kinerja ekonomi terbaik secara global.
Di antara anggota Mints (Maroko, Indonesia, Nigeria, dan Turki), yang merupakan sebuah kelompok baru negara-negara eknomi berkembang, perekonomian Indonesia diproyeksikan menjadi yang terbesar ketujuh secara global pada 2030. Selama beberapa tahun terakhir, Indonesia telah kembali ke kategori layak investasi, dan mempertahankan pertumbuhan berkelanjutan yang kuat sepanjang resesi global, terutama didukung oleh konsumsi domestik yang sehat. Namun, sekitar 32 juta rakyat Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Alasan ketiga adalah masyarakat Indonesia yang dinamis. Menurut Guardian, saat kudeta militer merusak stabilitas politik Thailand, dan Malaysia serta Singapura berkutat dengan persoalan hanya satu partai yang berkuasa, transisi demokrasi di Indonesia sebagian besar telah dipuji sebagai suatu hal yang sukses. Sejak jatuhnya Soeharto, Indonesia telah berubah dari pemerintahan terpusat ke demokrasi yang riuh. Walau pembelian suara dan politik uang telah merusak pemilihan sebelumnya, pemilihan umum di Indonesia sebagian besar bebas dan adil dengan masyarakat sipil yang dinamis serta memiliki kehidupan pers yang paling bersemangat dan penting di Asia.
Alasan keempat, menurut Guardian, adalah Islam yang moderat. Dengan jumlah penduduk 240 juta orang, dan 90 persen di antaranya Muslim, Indonesia bersama Turki sering dilihat sebagai contoh kompatibilitas demokrasi dan Islam. Walau Timur Tengah dapat menjadi pusat gravitasi dunia Islam, Indonesia memiliki lebih banyak Muslim dibanding semua wilayah itu.
Sejak jatuhnya Soeharto, ketika kebebasan politik dan agama dibatasi, demokrasi dan Islam telah berkembang pesat. Menurut Guardian, Muslim Indonesia umumnya mempraktikkan Islam yang moderat, dan selama beberapa tahun terakhir pemerintah telah bekerja keras untuk melumpuhkan kelompok-kelompok ekstremis, seperti mereka yang berada di balik pengeboman di Bali tahun 2002. Namun, media itu memberi catatan bahwa walau konstitusi Indonesia melindungi kebebasan beragama, koalisi di bawah SBY yang mencakup partai-partai berbasis Islam menunjukkan bahwa intoleransi agama terhadap umat Kristen, Muslim Syiah, dan Ahmadiyah telah meningkat.
Alasan kelima adalah persatuan nasional. Jika siap memainkan peran yang lebih besar di panggung global, secara politik dan ekonomi, maka Indonesia butuh pemimpin yang dapat menyatukan salah satu negara di dunia yang paling beragam. Indonesia merupakan sebuah negara yang membentang di lebih dari 17.000 pulau, dengan ratusan kelompok etnis dan bahasa. Indonesia tetap utuh sejak berdiri pada tahun 1945. Guardian menyebutkan, di dunia global yang dilanda perpecahan, Indonesia menjadi contoh manfaat dari persatuan.
Media massa di berbagai belahan dunia mencurahkan perhatian pada Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) Indonesia yang berlangsung pada Rabu (9/7/2014) ini antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo. Media itu umumnya menggambarkan bahwa pilpres hari ini akan berlangsung ketat dengan merujuk pada berbagai hasil survei di dalam negeri.
New York Times, Sabtu lalu, yang merupakan hari terakhir kampanye, membuat laporan bahwa setelah serangkaian serangan yang bersifat pribadi, Pilpres Indonesia akan berlangsung ketat. Harian itu mengutip sejumlah praktik kampanye negatif dan kampanye hitam serta berbagai hasil survei di dalam negeri sebagai bahan laporannya. Tuduhan bahwa Joko Widodo seorang keturunan Tionghoa dan beragama Kristen juga dikutip harian itu sebagai contoh kampanye hitam.
Media Australia, Sydney Morning Herald, melaporkan hal yang sama bahwa pilpres kali ini bakal berlangsung sengit.
Sementara itu, CNN pada Rabu ini membuat laporan yang melihat pilpres kali ini merupakan pertarungan antara seorang tentara dan seorang salesman. "Latar belakang kedua calon, yaitu Prabowo Subianto dan Joko Widodo, sangat kontras. (Joko) Widodo, seorang mantan penjual (salesman) mebel yang muncul menjadi pusat perhatian nasional terkait kerjanya sebagai wali kota, dan Prabowo, seorang militer yang punya jaringan bagus," lapor CNN dalam situsnya.
