728x90 AdSpace

Saat Kau butuhkan tetesan air 'tuk segarkan relung jiwamu yang mulai mengering...

  • Latest News

    Tinggalkan yang Instant!?

    Tinggalkan yang Instant!? Siapa Takut.....

    Januari 2003....
    Namanya Echi, dia teman dekatku. Hari itu aku melihatnya menangis. Echi
    baru saja kembali ke Yogyakarta setelah hampir seminggu di Jakarta. Echi
    baru saja menceritakan padaku kalau pacarnya, Hans, baru saja lari dan
    menikah dengan perempuan lain. Echi adalah gadis manis dari Kota
    Kembang, Bandung. Dia seumuran denganku, kami berasal dari universitas
    yang sama, tinggal dalam kos yang sama, dan sama-sama duduk di semester
    6. Kami telah bersahabat sejak 2 tahun yang lalu, sejak Echi pindah ke
    kosku.

    Echi dan Hans sudah berpacaran selama hampir 2 tahun. Mereka bertemu
    dalam suatu latihan pertunjukan dimana mereka berdua ikut ambil bagian
    di dalamnya. Echi telah sangat dekat dengan keluarga Hans. Echi bahkan
    sering menginap di rumah keluarga Hans untuk beberapa alasan: membantu
    memasak, mencuci pakaian, acara keluarga, hingga alasan yang paling
    sepele 'kangen sama Hans'. Dari cerita Echi aku juga mengetahui kalau
    perekonomian keluarga Hans tidak terlalu baik. Beberapa kali bahkan Echi
    meminjamkan uang kepada keluarga Hans untuk keperluan seperti:
    memperbaiki alat elektronik yang rusak, membeli bahan kebutuhan
    sehari-hari, hingga operasi katarak Ayah Hans. Dan barangkali memang
    begitulah cinta, ada pengorbanan yang harus dibayar mahal untuk
    menunjukkan 'betapa aku mencintaimu' .

    Mulanya semua baik-baik saja, tetapi sejak sebulan kemarin semua
    berubah. Echi sering tampak muram dan tidak bersemangat. Usut punya
    usut, ayah Hans, Pak Gondo, menjodohkan Hans dengan Vira, putri dari
    pengusaha kaya tempat Pak Gondo bekerja. Pernikahan Vira dan Hans
    bertujuan untuk membalas budi baik keluarga Vira pada Pak Gondo. Untuk
    tujuan tersebut, Hans dilarikan Pak Gondo ke Jakarta agar terpisah dari
    Echi. Pernikahan akan dilangsungkan sesegera mungkin tanpa diketahui
    Echi.

    Echi menangkap gelagat tersebut sehingga kedatangannya ke Jakarta tidak
    lain adalah untuk menggagalkan rencana pernikahan Hans dan Vira
    tersebut. Kedatangan Echi ke Jakarta rupanya tidak memperoleh simpati
    dari Hans. Hans memperlakukan Echi dengan kasar dan sangat buruk. Entah
    kemana larinya janji-janji indah ketika mereka pacaran dulu, semua
    menguap diterbangkan emosi. Bahkan, untuk mengancam Echi, Hans sempat
    naik ke loteng untuk menggantung dirinya pada seutas tali tambang bila
    Echi tidak juga meninggalkannya.

    Alhasil, Echi yang di hadapanku saat itu adalah Echi yang pulang dengan
    perasaan kalah karena tidak mampu mengambil kembali Hans miliknya. Bukan
    karena ia tidak memperjuangkannya tetapi karena Hans telah berpaling dan
    meninggalkannya. Aku sedikit heran kenapa Echi begitu ngotot untuk
    mengejar Hans yang telah mengkhianatinya. Hari itu juga, dengan
    kejujuran yang pedih, aku mengetahui kalau Echi pernah mengandung anak
    Hans. Hans tidak siap dengan kehamilan Echi sehingga pada bulan pertama
    kehamilan mereka berdua sepakat untuk menggugurkan kandungan tersebut.

