728x90 AdSpace

Saat Kau butuhkan tetesan air 'tuk segarkan relung jiwamu yang mulai mengering...

  • Latest News

    Sejarah Patekoan dan Kapitein Gan Djie

    Sejarah Patekoan dan Kapitein Gan Djie

    Kisah awal Gan Djie

    Gan Djie adalah seorang Kapitein der Chineezen yang mempunyai riwayat baik dan luar biasa. Ia adalah kapitein der Chineezen ketiga di Batavia, menggantikan Phoa Beng Gam. Istrinya adalah seorang perempuan Bali. Perempuan inilah yang kemudian menggantikan kedudukannya sebagai Kapitein der Chineezen selama 12 tahun setelah ia wafat.

    Gan Djie adalah seorang Tionghoa totok yang berasal dari Ciangciu, sebuah kota keresidenan di bagian selatan Propinsi Hokkian. Dalam usianya yang sangat muda ia datang ke Gresik mengikuti kakak laki-lakinya yang sudah terlebih dahulu datang ke Jawa dan kebetulan sedang pulang ke Cina dan henda kembali pula ke Jawa. Di Gresik, Ia membantu kakaknya berdagang hasil bumi.

    Gan Djie seorang yang jujur, ramah, dan bersemangat tinggi, sehingga disukai banyak orang. Ia rajin sembahyang dan di beberapa waktu ia juga suka melakukan pang-she ( melepaskan makhluk hidup yang tengah menderita ) – umumnya burung atau ikan – suatu perbuatan bajik dalam pandangan agama Budha.

    Setelah bermukim lama di Gresik, ia meminta izin kepada kakaknya untuk berjualan kelontong berkeliling di desa-desa. Ia biasa masuk ke pelosok-pelosok desa bersama kulinya seorang Jawa yang membantunya memikul barang dagangannya. Karena sikapnya yang baik dalam melayani pembeli, dalam waktu singkat  ia memperoleh banyak pelanggan. Satu dua tahun kemudian ia menambah kulinya dan sedikit demi sedikit ia mengumpulkan modal.

     Pada suatu sore, di sebuah desa, ia menginap di sebuah warung. Di warung itu sebelumnya telah tiba terlebih dulu dua tiga orang yang sikapnya tidak baik. Mereka juga menginap di warung tersebut. Di warung, Gan Djie mendapat sebuah kamar sebagai tempat tidurnya untuk melepas lelah.

    Sorenya, tak kala Gan Djie berjalan-jalan, ia diikuti oleh seorang gadis,  yang bekerja di warung itu, kerabat isteri pemilik warung. Sang gadis memberi isyarat ia mau bicara. Dengan suara berbisik-bisik sang gadis memberi tahu, di warung itu menginap dua tiga orang yang tampaknya bukan orang baik-baik. Didengarnya, salah seorang di antara mereka menyebut-nyebut diri si pedagang kelontong ketika mereka mengobrol. Maka sang gadis dengan suara bersungguh-sungguh menyarankan agar malam ini Gan Djie berjaga-jaga, bahkan kalau perlu tidak tidur.

    Gan Djie merasa sangat berterima kasih atas nasihat itu. Malam itu ia tidak tidur, ia sengaja memasang pelita sembari membaca buku, sementara senjatanya siang hap to (sepasang golok kembar) diletakkan di sampingnya.

    Keesokan harinya, sekembalinya ke Gresik, ia berangkat lebih siang. Dalam perjalanan ia diikuti oleh orang-orang yang dijumpainya di warung. Namun mereka tidak dapat turun tangan, sebab Gan Djie baru melanjutkan perjalanan kalau ada orang lain yang turut bersamanya.
     
    Gan Djie merasa sangat berutang budi kepada sang gadis. Beberapa minggu kemudian, sewaktu datang lagi ke warung itu, ia menyatakan kepada pemilik warung bahwa ia ingin mengambil sang gadis sebagai istri, untuk membalas budinya.
     
