728x90 AdSpace

Saat Kau butuhkan tetesan air 'tuk segarkan relung jiwamu yang mulai mengering...

  • Latest News

    Dibalik Sukses Krim Tje Fuk

    Sosok Entrepreneur Di Balik TjeFuk

    Dengan “caranya”, TjeFuk terus meroket. Siapa sosok unik di balik ekspansi TjeFuk? Bagaimana ia mengembangkan bisnisnya?
    “TjeFuk bikin kulit kita bersih. TjeFuk juga bebas merkuri lho, pasti aman,” demikian suara wanita berwajah mulus mengiklankan kosmetik TjeFuk di layar kaca. Sepintas orang pasti akan mengira bahwa produk itu berasal dari Cina, karena talenta dan namanya berbau Negeri Tirai Bambu.

    Tidak benar, Saudara. TjeFuk merupakan produk asli Indonesia. “TjeFuk itu diambil dari nama saya, Tan Tje Fu (Tje Fu artinya: anak yang membawa keberuntungan),” ungkap Pranoto Widjojo. “Apalah arti sebuah nama. Saya pakai nama sendiri supaya di belakang hari tidak ada yang bisa mengklaim. Lha wong pakai nama saya sendiri,” tambahnya seolah-olah merendah.

    Justru dari pertimbangan penamaan itu terlihat pemikiran maju Pranoto. Ia selain mengamankan mereknya, juga membentuk karakteristik pasar kosmetik tersendiri. Karena pasar kosmetik umumnya dipenuhi produk tradisional, atau malah produk kosmetik impor yang banyak kandungan kimianya.

    Pranoto masuk pasar kosmetik dengan gayanya sendiri. Tidak peduli penampilan – hanya menggunakan kemeja kasual sangat sederhana dan kantor yang layaknya gudang di kawasan Mangga Dua – pria berusia 39 tahun ini mengendalikan bisnisnya sejak Mei 2004. Baginya, kemasan dan penampilan nomor dua. Yang penting, produknya diterima pasar dengan baik.

    Ditemui di ruang kantornya yang penuh sesak dengan produk sampel, Pranoto mengatakan, keputusannya terjun di bisnis kosmetik, lantaran prihatin terhadap produk-produk kosmetik – khususnya perawatan wajah – yang beredar di Indonesia. “Hampir semua produk mengandung merkuri dan hidrokinon,” tuturnya seraya menjelaskan bahwa merkuri hanya memberi manfaat semu dalam mengatasi masalah flek wajah. Sebab, jika sudah tidak digunakan, flek itu akan kembali muncul. Selain itu, merkuri juga memiliki berbagai efek negatif terhadap kesehatan manusia.

    Lantas, bersama ibunya (Kartika, 60 tahun) yang memang sudah malang melintang di bisnis kosmetik, Pranoto melakukan penelitian untuk memperoleh formula racikan yang pas dan tidak berbahaya. Dalam penelitian itu, dilibatkan pula empat orang tenaga ahli dari Pentapharm, perusahaan kimia asal Jepang. Kemudian, karena keterlibatan membuat formula ini sehingga ia hanya menaruh jabatan Manajer Riset Pasar & Pengembangan PT TjeFuKu Indonesia di kartu nama, bukan Presdir atau CEO? ”Ya iyalah, memang itu yang saya lakukan. Mengembangkan pasar dan melakukan pendekatan kepada konsumen wanita biar mereka puas dengan TjeFuk,” jawabnya santai saja.

    Setelah menghabiskan waktu hingga empat tahun (2000-2004), akhirnya sulung dari tiga bersaudara ini merasa menemukan formula yang tepat. “Saya membuat puluhan ribu sampel (perangkat perawatan kulit wajah yang terdiri dari krim siang, krim malam dan sabun transparan) yang saya distribusikan melalui toko kosmetik di beberapa kota di Indonesia,” Pranoto menerangkan. “Kami posisikan TjeFuk sebagai produk pemutih dengan formula Jepang,” tambahnya.

