Negeri Ini Sungguh Punyamu, Nak
Duduklah, Nak. Matikan dulu televisimu, simpan dulu gadgetmu. Mari dekat pada ayah. Akan kuceritakan kepadamu ihwal negerimu yang indah tak terkira.
Ups..., jangan kau skeptis dulu, Nak. Ayo dekatlah kemari, ada yang hendak kusampaikan kepadamu.
Nah, kini kamu telah duduk bersama ayah, setelah sekian lama kita berjauhan. Ayah asyik dengan urusan hoby dan kantor, sementara kamu asyik dengan mainanmu yang mengajari kamu menjadi manusia egois.
Dengarlah, Nak. Ayah hendak berkisah tentang Indonesia.
Ya, ya... Ayah maklum, jika kau tak begitu suka pada cerita tentang Indonesia. Salah siapa yang harus disalahkan, jika tiap hari yang kau dengar, kau lihat, dan kau baca tentang Indonesia adalah yang serba buruk mengenai negeri ini. Di TV kamu menjumpai kekerasan dan mereka yang digiring ke bui, di radio kamu mendengarkan lagu-lagu cengeng, di koran kamu menyaksikan iklan baris dan berita kriminal, dan di internet... hmmm, entah apa yang kau lihat selain berkunjung ke jejaring sosial untuk menyapa kawan-kawanmu.
Jadi marilah ke sini, Nak. Mumpung libur tiba dan kita berada di rumah bersama.
Nak, bukankah liburanmu masih panjang? Tidak kah engkau tertarik untuk berjalan-jalan, ke rumah Eyang di desa Selatan Jawa atau mengunjungi saudara-sauadara kita yang tersebar di seantero Nusantara? Kelak, nak, kau musti jelajahi seisi negeri.
Di Aceh kau bisa menikmati tari seudati dan berteguk-teguk kopi. Lalu pada sepanjang Bukit Barisan, banyak kau jumpai ngarai dan danau. Di Sumatera Utara kau bisa kunjungi Danau Toba dan Pulau Samosir dengan kudapan ikan pora-pora yang lezat. Jangan lupa, kau cobai pula tari tor-tor yang menghangatkan suasana itu.
Teruslah kau susuri Bukit Barisan ke Arah Selatan, hingga sampai kota Bukit Tinggi yang sejuk dan bersejarah, kota Padang yang kaya akan tarian dan silat. Dan, ada satu yang tak pernah ayah lupa, adalah Pantai Tanjung Tinggi di pulau Belitung yang indahnya serupa lukisan.
Jika sampai ke tanah Jawa, singgahlah dulu ke pantai Bayah yang dipenuhi batu-batu alam nan elok. O ya nak, tak jauh dari situ, bisa pula kau jumpai saudara-saudara kita suku Baduy yang masih erat menjaga tradisi kakek moyang kita yang mulia. Jika engkau ingin menyaksikan sejarah purba bangsa ini, kunjungilah Gunung Padang di Tanah Cianjur.
Engkau telah berdiri di tatar Pasundan, nak. Bukalah mata, telinga dan hatimu, untuk menikmati bunyi angklung, degung, dan lekuk-liku suara penyanyinya yang memabukkan.
Terus berjalan ke timur nak, maka akan kau jumpai Borobudur, Prambanan, suara gamelan dan sejumlah tari-tarian yang penuh kelembutan, kain batik yang indah, wayang kulit yang berkarakter, dan keris yang magis.
Jangan lupa, mampirlah sebentar ke Kecamatan Sukolilo, di sana ada saudara-sadara kita warga Sedulur Sikep yang lebih dikenal sebagai "orang Samin", mereka itulah nak yang pernah membuat malu hati ayah, lantaran mereka yang oleh negara "didakwa" tak punya agama, nyatanya lebih agamis dalam menjalani kehidupannya.
