Kafe Ini Rumah Anda, Abu Ali Putin...
Di balik gelegar bom dan roket yang mereka jatuhkan di Suriah, pasukan Rusia rupanya membawa geliat baru bagi perekonomian sebagian warga Suriah. Hal itu terlihat di kota pantai Latakia, Suriah barat, tempat jet-jet tempur dan tentara Rusia bermarkas sejak terlibat dalam perang Suriah, 30 September lalu.
Di kota tersebut, menjamur toko, restoran, dan kafe dengan satu pelanggan utama: tentara Rusia. Bukan sekadar pelanggan, tentara Rusia itu juga - kata mereka - "teman baru".
Tentara Rusia biasanya pergi ke kota Latakia untuk menikmati makanan, minuman, dan hiburan. Kehadiran mereka menciptakan basis pelanggan baru. Sebisa mungkin, para pemilik toko dan pengelola restoran atau kafe memenuhi kebutuhan tentara Rusia.
Toko Crown milik Ihab (32), misalnya, kini menyediakan vodka. Botol-botol wiski dan arak buatan lokal di rak pajangan depan tokonya diganti dengan botol-botol minuman keras khas Rusia itu. "Dulu, yang paling banyak dibutuhkan pelanggan adalah wiski dan arak. Namun, setelah pasukan Rusia datang, semua berubah menjadi vodka," katanya.
"Jadi, saya pajang botol-botol (vodka) ini di depan agar mereka (pasukan Rusia) langsung tertuju pada botol-botol itu."
Sedemikian antusiasnya dengan kehadiran tentara Rusia, Haidar (29) menamai restoran yang dibukanya pada bulan lalu dengan sebutan Russia. "Saya mencintai Rusia dan orang Rusia sejak kecil. Kini, saatnya mengekspresikan kecintaan saya kepada mereka lewat restoran saya ini," ujarnya.
Di dinding bagian luar restorannya, terpampang bendera Rusia. Adapun di bagian dalamnya, dipajang ucapan-ucapan dalam bahasa Rusia.
"Spasiba, spasiba," kata Haidar dengan senyum lebar kepada tentara Rusia yang meninggalkan restoran seusai santapan. Dalam bahasa Rusia, spasiba berarti terima kasih.
Les bahasa Rusia
Agar tentara Rusia, pelanggan dan "teman baru" mereka, merasa nyaman, pemilik toko dan pengelola restoran atau kafe itu pun mulai belajar bahasa Rusia. Haidar sampai merekrut profesor bahasa Rusia untuk mengajari anggota stafnya berkomunikasi dengan tentara Rusia.
Ia berharap dapat menemukan juru masak yang bisa membuat masakan Rusia. "Orang-orang Rusia menghidupkan kembali kehidupan malam dan bisnis di siang hari," ujar Haidar.
Mohammad (26), pegawai toko pakaian dan aksesori dengan gaya militer, mengatakan, ia juga belajar bahasa Rusia. "Mereka menjadi teman kami. Mereka menyapa atau melambaikan tangan dari kejauhan saat lewat di tempat ini," ujarnya.
Pemilik toko dan pengelola restoran-kafe itu mengatakan, sebagian besar pelanggan mereka adalah tentara Rusia. "Rusia menghadirkan keuntungan ekonomi. Penjualan kami melonjak lebih dari 20 persen. Mereka tidak menawar harga," ujar Ilab.
Hubungan Rusia dengan Suriah berlangsung sejak beberapa dekade silam. Moskwa sudah lama memiliki pangkalan Angkatan Laut di kota pantai Tartus. Banyak juga anggota militer Suriah berlatih di Rusia.
Tak jarang, warga Suriah menikah dengan warga Rusia atau mereka yang berbahasa Rusia. Dalam perang Suriah yang sudah berjalan hampir lima tahun, Rusia kokoh sebagai mitra Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Bagi beberapa pengusaha di Latakia, hubungan dengan tentara Rusia bersifat emosional. Sebagian hanya mematok harga separuh bagi tentara Rusia. Tarek Shaabo (30), pemilik Kafe Moskwa, bahkan menggratiskan minuman bagi mereka.
Ia bercerita, ia memilih Kafe Moskwa sebagai nama kafenya pada 2012 setelah Rusia memveto resolusi Dewan Keamanan PBB soal perang Suriah. "Sejak itu, saya bersumpah pada diri sendiri untuk tidak akan pernah menagih bayaran kepada pelanggan dari Rusia," katanya.
"Mereka datang untuk membela kami. Hal terkecil yang bisa saya lakukan adalah menjamu mereka di kafe kecil saya ini."
Ia pun melayangkan undangan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin, yang di Suriah populer dengan julukan "Abu Ali". "Sampaikan kepada Abu Ali Putin, ada tempat tinggal bagi beliau di Latakia. Kafe Moskwa adalah rumah beliau juga," ujar Shaabo.
