728x90 AdSpace

Saat Kau butuhkan tetesan air 'tuk segarkan relung jiwamu yang mulai mengering...

  • Latest News

    Kisah Miliuner dari Tiongkok

    Orang Kaya Tiongkok, Senang Kompetisi Tapi Kikir

    Jakarta -Perekonomian Tiongkok telah mempesona dunia dalam beberapa dekade terakhir. Pertumbuhan ekonomi dua digit bukan barang baru bagi Negeri Tirai Bambu. Beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Tiongkok memang melambat tetapi tetap yang terbaik di dunia.

    Pada kuartal I-2014, ekonomi Tiongkok tumbuh 7,4 persen. Ini merupakan yang terendah dalam 18 bulan terakhir. Meski belum mencapai dua digit, belum ada negara yang mampu menyamai tingkat pertumbuhan ini.

    Tiongkok punya banyak perusahaan kelas dunia yang bergerak di berbagai sektor mulai dari migas sampai teknologi informasi. Beberapa contohnya antara lain Sinopec, Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), China Telecom, Lenovo, Alibaba, dan sebagainya.

    Tidak heran Tiongkok menelurkan banyak miliuner kelas dunia. Menurut Forbes, ada 152 orang Tionghoa yang masuk daftar orang-orang terkaya di bumi. Hanya kalah dari Amerika Serikat yang menempatkan 492 orang.

    "Orang-orang kaya ini biasanya tinggal di wilayah timur yang lebih maju. Daerah barat memang masih tertinggal,” kata Zhong Dajun, direktur Beijing Dajun Economy Observer Institute seperti dikutip dari CNN.

    Salah satu miliuner Tiongkok, Zong Qinghou, berbagi cerita mengapa negaranya bisa begitu banyak melahirkan orang tajir. “Kami tidak takut untuk berkompetisi. Untuk bisa memenangi kompetisi, Anda harus terus berinovasi,” katanya seperti dilansir kantor berita BBC.

    Namun, banyaknya miliuner di Tiongkok bukan berarti negara ini baik-baik saja. Masalah utama yang terjadi adalah jurang ketimpangan antara si kaya dan si miskin semakin jauh.

    Wen Jiabao, mantan perdana menteri Tiongkok, menegaskan pemerintah harus berperan untuk mengurangi kesenjangan ini. “Kue ekonomi ini bukan hanya harus semakin besar, tetapi pembagiannya juga harus lebih merata. Kita tentunya ingin terciptanya masyarakat yang adil dan harmonis,” katanya seperti dikutip BBC.

    Ada hal yang cukup unik dari para miliuner Tiongkok. Seperti dikutip dari kantor berita Reuters, mereka tidak punya jiwa sosial layaknya miliuner seperti Bill Gates. Ini terlihat dari nilai sumbangan di Tiongkok yang hanya 0,1% dari produk domestik bruto (PDB), sementara di AS bisa 2 persen PDB.

    Bisa jadi kikirnya para miliuner di Tiongkok menjadikan ketimpangan ekonomi di negara tersebut semakin lebar.

    Selain itu, beberapa miliuner Tiongkok juga bisa kehilangan kekayaan dalam jumlah besar dalam waktu yang tidak terlalu lama. Ini tidak lepas dari budaya kolusi dan nepotisme yang disebut guanxi.

    Xu Ming, misalnya, yang pernah jadi orang terkaya ke-8 di Tiongkok. Sekarang dia ditahan seiring lengsernya sang beking, Bo Xilai, yang pernah menjadi petinggi di Partai Komunis.

    Begitu juga Zhou Zengyu, yang pernah menjadi orang terkaya ke-11 di Tiongkok. Zhou sudah dijatuhi vonis penjara 16 tahun karena skandal real estat.

    “Begitu orang-orang kaya di China terekspos, biasanya bisnis mereka malah turun karena pemerintah tidak lagi memberikan subsidi. Pemerintah pun akan melakukan investigasi terhadap mereka,” kata John Bussey, editor Wall Street Journal seperti dikutip dari Reuters.

    Wang Jianlin, Si Raja Bioskop Dunia

    Jakarta -Tahun ini, Tiongkok mempunyai 152 wakil di daftar miliuner versi majalah Forbes. Jumlah tersebut hanya kalah dari Amerika Serikat, yaitu 492 orang.

    Dari banyak miliuner di Tiongkok, yang terkaya bernama Wang Jianlin. Pria berusia 59 tahun ini punya kekayaan sekitar US$ 15,1 miliar atau lebih dari Rp 151 triliun.

    Secara global, Wang berada di peringkat 64 dunia. Kekayaannya berasal dari berbagai sektor. Dia memiliki 85 plasa, 75 departement store, dan 51 hotel berbintang lima.