Terus berjalan ke timur, nak. Akan kau jumpai gunung gunung cantik, reog ponorogo, karapan sapi, dan tentu saja ludruk yang sarat ujar-ujar. Jika sempat, naiklah kapal ke utara, di bumi Borneo mungkin saja masih kau temui hutan raya yang dulu dibabati para pemegang hph. Tapi ayah yakin, di sana kau masih bisa menyaksikan upacara suku dayak, orang utan, dan anggrek aneka rupa.
Ayah lupa nak, kau perlu juga menjenguk kenangan masa kecil saat kau bersama ayah mengelilingi pulau Bali. Ya, ya… pantai Kuta, Sanur, Tanah Lot, Bedugul, tari janger, trunyan, dan tentu pula tari legong yang sudah menyebar ke negara manca.
Teruslah berjalan nak, terus ke timur, ke tanah yang kurang terperhatikan orang-orang Jakarta yang lebih mabuk kuasa ketimbang mengangkat derajat saudara-saudara kita di bagian timur negeri. Wayang sasak, komodo, upacara nyalamak di laut, perburuan paus, upacara nyale, adalah keindahan yang ditawarkan oleh tanah ini.
Teruslah melangkah, nak. Sulawesi, ya, itu negerimu juga, ayah pernah hingga ke Pantai Bira, Bulukumba tempat para petualang membangun kapal-kapal Phinisi. Ya, teruslah melaju ke timur negeri, hingga ke Papua untuk menyantap keindahan Raja Ampat, hutan-hutan perawan, serta aneka tumbuhan berkhasiat.
Sungguh nak, ini semua milik kita. Jika sebagian di antaranya telah tergadai pada pemodal asing, jangan ragu, rebut kembali dari tangan mereka. Sebab semua yang kau punya, adalah hak dan juga takdirmu sebagai penghuni negeri ini. Sungguh, nak, kami dan juga pemimpin-pemimpin kami, pernah tak berdaya justru karena ketamakan kami yang telah melalap mentah-mentah uang utang tanpa pernah ingat bahwa kami juga memiliki engkau, anak keturunan kami.
source: http://travel.kompas.com/read/2013/12/26/1943052/Negeri.Ini.Sungguh.Punyamu.Nak
Duduklah, Nak. Matikan dulu televisimu, simpan dulu gadgetmu. Mari dekat pada ayah. Akan kuceritakan kepadamu ihwal negerimu yang indah tak terkira.
Ups..., jangan kau skeptis dulu, Nak. Ayo dekatlah kemari, ada yang hendak kusampaikan kepadamu.
Nah, kini kamu telah duduk bersama ayah, setelah sekian lama kita berjauhan. Ayah asyik dengan urusan hoby dan kantor, sementara kamu asyik dengan mainanmu yang mengajari kamu menjadi manusia egois.
Dengarlah, Nak. Ayah hendak berkisah tentang Indonesia.
Ya, ya... Ayah maklum, jika kau tak begitu suka pada cerita tentang Indonesia. Salah siapa yang harus disalahkan, jika tiap hari yang kau dengar, kau lihat, dan kau baca tentang Indonesia adalah yang serba buruk mengenai negeri ini. Di TV kamu menjumpai kekerasan dan mereka yang digiring ke bui, di radio kamu mendengarkan lagu-lagu cengeng, di koran kamu menyaksikan iklan baris dan berita kriminal, dan di internet... hmmm, entah apa yang kau lihat selain berkunjung ke jejaring sosial untuk menyapa kawan-kawanmu.
Jadi marilah ke sini, Nak. Mumpung libur tiba dan kita berada di rumah bersama.
Nak, bukankah liburanmu masih panjang? Tidak kah engkau tertarik untuk berjalan-jalan, ke rumah Eyang di desa Selatan Jawa atau mengunjungi saudara-sauadara kita yang tersebar di seantero Nusantara? Kelak, nak, kau musti jelajahi seisi negeri.
Di Aceh kau bisa menikmati tari seudati dan berteguk-teguk kopi. Lalu pada sepanjang Bukit Barisan, banyak kau jumpai ngarai dan danau. Di Sumatera Utara kau bisa kunjungi Danau Toba dan Pulau Samosir dengan kudapan ikan pora-pora yang lezat. Jangan lupa, kau cobai pula tari tor-tor yang menghangatkan suasana itu.
