728x90 AdSpace

Saat Kau butuhkan tetesan air 'tuk segarkan relung jiwamu yang mulai mengering...

  • Latest News

    Istana Megah Lereng Merapi

    Sengkarut Kastel Megah di Kawasan Rawan Bencana Lereng Merapi

    Sengkarut Kastel Megah di Kawasan Rawan Bencana Lereng Merapi The Lost World Castle, kastel milik Ayung di lereng Merapi

    Jakarta - Sebuah bangunan megah di lereng Gunung Merapi belakangan menjadi perhatian. Tak hanya karena keunikan bangunannya, tapi juga lokasinya yang berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) 3 erupsi Gunung Merapi membuat kastel ini menjadi sorotan.

    Sang pemilik, Ayung (46), membenarkan lokasi bangunannya berada di KRB 3 erupsi Gunung Merapi. Untuk itu, dia menerima Surat Peringatan (SP) 1 tertanggal 17 Januari 2017 dan SP 2 tertanggal 25 Januari 2017 dari Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Sleman.

    Bangunan yang sudah mulai dibangun pada akhir tahun 2013 itu saat ini sudah rampung sekitar 80 persen.

    "Sekitar 80 % sudah rampung. Ya karena dapat surat itu, kita hentikan dulu pembangunannya," ujar Ayung saat ditemui di objek wisata The Lost World Castle, Dusun Petung, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman.

    Ayung menjelaskan, area castle ini berada di lahan seluas 1,3 hektar. Selain menawarkan lokasi foto berupa bangunan castle, wisatawan banyak datang karena bisa berfoto dengan latar Gunung Merapi dan kota Yogyakarta dari ketinggian.

    Meski belum rampung dan masih ada aktivitas pengecatan di beberapa bagiannya, castle ini sudah mulai dibuka
    sejak dua minggu yang lalu.

    Saat detikcom mengunjungi castle yang letaknya sekitar 6 km dari puncak Gunung Merapi ini, tampak puluhan pengunjung yang berdatangan untuk berfoto.

    "Animonya bagus, kalau dirata-rata ada 1.000 pengunjung setiap harinya," ujar Ayung.

    Dia melibatkan masyarakat Dusun Petung dalam proses pembangunan hingga operasional. Menurutnya, keberadaan kastel ini akan dapat mengangkat perekonomian lokal.

    "Warga di sini (setelah erupsi Gunung Merapi) kesulitan kerja. Kalau hanya mengandalkan tambang saja, kan terbatas dan dibatasi. Jadi saya ajak beralih ke wisata," imbuhnya.

    Menurutnya, status Gunung Merapi selama ini selalu terpantau. Tak hanya itu, dia memahami bahwa bangunan Castle ini seharusnya tak dilarang karena bukan untuk hunian.

    "Lagipula, (Gunung Merapi meletus) tidak mendadak, pasti ada tahapan-tahapannya (status)," kata Ayung.

    Saat ditanya soal asuransi untuk pengunjung yang terakomodasi dalam tiket seharga Rp 15 ribu, dia mejawab tidak ada. Harga itu adalah harga setelah diskon 75 % dari harga yang tertera di tiket Rp 60 ribu.

    Pemerintah Nyatakan kastel Ayung langgar aturan

    Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman Sapto Winarno menjelaskan surat peringatan tersebut dilayangkan karena bangunan tersebut tidak mengantongi izin.

    "Izin pembangunan dari segi konstruksi belum ada. Salah satunya (karena) KRB, terdampak langsung erupsi Merapi," ujar Sapto saat.

    Soal kunjungan wisata yang begitu ramai, Sapto mengaku hanya fokus memantau pembangunannya saja.

    Dalam SP 1 dan SP 2 yang ditujukan kepada Ayung dan diperlihatkan oleh salah seorang warga anggota Paguyuban Desa Wisata Petung, Sukemi (40), tertulis bahwa pembangunan kastel itu melanggar Perda Kabupaten Sleman Nomor 12 Tahun 2012 Tentang RTRW. Lokasi kastel termasuk dalam area terdampak langsung erupsi tahun 2010.

    Selain itu, pembangunan tersebut juga melanggar Peraturan Bupati Sleman Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi.

    "Lokasi dimaksud termasuk dalam kawasan rawan bencana Gunung Api Merapi III yang dilarang berdirinya bangunan dan hunian," tulis surat yang diteken langsung oleh Sapto dan ditembuskan ke sejumlah pihak di antaranya Bupati Sleman, Kepala Dinas Penananaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Sleman, dan Kepala Dinas Pariwisawata Kabupaten Sleman.

    Sedangkan pada SP 2 dituliskan bahwa kastel ini terletak di titik koordinat S 7.6039609 E 110.4510532. Dalam surat bernomor 643/0204/2017 disebutkan, jika dalam waktu tujuh hari setelah SP 2, Ayung tak mengindahkan surat ini maka akan ada tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    "Ya kita akan kirimkan SP 3," ujar Sapto.

    Soal surat peringatan yang baru terbit setelah pembangunan berjalan 80 persen, Sapto mengaku dia baru saja bertugas di Dinas PU Perumahan dan Kawasan Pemukiman Pemkab Sleman pada Januari 2017.

