Kisah Ibunda Harry Potter Lepas dari Mantra Bisnis Penerbit
Ia berhasil menaguk pundi-pundi senilai £570 juta (Rp11,06 triliun).
Bagi Pottermania, barangkali cukup akrab dengan nama JK Rowling. "Ibunda" dari kisah heroik dunia magis itu berhasil menyihir jutaan pembaca dan, kemudian penonton film Harry Potter.
Berkat kisahnya itu, Rowling berhasil menaguk pundi-pundi senilai £570 juta (Rp11,06 triliun), menurut Sunday Times Rich List.
Namun, bagaimana cara Rowling me-monetize novelnya tersebut? Tak saja dari film dan merchandise, Rowling punya strategi jitu untuk meraup uang dari Harry Potter dan "lepas" dari cengkraman penerbit.
Saat kereta jurusan Manchester ke London terlambat, ketika itulah lahir ide penyihir cilik Harry Potter di benak Joanne Rowling. Sesampainya di Calpham, Rowling langsung menuangkan cerita itu pada sebuah kertas.
Sejak itu, pekerjaannya hanya menulis, menulis, dan menulis. Bahkan, saat ibunya meninggal dan Rowling cerai dengan suaminya. Tekad Rowling tidak surut. Sepenggal demi sepenggal kisah Harry Potter ditulis Rowling di cafe Edinburgh, saat anaknya tengah terlelap di kereta bayi.
Tahun 1997, saat ia menyelesaikan manuskrip Harry Potter yang pertama, dia bawa karyanya itu ke Christopher Little Literary Agents. Karyanya dimasukkan ke 12 kantor penerbitan. Dan, semuanya menolak.
Jalan terang mulai muncul, saat bocah berusia delapan tahun, Alice Newton, anak pemilik perusahaan penerbitan Bloomsbury membaca bagian pertama Harry Potter. Akhirnya, Rowling mendapatkan kontrak senilai £2.500 (Rp48 juta).
Editor di Bloomsbury menyarankan, agar Rowling menggunakan inisial JK, mengacu pada Joanne. Itu merupakan strategi, agar pembaca pria tidak sangsi terhadap kisah penyihir lelaki yang ditulis wanita.
Bloomsbury mencetak 1.000 kopi Harry Potter dan 500 di antaranya didistribusikan ke perpustakaan-perpustakaan. Cetakan itu menghasilkan antara £16.000-£25.000 (Rp310-Rp485 juta).
Di luar dugaan, dunia Harry Potter begitu mencengkeram publik. Tahun 1998, bahkan untuk mendapatkan hak untuk menggandakan dan mengedarkan Harry Potter mesti melewati proses lelang.
Di Amerika, penerbit Scholastic memenangkan hak itu dengan nilai US$105.000 (Rp1,3 miliar). Sejak itu, Harry Potter menjadi mesin uang.
Tak saja buku, film Harry Potter juga selalu ditunggu-tunggu penggemar, yang selalu menyesaki bioskop. Enam buku lainnya, yakni Harry Potter and the Chamber of Secrets (1998), Harry Potter and the Prisoner of Azkaban (1999), Harry Potter and the Goblet of Fire (2000), Harry Potter and the Order of the Phoenix (2003), Harry Potter and the Half-Blood Prince (2005), and Harry Potter and the Deathly Hallows (2007) selalu memecahkan rekor penjualan.
Tahun 2004, Forbes menyebut Rowling sebagai miliarder dolar Amerika (triliuner). Namun, Rowling menyangkal dan Forbes lantas mencopot Rowling dari daftar orang terkaya. Maklum, pajak di Inggris sangatlah tinggi, dan Rowling juga telah mendonasikan sebagian besar uangnya.
Emma Lunn, dari Yahoo! Finance menyebut salah satu kecerdikan Rowling. Yakni, Rowling tetap memegang hak cipta digital. Dia hanya menjual serial Harry Potter versi digital melalui website yang ia kelola, Pottermore.com.
Dengan memegang hak cipta digital dan menjual lewat Pottermore.com, Rowling bisa dapat uang lebih banyak. Bandingkan jika dulu juga memberikan hak cipta digital Harry Potter pada Bloomsbury, atau Scholastic.
Rowling membuat situs Pottermore.com bekerja sama dengan agensi digital, Think. Selain itu, dia juga mendapat sponsor dari Sony. Makanya, Pottermore.com sangat mungkin "menguangkan" Harry Potter dengan berbagai media interaktif. Saat ini, memang baru ebook dan audiobook saja. Ke depan, jelas ada inovasi yang lebih atraktif lagi dari Pottermore.com.
Jalan lain untuk "lepas" dari penerbit juga ditempuh Rowling. Tahun 2013 lalu, penerbit Little Brown mempublikasikan The Cukcoo's Calling dari penulis debutan bernama Robert Galbraith. Tak selang lama, Sunday Times menguak fakta bahwa Galbraith merupakan pseudonim dari Rowling. Beberapa hari setelah pengungkapan identitas itu, penjualan bukunya melonjak 4.000 persen.
Bagaimana Rowling menghabiskan uangnya? Dia dikenal sebagai seorang filantropis dan mendirikan Volant Charitable Trust di tahun 2000. Yayasan amalnya itu punya anggaran £5.1 juta (Rp99 miliar) per tahun untuk melawan kemiskinan dan kesenjangan sosial.