    Pranoto sangat yakin dengan formula racikannya. Karena itu, untuk membuktikan bahwa produknya tidak mengandung merkuri dan hidrokinon – sekalipun hidrokinon diperbolehkan dalam batas tertentu – ia tak keberatan ketika Balai Besar Kimia dan Kemasan (Centre for Chemical and Packaging), Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Perdagangan Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia menguji dan menganalisis item-item produk TjeFuk.

    Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) ikut pula menganalisis produk ini. Sayang, hasilnya kurang memuaskan Pranoto. Karena tak puas, pria yang sempat kuliah di Jurusan Teknik Nuklir Universitas Gadjah Mada ini pun melakukan studi banding sekaligus hendak melebarkan sayap ke Malaysia. Sayangnya lagi, badan otorita di negeri jiran pun meragukan reputasi TjeFuk, meski akhirnya beberapa agen di negara itu mau membuka pasar TjeFuk. Tak patah arang, Pranoto lalu terbang ke Singapura (Oktober 2005). Di Singapura, TjeFuk kembali dianalisis oleh Centre for Analytical Science, Health Sciences Authority (BPOM-nya Singapura).

    Langkah yang sama dilakukan Pranoto di Hong Kong. Setelah produknya dianalisis Pemerintah Hong Kong, ia pun membuka cabang di negara itu. Sekarang TjeFuk sudah bisa dijumpai di beberapa negara seperti Hong Kong, Singapura, Nigeria dan di Jepang. Tahun lalu, TjeFuk juga berhasil memperoleh pengakuan dari lembaga paten di Jepang. “Bahkan, agen-agen kosmetik di Malaysia yang sebelumnya meragukan kami, sekarang mulai mengorder,” kata pengusaha yang percaya feng shui dalam menjalankan strategi bisnisnya ini.

    Untuk memperkenalkan produknya, Pranoto pun menempuh cara lazim yang dilakukan oleh produk-produk lain, yaitu komunikasi above the line. Cuma, – lagi-lagi ini keunikannya – TjeFuk tidak nmempersoalkan kreativitas yang njlimet. Iklannya sangat sederhana atau malah cenderung norak. Tidak seperti iklan kosmetik lainnya yang mengutamakan citra, TjeFuk tampil lugas dan to the point. “Ya, kami akan terus membuatnya lebih baik lagi,” ucap Pranoto singkat.

    Tak cukup hanya dengan beriklan di layar kaca, TjeFuk pun dengan gagah berani mensponsori berbagai acara yang tergolong cukup besar, seperti Ulang Tahun Extravaganza, SCTV Music Award, dan Konser Tunggal Agnes Monica. Selain itu, TjeFuk menempuh kegiatan promosi lainnya seperti trade promo, memasang billboard, standing banner, dan beriklan di sejumlah media cetak.

    Tak sedikit biaya yang digelontorkan untuk kegiatan promosi tersebut. Untuk membangun merek TjeFuk, Pranoto sudah menggelontorkan uang sekitar Rp 180 miliar. “Tahun lalu belanja iklan kami mencapai Rp 34 miliar,” katanya seraya menyebut bahwa tahun 2008 ini pihaknya perlu mengerem bujet promosi di kisaran angka Rp 10 miliar.

    Diakui Pranoto, hingga saat ini ia belum melihat efektivitas iklan terhadap penjualan TjeFuk. Tak heran, ia pun mulai mengencangkan ikat pinggang untuk urusan yang satu ini. “Yang kemarin-kemarin itu saya ikuti nafsu. Tahun ini saya harus lebih berhati-hati,” ucapnya sambil tertawa.

    Pranoto menuturkan, pada awalnya TjeFuk sangat sulit menembus pasar. Bahkan, ia sendiri harus turun untuk bergerilya ke ritel-ritel mempromosikan TjeFuk dengan menyebarkan puluhan ribu paket sampel. Kendati berat menembus pasar, untuk soal harga TjeFuk sangat percaya diri. Ia dibanderol dengan harga yang cukup tinggi, yaitu mulai Rp 200 ribu per paket (berisi krim malam, krim siang dan sabun transparan). “Kini kami membuka tiga gerai di wilayah Jakarta,” tukasnya.