    "Saya baru di PU 3 Januari kemarin, kami evaluasi mana sih yg bermasalah, kita mulai penegakkan (peraturan di) Sleman dan DIY secara nasional," kata Sapto.

    Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Krido Suprayitno menjelaskan pembagian KRB 1, KRB 2, dan KRB 3 bertujuan untuk mengurangi resiko bencana.

    "KRB 3 itu yang paling dekat dengan puncak (Gunung Merapi)," kata Krido.

    Sukemi menambahkan, dia bersama Ayung dan sejumlah warga lainnya pada dua tahun lalu berkumpul membentuk panitia kecil. Panitia kecil ini kemudian bersepakat untuk menghidupkan kembali Dusun Petung sebagai Desa Wisata setelah sempat mati karena erupsi merapi.

    Seluruh warga dusun ini telah direlokasi ke hunian tetap di Dusun Pagerjurang, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan. Aktivitas yang ada di dusun Petung saat ini hanya mereka yang bertani dan mengelola sisa rumah mereka yang rusak akibat erupsi Gunung Merapi sebagai objek wisata dari pagi hingga sore hari.

    "Ya sekitar dua tahun yang lalu, kita ngumpul. Kita ingin bisa mengembalikan Desa Wisata," kata Sukemi.

    Anggota Paguyuban lainnya yakni Ahmad Saukani (40) dan Kepala Dusun Petung Pairin (50) kemudian menjelaskan soal upaya para warga untuk menghidupkan kembali desa Wisata Petung.

    Ada beberapa objek yang rencananya akan diintegrasikan dalam satu manajemen. Di antaranya 'Stonehenge', peternakan sapi, panggung hiburan, taman bunga, dan The Lost World Castle.

    Paguyuban tersebut kemudian membuka kesempatan bagi warga Dusun Petung untuk berinvestasi minimal Rp 1 juta untuk satu lembar saham. Dari sistem tersebut, terkumpul uang Rp 300 juta dan sejumlah lahan dari 45 warga dari total 122 KK di Dusun Petung.

    Nantinya, kata Ahmad, para pemegang saham akan memperoleh keuntungan sesuai dengan pendapatan dan jumlah investasi yang disetor. Namun hingga saat ini dan dalam waktu dekat ke depan, sistem saham ini hanya boleh dimiliki oleh warga Dusun Petung.

    "Ada (investasi) yang Rp 1 juta sampai Rp 50 juta. Jadi nanti rencana kami ticketing akan ada satu lokasi di depan sini (di dekat warung Kopi Merapi). Parkirnya juga akan disatukan di sini. Nanti apakah wisatawan akan jalan kaki, naik jeep, naik motor dari sini," kata Ahmad yang juga memiliki 20 lembar saham dalam Paguyuban ini.

    Sedangkan manajemen dari seluruh objek wisata itu termasuk The Lost World Castle akan ada di tangan paguyuban.

    Ketua Paguyuban Desa Wisata Petung, Subagyo menjelaskan, kepemilikan kastel memang sepenuhnya milik Ayung yang juga sebagai Wakil Ketua paguyuban tersebut. Uang Rp 300 juta yang terkumpul di paguyuban itu digunakan untuk membangun Stonengehe dan Gapura bertuliskan "The Lost World".

    Sukemi, Ahmad, Pairin, dan Subagyo dalam kesempatan ini sama-sama memprotes dua surat peringatan yang ditujukan kepada Ayung. Mereka memahami bahwa pemerintah menghalangi rencana pengembangan Desa Wisata Petung yang sedang mereka rintis.

    "Kalau memang ada aturan (tidak boleh membangun), ya monggo ditegakkan aturannya bersama-sama. Di (lereng Merapi) atas ada rumah Mbah Maridjan juga dibangun pendopo juga, kalau tebang pilih ya nuwun sewu," kata Pairin yang mengaku tak berinvestasi dalam bentuk apapun dalam paguyuban tersebut.

    Menurut Ahmad, jika memang berada di lokasi berbahaya pemerintah seharusnya memberi solusi.

    "Kita sudah ada jalur evakuasi. Kita tinggal beri tanda panah, kenapa tidak komunikasikan saja arah evakuasi kalau ada apa-apa kita ke mana," kata Ahmad.

    Tak semua warga mendukung kastel Ayung

    Tak semua warga sepakat dengan konsep integrasi objek wisata di Dusun Petung. Salah seorang warga Dusun Petung yang tak mau disebutkan namanya bercerita soal ketidaksepakatannya.

    "Suami saya dulu juga sempat ikut pertemuan itu, Pak Ayung juga datang ke sini. Tapi kami akhirnya tidak ikut (bergabung Paguyuban)," ceritanya.

    Ketika ditanya soal alasannya, dia menjawab ada beberapa hal yang membuatnya tak yakin.

    "Waktu itu diberi tahu kalau untuk satu tahun, setiap Rp 1 juta yang disetorkan ke Paguyuban, akan menerima Rp 280 ribu. Itu kan kecil sekali. Lalu tidak jelas seperti apa perjanjiannya, atau mungkin karena suami saya tidak ikut di pertemuan selanjutnya. Kami tidak sreg saja," imbuhnya.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Istana Megah Lereng Merapi Rating: 5 Reviewed By: Blogger
    Scroll to Top