Di balik gelegar bom dan roket yang mereka jatuhkan di Suriah, pasukan Rusia rupanya membawa geliat baru bagi perekonomian sebagian warga Suriah. Hal itu terlihat di kota pantai Latakia, Suriah barat, tempat jet-jet tempur dan tentara Rusia bermarkas sejak terlibat dalam perang Suriah, 30 September lalu.
Di kota tersebut, menjamur toko, restoran, dan kafe dengan satu pelanggan utama: tentara Rusia. Bukan sekadar pelanggan, tentara Rusia itu juga - kata mereka - "teman baru".
Tentara Rusia biasanya pergi ke kota Latakia untuk menikmati makanan, minuman, dan hiburan. Kehadiran mereka menciptakan basis pelanggan baru. Sebisa mungkin, para pemilik toko dan pengelola restoran atau kafe memenuhi kebutuhan tentara Rusia.
Toko Crown milik Ihab (32), misalnya, kini menyediakan vodka. Botol-botol wiski dan arak buatan lokal di rak pajangan depan tokonya diganti dengan botol-botol minuman keras khas Rusia itu. "Dulu, yang paling banyak dibutuhkan pelanggan adalah wiski dan arak. Namun, setelah pasukan Rusia datang, semua berubah menjadi vodka," katanya.
"Jadi, saya pajang botol-botol (vodka) ini di depan agar mereka (pasukan Rusia) langsung tertuju pada botol-botol itu."
Sedemikian antusiasnya dengan kehadiran tentara Rusia, Haidar (29) menamai restoran yang dibukanya pada bulan lalu dengan sebutan Russia. "Saya mencintai Rusia dan orang Rusia sejak kecil. Kini, saatnya mengekspresikan kecintaan saya kepada mereka lewat restoran saya ini," ujarnya.
Di dinding bagian luar restorannya, terpampang bendera Rusia. Adapun di bagian dalamnya, dipajang ucapan-ucapan dalam bahasa Rusia.
"Spasiba, spasiba," kata Haidar dengan senyum lebar kepada tentara Rusia yang meninggalkan restoran seusai santapan. Dalam bahasa Rusia, spasiba berarti terima kasih.
Les bahasa Rusia
Agar tentara Rusia, pelanggan dan "teman baru" mereka, merasa nyaman, pemilik toko dan pengelola restoran atau kafe itu pun mulai belajar bahasa Rusia. Haidar sampai merekrut profesor bahasa Rusia untuk mengajari anggota stafnya berkomunikasi dengan tentara Rusia.
Ia berharap dapat menemukan juru masak yang bisa membuat masakan Rusia. "Orang-orang Rusia menghidupkan kembali kehidupan malam dan bisnis di siang hari," ujar Haidar.
Mohammad (26), pegawai toko pakaian dan aksesori dengan gaya militer, mengatakan, ia juga belajar bahasa Rusia. "Mereka menjadi teman kami. Mereka menyapa atau melambaikan tangan dari kejauhan saat lewat di tempat ini," ujarnya.
Pemilik toko dan pengelola restoran-kafe itu mengatakan, sebagian besar pelanggan mereka adalah tentara Rusia. "Rusia menghadirkan keuntungan ekonomi. Penjualan kami melonjak lebih dari 20 persen. Mereka tidak menawar harga," ujar Ilab.
Hubungan Rusia dengan Suriah berlangsung sejak beberapa dekade silam. Moskwa sudah lama memiliki pangkalan Angkatan Laut di kota pantai Tartus. Banyak juga anggota militer Suriah berlatih di Rusia.
Tak jarang, warga Suriah menikah dengan warga Rusia atau mereka yang berbahasa Rusia. Dalam perang Suriah yang sudah berjalan hampir lima tahun, Rusia kokoh sebagai mitra Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Bagi beberapa pengusaha di Latakia, hubungan dengan tentara Rusia bersifat emosional. Sebagian hanya mematok harga separuh bagi tentara Rusia. Tarek Shaabo (30), pemilik Kafe Moskwa, bahkan menggratiskan minuman bagi mereka.
Ia bercerita, ia memilih Kafe Moskwa sebagai nama kafenya pada 2012 setelah Rusia memveto resolusi Dewan Keamanan PBB soal perang Suriah. "Sejak itu, saya bersumpah pada diri sendiri untuk tidak akan pernah menagih bayaran kepada pelanggan dari Rusia," katanya.
"Mereka datang untuk membela kami. Hal terkecil yang bisa saya lakukan adalah menjamu mereka di kafe kecil saya ini."
Ia pun melayangkan undangan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin, yang di Suriah populer dengan julukan "Abu Ali". "Sampaikan kepada Abu Ali Putin, ada tempat tinggal bagi beliau di Latakia. Kafe Moskwa adalah rumah beliau juga," ujar Shaabo.
0 komentar:
Post a Comment