    Selain cara-cara biasa, Pranoto juga menempuh cara yang cukup unik. Ia menyebar SMS tentang bahaya merkuri ke lebih dari 10 ribu pemilik nomor seluler yang database-nya ia kumpulkan dari berbagai sumber. Lewat layanan SMS Pranoto mencoba mengedukasi masyarakat. ”Setidaknya saya bisa mengedukasi konsumen Indonesia. Mereka jadi tahu apa itu merkuri dan apa bahayanya bagi kelangsungan hidup manusia,” ia berujar.

    Gaya edukasi TjeFuk yang terkesan memojokkan produsen lain mengundang kontroversi. Sampai-sampai BPOM – karena banyak mendapat komplain dari pihak yang menganggap iklan TjeFuk terlalu menohok produsen kosmetik dan para dokter yang membuka klinik perawatan wajah – memberi teguran. Salah satu iklan TjeFuk diminta untuk dihentikan penayangannya. “Saya bilang, kenapa tidak boleh? Saya tidak pernah bilang dokter tidak boleh menggunakan hidrokinon,” ceritanya tentang isu penggunaan hidrokinon yang berbahaya.

    Langkah edukasi Pranoto memang tidak selamanya diterima baik oleh BPOM. Bahkan ketika hendak melakukan presentasi hasil penelitian dengan sejumlah perguruan tinggi di Indonesia mengenai bahaya merkuri dan hidrokinon, langsung dilarang. “Saya pernah bekerja sama dengan Universitas Indonesia untuk menyelenggarakan seminar dengan topik yang sama, iklan seminar itu sudah terpasang di banyak media bahkan di televisi, tapi BPOM melarangnya,” ujarnya kesal.

    Untuk mendistribusikan produknya, Pranoto menunjuk empat perusahaan sebagai distributornya. Setiap distributor memiliki otoritas untuk beberapa wilayah. Distributor di Surabaya misalnya, saat ini menjalankan aktivitas distribusi TjeFuk di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali dan sekitarnya. Sementara untuk distributor Jakarta memiliki wewenang di wilayah Jabotabek sampai Banten.

    Meningkatnya permintaan membuat Pranoto berani untuk melakukan perluasan usaha. Kini, ia sudah memiliki tiga pabrik yang berlokasi di Tangerang, Mangga Dua dan Tanjung Duren, dengan kapasitas total mencapai 100 karton/hari (per karton berisi 44 pieces).

    Sekarang, TjeFuk sudah berhasil merangkul pasar yang cukup besar. Pemain sekelas Unilever, P&G ataupun Mustika Ratu tidak lagi bisa memandang TjeFuk dengan sebelah mata. Kendati demikian, Pranoto masih tidak mau terlalu jumawa. Dia mengatakan, untuk mencapai break even point, setidaknya ia membutuhkan waktu sekitar 6 tahun. Karena ia mempunyai mimpi untuk membesarkan merek TjeFuk, menjadikannya pemain nomor satu di kategori produk perawatan kulit wajah dan tubuh di Indonesia. “Ke depan, saya ingin menerapkan sistem dagang yang win-win solution. Tidak membohongi dan tidak mau sukses di atas penderitaan orang. Kalau itu sudah terlaksana, saya kira orang bisa menilai sendiri,” ujar pria yang kini sudah memiliki 70 karyawan ini, seraya memasang target bahwa di tahun 2010 TjeFuk sudah dapat diterima pasar nasional dan internasional.

    Ke depan, Pranoto sudah menyiapkan stategi baru untuk membuat TjeFuk meraih cita-citanya. Salah satunya dengan mengembangkan Rumah TjeFuk yang akhir tahun lalu sudah dibuka di Batam. Hingga tahun 2010 rencananya akan dibangun sebanyak 27 gerai Rumah TjeFuk di 27 kota di Indonesia, dengan nilai investasi sebesar Rp 1,5 miliar setiap gerainya. Saat ini TjeFuk baru memiliki 6 gerai konter TjeFuk plus satu Rumah TjeFuk.