    Wang terkenal kala meluncurkan proyek mini Hollywood senilai US$ 8 miliar pada September tahun lalu. Dalam acara peluncuran ini, hadir bintang-bintang top dunia seperti Leonardo di Caprio dan John Travolta.

    Pria kelahiran provinsi Sichuan ini bukan berasal dari keluarga kaya. Keluarganya sederhana, layaknya keluarga pada umumnya, ketika revolusi komunis di Tiongkok masih hangat-hangatnya.

    Wang kemudian masuk sekolah militer dan lulus pada 1986. Kemudian Wang menjadi pegawai negeri di provinsi Liaoning. Pada 1988, dia mendirikan Dalian Wanda, perusahaan yang membuat namanya melambung.

    Dari sebuah perusahaan properti biasa-biasa saja, Wanda berubah jadi perusahaan multinasional yang menggurita. Pada 2012, Wanda membeli perusahaan operator bioskop asal AS, AMC Theatres, dengan nilai sekitar US$ 2,6 miliar. Kemudian pertengahan tahun lalu, Wanda membeli perusahaan pembuat yacht atau kapal pesiar asal Inggris, Sunseeker International, senilai US$ 500 juta.

    Sejak 2011, Dalian Wanda juga menjadi sponsor utama liga sepakbola di Tiongkok. Mereka juga punya tim sendiri yang dulunya bernama Dalian Wanda FC dan kemudian berganti menjadi Dalian Shide FC.

    Ketika mengakuisisi AMC, Wang dapat mendapat kritikan karena ditengarai ada motif di balik langkah tersebut. Misalnya mempromosikan film-film Tiongkok. Maklum, dengan mengakuisisi AMC maka Dalian Wanda menjadi operator bioskop terbesar di dunia, dengan pangsa pasar 10%.

    Namun Wang menolak anggapan bahwa dirinya bakal mencekoki bioskop-bioskop yang dikelola AMC dengan film Tiongkok. “Tidak ada soal mempromosikan film Tiongkok tidak ada dalam negosiasi kami. Tidak banyak film Tiongkok yang bisa dipasarkan di luar negeri, kualitas dan isi film-film itu tidak cukup tinggi,” katanya sepetti dikutip dari Reuters.

    Ke depan, sepertinya bisnis Wang masih akan moncer. Dia memperkirakan pendapatan Grup Dalian Wanda bisa meningkat US$ 10 miliar setiap tahunnya. Bahkan Wang sesumbar mampu mengakuisisi setidaknya satu perusahaan asing setiap tahun dengan nilai US$ 5 miliar.

    “Kami akan memiliki pendapatan lebih dari US$ 50 miliar dalam 2 tahun ke depan. Pada 2020, pendapatan kami akan mencapai US$ 100 miliar. Itu perkiraan yang paling konservatif,” kata Wang.

    Ma Huateng, Pemilik WeChat yang Mendunia

    Jakarta -Tiongkok kini sangat maju dalam hal teknologi informasi. Negeri Tirai Bambu mumpuni dalam membuat produk baik hardware, software, maupun aplikasi.

    Salah satu taipan IT di Tiongkok adalah Ma Huateng. Menurut daftar Forbes, Ma menduduki peringkat ke-2 orang terkaya di Tiongkok. Sehari-hari, Ma dipanggil Pony karena dalam bahasa Mandarin, Ma artinya kuda.

    Usia Ma masih muda, belum genap 43 tahun. Namun kekayaannya mencapai US$ 13,4 miliar atau lebih dari Rp 134 triliun. Secara global, Ma merupakan orang terkaya ke-80 di dunia.

    Ma merupakan pendiri dan CEO dari Tencent Holdings, perusahaan internet yang sahamnya jadi favorit investor di pasar modal Tiongkok. Produk andalan Tencent adalah WeChat, aplikasi pesan instan yang ketenarannya mendunia.

    WeChat menjadikan Lionel Messi, pesepakbola terbaik dunia 4 kali, sebagai bintang iklannya. Pengguna WeChat kini sudah melampaui angka 270 juta.

    Selain WeChat, Tencent juga punya QQ, aplikasi pesan instan yang sangat hit di Negeri Paman Mao. Kemudian perusahaan ini juga membuat sejumlah game online seperti Legend of Yulong dan Legend of Xuanyuan.

    Ma merupakan lulusan dari Shenzhen University dan kemudian mendirikan Tencent pada 1998. QQ merupakan produk pertama dari Tencent. Sampai September 2012, pengguna QQ mencapai 784 juta.

    Baru-baru ini, Tencent mengembangkan sayap bisnis dengan mengakuisisi situs belanja elektronik raksasa di China, JD.com. Langkah ini diyakini banyak pihak untuk menandingi Alibaba, sang penguasa belanja online.