Adapun Al Jazeera, Selasa kemarin, menurunkan laporan bahwa agama dapat menjadi kuda hitam dalam pilpres ini. Media itu menyoroti bahwa kampanye pilpres telah diwarnai oleh ketegangan berbau agama.
Mengapa Pilpres Indonesia penting di mata dunia? Media Inggris, Guardian, memberi jawaban bahwa ada setidaknya lima alasan Pilpres Indonesia menjadi penting.
Pertama, Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Ada 187 juta warga yang punya hak pilih, termasuk 67 juta pemilih pemula. Lebih penting lagi, pilpres hari ini menjadi momen pertama bahwa kekuasaan akan diserahkan dari seorang pemimpin yang dipilih langsung ke pemimpin yang dipilih langsung berikutnya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan presiden pertama Indonesia yang dipilih secara langsung.
Alasan kedua dari Guardian, dalam laporannya yang diturunkan pada hari Senin, adalah ekonomi Indonesia yang sehat. Guardian mencatat, secara ekonomi, posisi Indonesia semakin penting. Walau sempat lumpuh akibat krisis keuangan Asia pada 1998, dewasa ini Indonesia merupakan negara ekonomi terbesar di Asia Tenggara, anggota G-20, dan salah satu negara dengan kinerja ekonomi terbaik secara global.
Di antara anggota Mints (Maroko, Indonesia, Nigeria, dan Turki), yang merupakan sebuah kelompok baru negara-negara eknomi berkembang, perekonomian Indonesia diproyeksikan menjadi yang terbesar ketujuh secara global pada 2030. Selama beberapa tahun terakhir, Indonesia telah kembali ke kategori layak investasi, dan mempertahankan pertumbuhan berkelanjutan yang kuat sepanjang resesi global, terutama didukung oleh konsumsi domestik yang sehat. Namun, sekitar 32 juta rakyat Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Alasan ketiga adalah masyarakat Indonesia yang dinamis. Menurut Guardian, saat kudeta militer merusak stabilitas politik Thailand, dan Malaysia serta Singapura berkutat dengan persoalan hanya satu partai yang berkuasa, transisi demokrasi di Indonesia sebagian besar telah dipuji sebagai suatu hal yang sukses. Sejak jatuhnya Soeharto, Indonesia telah berubah dari pemerintahan terpusat ke demokrasi yang riuh. Walau pembelian suara dan politik uang telah merusak pemilihan sebelumnya, pemilihan umum di Indonesia sebagian besar bebas dan adil dengan masyarakat sipil yang dinamis serta memiliki kehidupan pers yang paling bersemangat dan penting di Asia.
Alasan keempat, menurut Guardian, adalah Islam yang moderat. Dengan jumlah penduduk 240 juta orang, dan 90 persen di antaranya Muslim, Indonesia bersama Turki sering dilihat sebagai contoh kompatibilitas demokrasi dan Islam. Walau Timur Tengah dapat menjadi pusat gravitasi dunia Islam, Indonesia memiliki lebih banyak Muslim dibanding semua wilayah itu.
Sejak jatuhnya Soeharto, ketika kebebasan politik dan agama dibatasi, demokrasi dan Islam telah berkembang pesat. Menurut Guardian, Muslim Indonesia umumnya mempraktikkan Islam yang moderat, dan selama beberapa tahun terakhir pemerintah telah bekerja keras untuk melumpuhkan kelompok-kelompok ekstremis, seperti mereka yang berada di balik pengeboman di Bali tahun 2002. Namun, media itu memberi catatan bahwa walau konstitusi Indonesia melindungi kebebasan beragama, koalisi di bawah SBY yang mencakup partai-partai berbasis Islam menunjukkan bahwa intoleransi agama terhadap umat Kristen, Muslim Syiah, dan Ahmadiyah telah meningkat.
Alasan kelima adalah persatuan nasional. Jika siap memainkan peran yang lebih besar di panggung global, secara politik dan ekonomi, maka Indonesia butuh pemimpin yang dapat menyatukan salah satu negara di dunia yang paling beragam. Indonesia merupakan sebuah negara yang membentang di lebih dari 17.000 pulau, dengan ratusan kelompok etnis dan bahasa. Indonesia tetap utuh sejak berdiri pada tahun 1945. Guardian menyebutkan, di dunia global yang dilanda perpecahan, Indonesia menjadi contoh manfaat dari persatuan.
0 komentar:
Post a Comment