    Kendati kondisi TjeFuk kini sudah jauh berbeda, Pranoto tak punya niat untuk memindahkan kantor yang sekaligus berfungsi sebagai pabrik di ruko Duta Pertiwi, Mangga Dua itu. Dia menyebutkan, di ruko lima lantai itulah keberuntungannya berada. “Saya belum mau pindah dari sini karena hoki saya bagus di kantor ini,” ia bertutur.

    Menurut Kafi Kurnia, pengamat entrepreneurship, keberhasilan TjeFuk sangat disokong oleh keberadaan Pranoto. Dana besar yang digelontorkan TjeFuk bukanlah faktor utama yang membuat produknya dapat diterima konsumen. ”Tidak juga! Biaya iklan Starbucks satu tahun lebih murah dibandingkan dengan biaya iklan Coca-Cola selama sehari. Dalam pemasaran ada dua sisi, kita bisa mencapai titik A dengan cara ini atau dengan cara yang lain. Di Barat, orang yang sudah sukses selalu menulis tentang kehebatan dirinya. Sebab, para entrepreneur itu merasa bahwa I did it my way,” ungkapnya.

    Kafi juga menilai, Pranoto bukan tidak mempunyai kalkulasi dalam menjalankan bisnisnya, karena berani menggelontorkan uang yang sangat besar untuk sebuah produk baru yang belum jelas masa depannya. “Dia punya kalkulasi, tetapi cara mengalkulasinya berbeda dari kita, misalnya,” ujar Kafi, dan menurutnya, proses pemikiran Pranoto terlihat holistik, tapi tidak akademis.

    BOKS:
    Dari Peternakan Burung Walet Hingga Bermain Saham

    Entrepreneurship Pranoto Widjojo ternyata tidak hanya teruji di bisnis kosmetik. Sebelum terjun mengembangkan TjeFuk, Pranoto adalah pengusaha percetakan. Tahun 1996 ia mendirikan usaha percetakan dari nol. Mulai dengan berutang di toko kertas sampai kemudian kini mendatangkan profit besar. Dikatakannya, modalnya cuma kerja keras dan mempunyai banyak teman.

    Tahun 2002 bisnis percetakan ia serahkan kepada adiknya, Tan Tje Luk. Namun tak lama, di tahun 2006 percetakannya dijual. Ia merasa tak punya waktu lagi menangani bisnis percetakan. Adiknya pun ditarik untuk bersama-sama mengembangkan TjeFuk.

    Saat ini ia masih memiliki bisnis sampingan, yaitu peternakan burung walet. Ada sekitar 11 rumah walet yang dikelolanya di Jawa Tengah dan beberapa daerah lain di Indonesia. “Setiap empat bulan sekali hasilnya dijual. Jika sedang panen setiap harinya bisa mencapai 80 kg. Saat ini harga sarang walet Rp 14,5 juta/kg, jadi coba hitung sendiri,” ungkap Pranoto, yang sempat menunjukkan beberapa susunan sarang burung walet dari lemari lokernya.

    Pranoto juga sedang kepincut bermain saham di Hang Seng. Meski sempat kalah hingga Rp 41 miliar, permainan ini cukup membuatnya senang. “Saya pernah satu hari untung Rp 6 miliar,” Pranoto mengakui, sambil menyebutkan bahwa dalam waktu dekat ia siap membangun perusahaan sekuritas dengan nama First State.

    Spekulasi yang dilakukan Pranoto bukan itu saja. Ia juga memborong 70 unit apartemen di The 18Th Residence, Rasuna Said, Jakarta. “Saya beli Desember kemarin dan di bulan itu sudah terjual dua unit,” katanya seraya menyebut harga apartemennya yang berkisar Rp 480 juta-1 miliar. Setelah ini, apa lagi yang mau diburu Pranoto?
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    2 komentar:

    Unknown said... 22 November 2012 at 09:28

    Wow good pa pranoto...semangat......! Raih cita2 setinggi langit...benar2 workholic semua d jalanin semoga lancar dan makin sukses....makin banyak aset nya amiiin

    Item Reviewed: Dibalik Sukses Krim Tje Fuk Rating: 5 Reviewed By: Blogger
    Scroll to Top