Teruslah kau susuri Bukit Barisan ke Arah Selatan, hingga sampai kota Bukit Tinggi yang sejuk dan bersejarah, kota Padang yang kaya akan tarian dan silat. Dan, ada satu yang tak pernah ayah lupa, adalah Pantai Tanjung Tinggi di pulau Belitung yang indahnya serupa lukisan.
Jika sampai ke tanah Jawa, singgahlah dulu ke pantai Bayah yang dipenuhi batu-batu alam nan elok. O ya nak, tak jauh dari situ, bisa pula kau jumpai saudara-saudara kita suku Baduy yang masih erat menjaga tradisi kakek moyang kita yang mulia. Jika engkau ingin menyaksikan sejarah purba bangsa ini, kunjungilah Gunung Padang di Tanah Cianjur.
Engkau telah berdiri di tatar Pasundan, nak. Bukalah mata, telinga dan hatimu, untuk menikmati bunyi angklung, degung, dan lekuk-liku suara penyanyinya yang memabukkan.
Terus berjalan ke timur nak, maka akan kau jumpai Borobudur, Prambanan, suara gamelan dan sejumlah tari-tarian yang penuh kelembutan, kain batik yang indah, wayang kulit yang berkarakter, dan keris yang magis.
Jangan lupa, mampirlah sebentar ke Kecamatan Sukolilo, di sana ada saudara-sadara kita warga Sedulur Sikep yang lebih dikenal sebagai "orang Samin", mereka itulah nak yang pernah membuat malu hati ayah, lantaran mereka yang oleh negara "didakwa" tak punya agama, nyatanya lebih agamis dalam menjalani kehidupannya.
Terus berjalan ke timur, nak. Akan kau jumpai gunung gunung cantik, reog ponorogo, karapan sapi, dan tentu saja ludruk yang sarat ujar-ujar. Jika sempat, naiklah kapal ke utara, di bumi Borneo mungkin saja masih kau temui hutan raya yang dulu dibabati para pemegang hph. Tapi ayah yakin, di sana kau masih bisa menyaksikan upacara suku dayak, orang utan, dan anggrek aneka rupa.
Ayah lupa nak, kau perlu juga menjenguk kenangan masa kecil saat kau bersama ayah mengelilingi pulau Bali. Ya, ya… pantai Kuta, Sanur, Tanah Lot, Bedugul, tari janger, trunyan, dan tentu pula tari legong yang sudah menyebar ke negara manca.
Teruslah berjalan nak, terus ke timur, ke tanah yang kurang terperhatikan orang-orang Jakarta yang lebih mabuk kuasa ketimbang mengangkat derajat saudara-saudara kita di bagian timur negeri. Wayang sasak, komodo, upacara nyalamak di laut, perburuan paus, upacara nyale, adalah keindahan yang ditawarkan oleh tanah ini.
Teruslah melangkah, nak. Sulawesi, ya, itu negerimu juga, ayah pernah hingga ke Pantai Bira, Bulukumba tempat para petualang membangun kapal-kapal Phinisi. Ya, teruslah melaju ke timur negeri, hingga ke Papua untuk menyantap keindahan Raja Ampat, hutan-hutan perawan, serta aneka tumbuhan berkhasiat.
Sungguh nak, ini semua milik kita. Jika sebagian di antaranya telah tergadai pada pemodal asing, jangan ragu, rebut kembali dari tangan mereka. Sebab semua yang kau punya, adalah hak dan juga takdirmu sebagai penghuni negeri ini. Sungguh, nak, kami dan juga pemimpin-pemimpin kami, pernah tak berdaya justru karena ketamakan kami yang telah melalap mentah-mentah uang utang tanpa pernah ingat bahwa kami juga memiliki engkau, anak keturunan kami.
source: http://travel.kompas.com/read/2013/12/26/1943052/Negeri.Ini.Sungguh.Punyamu.Nak
0 komentar:
Post a Comment