    "Alibaba adalah perusahaan e-commerce terbesar di Tiongkok, mereka jadi penguasa pasar selama satu dekade terakhir. Sampai sekarang belum ada yang bisa menggoyang posisi tersebut,” kata Bryan wang, peneliti di lembaga konsultan Forrester Research seperti dikutip dari kantor berita BBC.

    Namun Tencent menjadi penantang yang sangat merepotkan bagi Alibaba. Semakin banyak pengguna internet yang menggunakan telepon seluler, dan di sinilah Tencent masuk. Mereka sudah memiliki basis dan pengalaman yang matang dalam hal aplikasi ponsel.

    “Tencent melakukan hal yang coba dilakukan oleh Alibaba. Tencent punya basis yang kuat, jadi mereka sepertinya mampu menjadi penantang Alibaba di puncak,” kata Wang.

    Bahkan, sepertinya justru Alibaba yang terlihat panik menghadapi Tencent. Alibaba pun meluncurkan kompetitor WeChat, yaitu Laiwang. Mereka juga membeli saham di Weibo, yang merupakan Twitter-nya Tiongkok.

    “Sepertinya Alibaba yang ketakutan, apalagi mereka akan segera IPO. Jack Ma (pemilik Alibaba) mungkin sedang putus asa,” kata Shaun Rein, direktur di China Market Research Group.

    Robin Li, Bos Google-nya Tiongkok

    Jakarta -Dalam hal teknologi informasi, Tiongkok tengah menjadi rising star. Banyak kaum muda yang membangun perusahaan teknologi informasi, dan tidak sedikit yang sukses. Bahkan beberapa di antaranya masuk dalam daftar orang-orang terkaya di Tiongkok, bahkan dunia.

    Selain Ma ‘Pony’ Huateng, perkenalkan Robin Li. Usianya masih 44 tahun, tapi kekayaannya mencapai US$ 12,1 miliar atau lebih dari Rp 121 triliun.

    Di Tiongkok, Li merupakan orang terkaya ke-3. Sementara secara global, dia menempati peringkat ke-91.

    Li merupakan sarjana dari Peking University. Kemudian dia melanjutkan kuliah ke State University of New York, Amerika Serikat.

    Bisnis Li yang paling mentereng adalah Baidu, situs pencari (search engine) nomor 1 di Tiongkok. Baidu didirikan pada 2000 oleh Li dan kawannya, Eric Xu.

    Kinerja Baidu sangat moncer. Saat ini Baidu menguasai lebih dari 70 persen pangsa pasar search engine di China.

    Pada kuartal I-2014, pendapatan Baidu mencapai US$ 1,5 miliar, tumbuh 59 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Laba operasional naik 7 persen menjadi US$ 381 juta dan laba bersih naik 24 persen menjadi US$ 408 juta.

    “Fokus kami adalah mempertahankan posisi sebagai pemimpin pasar. Kami optimistis bahwa langkah-langkah yang akan kami lakukan akan mendorong pertumbuhan usaha yang lebih berkelanjutan di masa mendatang,” papar Li dikutip dari Forbes.

    Li juga berpesan bahwa tidak mudah menaklukkan pasar Tiongkok. Banyak perusahaan asing yang gagal di Tiongkok karena tidak bisa memahami kondisi pasar.

    Contohnya adalah Google. Siapa yang tidak kenal perusahaan ini? Namun karena tidak tahan dengan iklim bisnis di Tiongkok, Google gagal total di Tiongkok dan hengkang pada 2010.

    “Perusahaan yang baik adalah yang bisa membumi. Jika Anda tidak memahami kondisi pasar setempat, akan sangat sulit untuk sukses,” kata Li seperti dilansir dari CNN.

    Meski bisnis Baidu sampai saat ini masih kinclong, tetapi bukan berarti tanpa tantangan. Seperti dikutip BBC, Baidu bisa jadi korban dari kegemilangannya sendiri. Adalah pemerintah yang bakal jadi ‘musuh’ Baidu.

    “Ada pepatah di Tiongkok, bahwa paku yang paling tinggi akan kena palu. Jika Baidu menguasai 90-95 persen pangsa pasar, akan ada hadangan dari Beijing,” kata Duncan Clarke, pimpinan lembaga riset BDA China.

    Ketika Baidu semakin dominan, lanjut Clarke, pemerintah akan merasa terusik dan bakal menerapkan berbagai sensor atas informasi yang tersedia di Baidu. Inilah yang terjadi pada Google dan membuat mereka angkat kaki.

    Tanda-tanda ke sana sudah terlihat, di mana pemerintah membuat search engine yang diberi nama goso.cn. Jika Baidu semakin besar dan dianggap ‘berbahaya’, bisa jadi goso.cn yang akan menggantikan tempat mereka.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Kisah Miliuner dari Tiongkok Rating: 5 Reviewed By: Blogger
    Scroll to Top