    Demikianlah sang gadis lalu dinikahinya serta diajak pindah ke Gresik. Dan atas anjuran istrinya, Gan Djie menghentikan berdagang keliling dan berjualan saja di ruamh sendiri.
    Beberapa tahun kemudian Gan Djie menjadi saudagar besar di Gresik. Ia lalu pindah ke Batavia atas saran dari kerabatnya.

    Pindah ke Batavia – Asal usul  nama Patekoan

     Kira-kira pada tahun 1659 Gan Djie pindah ke Batavia dan tinggal di sebuah rumah di se sebuah jalan yang sekarang disebut Patekoan. Di Batavia ia berniaga hasil bumi. Karena sifatnya yang baik dan suka menolong, maka dalam waktu singkat ia menjadi salah seorang terkemuka di tempat pemungkimannya yang baru.

    Berhubung dengan usianya yang sudah lanjut, pada tahun 1663 Kapitein der Chineezen Phoa Beng Gam, mengajukan pengunduran diri dari jabatannya kepada Gouverneur General Joan Maetsuyker. Sebagai penggantinya ia mengusulkan Gan Djie yang dikenalnya dengan baik. Usul itu diterima.

    Pengangkatan Gan Djie sebagai Kapitein der Chineezen adalah karena jasanya menolong dan merawat anak  Joan Maetsuyker yang terpisah secara tidak sengaja.

    Tak disangka di kemudian hari Joan Maetsuyker diangkat menjadi Gouverneur General Hindia Belanda ( 1653 ). Sebagai balas budi terhadap tuan dan nyonya Gan Djie, kemudian dia mengangkat Gan Djie sebagai Kapitein “bangsa” Tionghoa.

    Begitulah, sejak 10 April 1663 Gan Djie diangkat menjadi Kapitein der Chineezen ketiga. Karena kesibukannya, pekerjaan tersebut turut dibantu oleh istrinya.

    Di depan kantor Kapitein, seringkali berteduh orang-orang yang berdagang keliling atau mereka yang kelelahan di jalan, maka pada waktu hawa udara begitu panas, orang yang melintas di jalan tersebut selalu sulit mendapat air untuk melepas dahaga.

    Melihat hal itu istri Gan Djie ( Nyai Gan Djie ) mengusulkan kepada suaminya agar di depan kantor disediakan air the untuk warga masyarakat yang kehausan. Bagi orang yang berkecukupan macam Kapitein Gan, tentu saja air the itu tidak ada artinya, tetapi bagi warga masyarakat yang “kekeringan” penting sekali. Kapitein Gan langssung menyetujui usal itu.

    Di depan kantor, di sebelah luar pintu, lalu dipasang meja-meja kecil. Di atas meja-meja itu setiap pagi dan sore disediakan air teh. Supaya air teh itu mencukupi keperluan warga dan tidak setiap kali kehabisan, maka di situ disediakan delapan buah te-koan (teko/poci teh). Perbuatan baik dari Kapitein Gan membuatnya semakin disegani oleh masyarakat.  Persediaan air teh itu pun akhirnya menjadi suatu ciri untuk memudahkan warga mencari lokasi kantor officer Tionghoa itu. Demikianlah, orang lalu mengatakan, dimana ada pat tekoan, di situlah tempat tinggalnya Kapitein Gan. Lambat laun jalan dimana officer Tionghoa itu bermungkim dinamakan Pat Te-Koan, dikemudian hari menjadi Patekoan.

    Nyai Gan Djie menjadi Wakil Kapitein

    Pada tahun 1666, setelah memangku jabatannya selama tiga tahun, Kapitein Gan Djie wafat. Jenazahnya dimakamkan di Molenvliet Oost – kini Hayam Wuruk – dengan upacara yang cukup megah. Usahanya dilanjutkan oelh putranya Gan Hoo Hoat.

    Lantaran sulit memperoleh penggantinya, maka pemerintah meminta Nyai Gan Djie menggantikan jabatan almarhum suaminya hingga nanti pemerintah mengangkat orang lain.

