728x90 AdSpace

Saat Kau butuhkan tetesan air 'tuk segarkan relung jiwamu yang mulai mengering...

  • Latest News

    Tenglang & Hoana

    Secara pribadi (saya sering ungkapkan dalam tiap dialog dengan kameraads bumiputera), ungkapan antara 'keturunan Cina' dan 'pribumi' adalah kurang-pas.  Karena berdasarkan sejarah diakui bahwa 'nenek moyang' kita (baca: bangsa Indonesia) datang dari Yunnan (云南), yang notabene adalah salah satu provinsi di selatan Tiongkok.  Jadi yang sekarang mengaku sebagai pribumi, sebenarnya juga mempunyai darah Cina meskipun hanya beberapa % saja.  Kulit yang dahulunya kuning-langsat, karena lebih sering terekspos sinar mentari, berubah menjadi sawo-matang.  Mata nan sipit, dengan berasimilasi alami (tanpa paksaan) dengan wanita asli (karena perantau dahulu, hanya kaum adam saja), sedikit demi sedikit menjadi agak terbuka-lebar.  Yang mengherankan, dan ini bukti nyata terkuak tahun 2002 oleh Franz Gunterus ketika mengunjungi Jayapura (?), ternyata mendiang kameraad kita FTE'70, Ferdinand Errari....terlahir dari rahim seorang ibu asli Papua yang menikah dengan bapak yang berdarah Cina, sehingga nama aslinya bahkan adalah Tjeng Kim Tjong.  Padahal, dari penampilannya dia PAPUA bangetz, rambut nan ikal-keriting, kulit yang gulita (bukan sawo-matang lagi) dan mata yang lebuaar.
    Menurut hemat saya pribadi, ungkapan yang lebih-pas adalah 'yunior' dan 'senior'; atau 'yang datang belakangan' dan 'yang datang terlebih dahulu' nenek-moyangnya.

    'Tenglang' adalah dialek hokkian dari asal kata Mandarin: 'tangren' (唐人), yang artinya orang dari dinasti Tang.  Demikian, salah satu cara perantauan dari Tiongkok-daratan dahulu menyebut dirinya.  Sebagai perantau (di mana saja), istilah yang tepat adalah Hoakiao (hk) atau 'huaqiao' 华侨 (M).  Sebagai turunan Tionghoa sebenarnya lebih cocok disebut sebagai 'huayi' (华裔).
    Sedangkan orang barat (bule) lebih suka menyebut dengan China, yang mungkin mengacu kepada dinasti Qin  (dibaca: Cin); dinasti yang berkuasa di Tiongkok 221-207 SM.  Qin (romanisasi Pinyin) dalam romanisasi 'Wade-Gilles' ditulis dengan Ch'in.  Dengan tambahan 'a', menjadi China.  Demikian juga, keramik yang juga berasal dari Tiongkok....disebut dengan China-ware.
    Sekalipun paling singkat masanya, hanya belasan tahun, namun meninggalkan karya spektakuler berupa Tembok-Besar, sebuah mahakarya tangan-besi dari Qin Shihuang (秦始皇), yang juga merupakan keizar pertama yang berhasil mempersatukan daratan Tiongkok.  Konon, bangsa Jepang (日本) pun berawal dari pelarian dinasti ini, yang berasimilasi dengan pribumi Jepang, suku Ainu (アイヌ).
    Tapi entah mengapa nenek-moyang perantau dari Tiongkok lebih suka mengaku sebagai turunan dinasti Tang, yang berkuasa sekitar 289 tahun (618 - 907).  Apakah karena itu masa pemerintahan dinasti relatif terlama sejak tarikh-masehi berlaku....???   Memang ada legenda yang terkenal dari dinasti ini, yaitu: Se You Ki (xiyouqi 西游记) dan Sie Djin Koei (xuerengui 薛仁贵).
    Sie Djin Koei mungkin hanya populer di Jawa khususnya, karena sempat dimuat sebagai cerita-silat-bergambar pada majalah mingguan STAR, dekade 1950an. Namun Se You Ki melegenda hampir di seluruh Asia Timur-Tenggara.

    Sebagai pasangan dari 'tenglang', maka mereka menyebut bumiputera dari rumpun Melayu dengan 'hoana' (fanzi 番仔), yang artinya 'orang Melayu setempat'.  Jadi sebenarnya, tiada maksud melecehkan dengan sebutan demikian.  Hanya mungkin dalam perkembangannya, ada friksi antar pribadi dari kedua orang dari asal bangsa yang berbeda itu, yang kemudian si tenglang menyebut hoana, namun dengan aksen yang menunjukkan kejengkelan, sehingga terkesan melecehkan.  Seperti juga kaum 'senior' menyebut 'Cina' dengan aksen kebencian.  Yang sangat melecehkan sebenarnya adalah penyebutan 'tiko', karena ini mengacu kepada salah satu murid pendeta Tong Sam Cong dalam legenda Se You Ki, yang amat sangat malas dan gemar mengumbar nafsu bilamana ketemu perempuan.
    Jadi sebenarnya menyebut 'hoana' boleh-boleh saja, namun janganlah menyebut 'tiko' karena sangat tidak pantas.

    Predikat 'yook':

    Bagi yang tidak tahu sejarahnya, mereka beranggapan bahwa sebutan itu mencerminkan sifat 'feodal' atau orang yang disebut 'yook' tadi seakan mempunyai 'kasta' yang lebih tinggi.  Memang demikian yang berlaku sampai masa ORLA, kaum buruh memanggil majikannya (yang umumnya kaum 'yunior') dengan 'yook' di depan namanya.  Terutama panggilan ini dulu sering ditemui di Jawa Tengah & Timur, sekarang pun masih ada yang dipanggil dengan predikat tersebut meskipun relatif sedikit sekali.

    Dari literatuur yang sempat saya baca, asal-mulanya ternyata dari panggilan kepada anak-semata wayang dari seorang hartawan era beberapa abad yang lalu. Bisa jadi mereka, suami-isteri, sudah lama menginginkan keturunan dan baru saja dikarunia setelah agak cukup lama.  Sehingga mereka amat sangat menyayanginya.  Ketika si bayi menangis, buru-buru sang ibu datang sembari berkata: "Siook...siook, jangan menangis".  Konon, 'siook' dalam dialek Hokkian artinya adalah 'sayang', atau bagi snob sekarang menyebut dengan: 'darling', 'honey' atau 'schat'.

    Pengasuh bayi pun akhirnya menirunya, tanpa tahu arti sebenarnya.  Namun karena lidahnya yang kurang pas, mungkin juga telinganya mengalami distorsi......maka yang keluar dari mulutnya adalah sebutan 'yook'.  Demikianlah, kemudian menular ke pembantu dan para koleganya yang lain, bilamana menyebut si bayi dengan sebutan tersebut.....sampai setelah menjadi bayi-tua pun masih dipanggil dengan 'yook'.  Kemudian anak....cucu....en buyut bayi tadi juga dipanggil dengan sebutan sama, sehingga seakan muncul kasta baru yang ditujukan bagi para 'yunior' ini......termasuk yang minta disebut 'yook Liem' dan 'yook Siang' dalam milist ini
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Tenglang & Hoana Rating: 5 Reviewed By: Blogger
    Scroll to Top