728x90 AdSpace

Saat Kau butuhkan tetesan air 'tuk segarkan relung jiwamu yang mulai mengering...

  • Latest News

    Introspeksi Tari Pendet: Jujurkah kita terhadap diri kita sendiri?

    Hingar bingar di TV maupun koran tentang kemarahan berbagai kalangan di Indonesia atas digunakannya Tari Pendet Bali sebagai iklan pariwisata Malaysia, mengingatkan saya pada suatu perjalanan dinas ke negeri jiran itu. Boleh jadi tulisan saya ini 'melawan arus'. Saya hanya ingin mengajak teman2 sekalian, khususnya di bulan Suci Ramadhan ini, untuk introspeksi diri: Jujurkah kita terhadap diri kita sendiri?

    Tidak terasa saya menikmati hidangan Ikan Tjoan2 itu dengan mata berkaca2. Masakan itu adalah masakan ibu (alm) yang sering dihidangkan semasa kecil saya. Saya tidak pernah lagi menikmati masakan itu lebih dari 20 tahun. Cita rasanya pas, bumbunya yang menggunakan Taoco sungguh khas dan membuat otak ini kembali mengenang ibu yang sungguh mencintai anak2 dan keluarganya dengan acapkali menghidangkan masakan tersebut. Itu terjadi ketika dalam perjalanan dinas ke kota Melaka - M'sia - saya menyempatkan diri untuk makan di sebuah Rumah Makan (RM) - Nyonya Baba - masakan khas kaum Cina Peranakan. Ornamen, serta pernak-pernik hiasan interior di RM tersebut sungguh membawa memori semasa kecil saya di kota Pekalongan. Bolang-baling, Kuwe Untir2 khas Gang Lombok Semarang, Nas Tar (Kue berisi selai nanas), Kue Semprong, Es Cendol gula merah dan kuwe2 lain menyadarkan saya bahwa kami memang serumpun. Boleh jadi kami datang dari nenek-moyang yang sama.

    Ketika makan di RM itu, sayup2 terdengar lagu keroncong yang bagi telinga saya itu khas keroncong Indonesia. Iseng2 saya memanggil waitress -- yang ternyata anak Riau sekolah pariwisata dan sedang kerja praktek -- untuk mengambil sampul CD Keroncong tersebut. Waitress lain yang asli putri M'sia menjelaskan bahwa seluruh anggota grup Keroncong itu adalah orang Melayu Malaysia keturunan Solo, Jogja ... Madiun dan kota2 lain di Jateng. Waitress yang sama juga menunjukkan CD instrumen angklung yang dimainkan oleh warga M'sia keturunan Sunda.

    Saya jadi berpikir, andaikata Mas Bona dan Mbak Endang yang asli Yogya dan punya tiga orang anak: Chrisy, Twilla dan Ansel. Twilla yang kemudian bermukim di Australia membuka RM dan mematenkan Gudeg Yogya Mbak Endang , apakah Twilla salah? Berhak-kah Chrisy dan Ansel (yang hidup di Indonesia) marah2 dan merasa dicurangi oleh Twilla?

    Itulah yang terjadi saat ini antara Indonesia dan Malaysia. Noor Arfa pengusaha batik yang konon keturunan Jawa Solo, banyak mempekerjakan pengrajin batik keturunan Jawa Pekalongan.

    Salahkah mereka kalau mematenkan batik sebagai warisan budaya nenek moyangnya? Malaysia bukan saja aktif dalam mempromosikan pariwisata, tapi juga dalam bidang bisnis lain.


    Bahkan Kunang2 pun dijadikan obyek Wisata yang laris. Saya melihat bagaimana anak2 Spore yang tidak pernah melihat dan berjalan di sawah tertarik pada atraksi 'Fire Flies Watching' di kawasan wisata Kuala Trengganu. Peserta wisata itu diajak berjalan di tengah sawah -- di kala senja -- dengan membawa lentera sambil menikmati langit yang mulai gelap dan dihiasi ribuan kunang2 berkedip2 menyambut mereka.


    Berapa banyak di antara kita yang menggunakan Soft Ware legal (non-bajakan) ? Sebagian besar soft ware itu hasil karya orang Amerika yang oleh sebagian dari kita dinilai telah menzolimi kaum lemah. Banyak orang berjualan Tahu, Bakcang, Dimsum ... memainkan Tari Barongsai dan Tari Liong ... Adakah kaum Cina daratan marah dan menegur kita melanggar hak cipta mereka? Masih banyak lagi pertanyaan2 yang sama. Pertanyaan yang paling esensiel:

    Jujurkah kita terhadap diri kita sendiri?
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Introspeksi Tari Pendet: Jujurkah kita terhadap diri kita sendiri? Rating: 5 Reviewed By: Blogger
    Scroll to Top