    Dikisahkan, selama memangku jabatan Wakil Kapitein, banyak  urusan rumah tangga warga masyarakat Tionghoa telah bisa diatur dan diselesaikan secara damai oleh nyonya itu.

    Pada tahun 1678, setelah 12 tahun memangku jabatannya, karena merasa dirinya sudah tua, Nyai Gan Djie mengajukan surat pengunduran diri dari kedudukannya sebagai Waarnemend Kapitein Tionghoa. Pengunduran itu diterima baik oleh pemerintahan. Kepadanya diserahkan surat penghargaan dari pemerintah.

    Sebagai gantinya pemerintah mengangkat Tjoa Hoan Giok sebagai Kapitein  der Chineezen keempat (masa jabatan 1678-1685 ). Secara resmi ia mulai memangku jabatannya pada 14 Juni 1678.

     David Kwa adalah seorang budayawan Indonesia yang pakar dibidang sejarah peranakan tionghoa.

    Pindah ke Batavia – Asal usul  nama Patekoan

     Kira-kira pada tahun 1659 Gan Djie pindah ke Batavia dan tinggal di sebuah rumah di se sebuah jalan yang sekarang disebut Patekoan. Di Batavia ia berniaga hasil bumi. Karena sifatnya yang baik dan suka menolong, maka dalam waktu singkat ia menjadi salah seorang terkemuka di tempat pemungkimannya yang baru.

    Berhubung dengan usianya yang sudah lanjut, pada tahun 1663 Kapitein der Chineezen Phoa Beng Gam, mengajukan pengunduran diri dari jabatannya kepada Gouverneur General Joan Maetsuyker. Sebagai penggantinya ia mengusulkan Gan Djie yang dikenalnya dengan baik. Usul itu diterima.

    Pengangkatan Gan Djie sebagai Kapitein der Chineezen adalah karena jasanya menolong dan merawat anak  Joan Maetsuyker yang terpisah secara tidak sengaja.

    Tak disangka di kemudian hari Joan Maetsuyker diangkat menjadi Gouverneur General Hindia Belanda ( 1653 ). Sebagai balas budi terhadap tuan dan nyonya Gan Djie, kemudian dia mengangkat Gan Djie sebagai Kapitein “bangsa” Tionghoa.

    Begitulah, sejak 10 April 1663 Gan Djie diangkat menjadi Kapitein der Chineezen ketiga. Karena kesibukannya, pekerjaan tersebut turut dibantu oleh istrinya.

    Di depan kantor Kapitein, seringkali berteduh orang-orang yang berdagang keliling atau mereka yang kelelahan di jalan, maka pada waktu hawa udara begitu panas, orang yang melintas di jalan tersebut selalu sulit mendapat air untuk melepas dahaga.

    Melihat hal itu istri Gan Djie ( Nyai Gan Djie ) mengusulkan kepada suaminya agar di depan kantor disediakan air the untuk warga masyarakat yang kehausan. Bagi orang yang berkecukupan macam Kapitein Gan, tentu saja air the itu tidak ada artinya, tetapi bagi warga masyarakat yang “kekeringan” penting sekali. Kapitein Gan langssung menyetujui usal itu.

    Di depan kantor, di sebelah luar pintu, lalu dipasang meja-meja kecil. Di atas meja-meja itu setiap pagi dan sore disediakan air teh. Supaya air teh itu mencukupi keperluan warga dan tidak setiap kali kehabisan, maka di situ disediakan delapan buah te-koan (teko/poci teh). Perbuatan baik dari Kapitein Gan membuatnya semakin disegani oleh masyarakat.  Persediaan air teh itu pun akhirnya menjadi suatu ciri untuk memudahkan warga mencari lokasi kantor officer Tionghoa itu. Demikianlah, orang lalu mengatakan, dimana ada pat tekoan, di situlah tempat tinggalnya Kapitein Gan. Lambat laun jalan dimana officer Tionghoa itu bermungkim dinamakan Pat Te-Koan, dikemudian hari menjadi Patekoan.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Sejarah Patekoan dan Kapitein Gan Djie Rating: 5 Reviewed By: Blogger
    Scroll to Top