    Kehilangan Hans merupakan kesakitan tersendiri buat Echi. Echi tidak
    hanya kehilangan Hans tetapi juga telah kehilangan kehormatan seorang
    perempuan. Kepercayaan bahwa Hans akan bertanggung jawab tak pernah
    terbukti. Hari-hari selanjutnya adalah masa yang berat buat Echi. Ia
    kehilangan rasa percaya dirinya, bukan saja karena telah dinodai oleh
    Hans tetapi juga karena tidak diinginkan oleh keluarga dan teman-teman
    yang mengetahui kisah kelamnya.

    Kisah Hans dan Echi adalah satu dari banyak potret dunia saat ini. Kita
    pernah suatu kali menjadi Hans yang egois, menjadi Echi yang labil dan
    kehilangan kepercayaan diri, juga bersikap tidak peduli, dan menghakimi
    seperti keluarga dan teman-teman Echi. Setiap orang dapat berubah dengan
    cepat dan menjadi siapa saja yang dia inginkan. Tetapi, kesadaran bahwa
    saya adalah gambar Allah (Kej I: 26-27) dan diciptakan amat baik adanya
    sedikit banyak dapat membangun suatu keinginan dalam diri untuk hidup
    baik dan seturut panggilan Allah.

    Hidup di dalam Allah membutuhkan keberanian besar, lebih-lebih saat ini,
    ketika dunia kita sedang terkena epidemi instant. Tidak hanya mie dan
    minuman instant saja yang jadi menu sehari-hari, tetapi juga cinta
    instant, sukses instant, hingga kenikmatan instant. Banyak hal
    diiming-imingi untuk memperoleh kesenangan sesaat. Narkoba dan seks
    bebas pun menjadi gaya hidup yang dianggap fantastis. Manusia dan
    kehidupannya telah dikalahkan oleh uang, kesuksesan, kekuasaan, dan rasa
    aman. Echi bahkan harus membayar mahal rasa amannya dengan mengorbankan
    nyawa satu manusia, anaknya sendiri. Mau berjuang melalui pintu sempit
    (Mat 7: 13-14) adalah ajakan Allah untuk keluar dari kemudahan-kemudahan
    tersebut, menghargai proses, dan bergerak untuk menghargai kehidupan
    dengan lebih baik.

    Membuka diri bagi Allah berarti siap untuk mengimani Allah,
    berpengharapan, dan hidup dalam kasih (1 Tes 5: 8). Dunia saat ini
    semakin dingin dan tidak ramah karena setiap orang mencari
    keselamatannya sendiri dengan cara mereka sendiri. Hans cukup
    meninggalkan Echi dan lari ke Vira untuk memperbaiki taraf hidupnya.
    Keluarga dan teman-teman Echi menjauhi dan mengucilkannya ketika
    'jatuh'. Dengan cara yang berbeda atau bahkan mungkin sama, kita pernah
    mengucilkan dan meninggalkan teman yang membutuhkan kita untuk bangkit
    dari 'kejatuhannya' . Seringkali kita lupa bahwa senyum yang sedikit saja
    dapat menjadi berkat kehangatan untuk orang lain.

    Agustus 2007.....
    Hari ini, Echi bekerja di suatu perusahaan besar di Bogor, dia menjadi
    wanita mandiri dan berhasil. Tetapi semua tidak diperolehnya dengan
    mudah. Ia harus memupuk rasa percaya dirinya setelah Hans
    meninggalkannya. Ia berjuang menumbuhkan dalam hatinya rasa takut akan
    Allah. Ia meninggalkan gaya hidupnya yang lama dan bergerak mencari
    pengharapan di dalam Allah. Echi hari ini adalah Echi yang dengan sekuat
    tenaga memutar 'roda hidupnya'. Kalau Echi saja bisa, kenapa kita
    tidak!? Memulai pembaharuan, dari diri kita sendiri, dari hal yang
    paling kecil, dan dari sekarang...
    Kaum Muda Dunia BERSATULAH!! !!!
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Tinggalkan yang Instant!? Rating: 5 Reviewed By: Blogger
    Scroll to Top