Kini, Rowling rujuk dengan Neil Murray dan memiliki tiga anak. Dia memiliki rumah mewah di Skotlandia dan di London, Inggris.
Ia berhasil menaguk pundi-pundi senilai £570 juta (Rp11,06 triliun).
Bagi Pottermania, barangkali cukup akrab dengan nama JK Rowling. "Ibunda" dari kisah heroik dunia magis itu berhasil menyihir jutaan pembaca dan, kemudian penonton film Harry Potter.
Berkat kisahnya itu, Rowling berhasil menaguk pundi-pundi senilai £570 juta (Rp11,06 triliun), menurut Sunday Times Rich List.
Namun, bagaimana cara Rowling me-monetize novelnya tersebut? Tak saja dari film dan merchandise, Rowling punya strategi jitu untuk meraup uang dari Harry Potter dan "lepas" dari cengkraman penerbit.
Saat kereta jurusan Manchester ke London terlambat, ketika itulah lahir ide penyihir cilik Harry Potter di benak Joanne Rowling. Sesampainya di Calpham, Rowling langsung menuangkan cerita itu pada sebuah kertas.
Sejak itu, pekerjaannya hanya menulis, menulis, dan menulis. Bahkan, saat ibunya meninggal dan Rowling cerai dengan suaminya. Tekad Rowling tidak surut. Sepenggal demi sepenggal kisah Harry Potter ditulis Rowling di cafe Edinburgh, saat anaknya tengah terlelap di kereta bayi.
Tahun 1997, saat ia menyelesaikan manuskrip Harry Potter yang pertama, dia bawa karyanya itu ke Christopher Little Literary Agents. Karyanya dimasukkan ke 12 kantor penerbitan. Dan, semuanya menolak.
Jalan terang mulai muncul, saat bocah berusia delapan tahun, Alice Newton, anak pemilik perusahaan penerbitan Bloomsbury membaca bagian pertama Harry Potter. Akhirnya, Rowling mendapatkan kontrak senilai £2.500 (Rp48 juta).
Editor di Bloomsbury menyarankan, agar Rowling menggunakan inisial JK, mengacu pada Joanne. Itu merupakan strategi, agar pembaca pria tidak sangsi terhadap kisah penyihir lelaki yang ditulis wanita.
Bloomsbury mencetak 1.000 kopi Harry Potter dan 500 di antaranya didistribusikan ke perpustakaan-perpustakaan. Cetakan itu menghasilkan antara £16.000-£25.000 (Rp310-Rp485 juta).
Di luar dugaan, dunia Harry Potter begitu mencengkeram publik. Tahun 1998, bahkan untuk mendapatkan hak untuk menggandakan dan mengedarkan Harry Potter mesti melewati proses lelang.
Di Amerika, penerbit Scholastic memenangkan hak itu dengan nilai US$105.000 (Rp1,3 miliar). Sejak itu, Harry Potter menjadi mesin uang.
Tak saja buku, film Harry Potter juga selalu ditunggu-tunggu penggemar, yang selalu menyesaki bioskop. Enam buku lainnya, yakni Harry Potter and the Chamber of Secrets (1998), Harry Potter and the Prisoner of Azkaban (1999), Harry Potter and the Goblet of Fire (2000), Harry Potter and the Order of the Phoenix (2003), Harry Potter and the Half-Blood Prince (2005), and Harry Potter and the Deathly Hallows (2007) selalu memecahkan rekor penjualan.
Tahun 2004, Forbes menyebut Rowling sebagai miliarder dolar Amerika (triliuner). Namun, Rowling menyangkal dan Forbes lantas mencopot Rowling dari daftar orang terkaya. Maklum, pajak di Inggris sangatlah tinggi, dan Rowling juga telah mendonasikan sebagian besar uangnya.
Emma Lunn, dari Yahoo! Finance menyebut salah satu kecerdikan Rowling. Yakni, Rowling tetap memegang hak cipta digital. Dia hanya menjual serial Harry Potter versi digital melalui website yang ia kelola, Pottermore.com.
Dengan memegang hak cipta digital dan menjual lewat Pottermore.com, Rowling bisa dapat uang lebih banyak. Bandingkan jika dulu juga memberikan hak cipta digital Harry Potter pada Bloomsbury, atau Scholastic.
Rowling membuat situs Pottermore.com bekerja sama dengan agensi digital, Think. Selain itu, dia juga mendapat sponsor dari Sony. Makanya, Pottermore.com sangat mungkin "menguangkan" Harry Potter dengan berbagai media interaktif. Saat ini, memang baru ebook dan audiobook saja. Ke depan, jelas ada inovasi yang lebih atraktif lagi dari Pottermore.com.
Jalan lain untuk "lepas" dari penerbit juga ditempuh Rowling. Tahun 2013 lalu, penerbit Little Brown mempublikasikan The Cukcoo's Calling dari penulis debutan bernama Robert Galbraith. Tak selang lama, Sunday Times menguak fakta bahwa Galbraith merupakan pseudonim dari Rowling. Beberapa hari setelah pengungkapan identitas itu, penjualan bukunya melonjak 4.000 persen.
Bagaimana Rowling menghabiskan uangnya? Dia dikenal sebagai seorang filantropis dan mendirikan Volant Charitable Trust di tahun 2000. Yayasan amalnya itu punya anggaran £5.1 juta (Rp99 miliar) per tahun untuk melawan kemiskinan dan kesenjangan sosial.
Kini, Rowling rujuk dengan Neil Murray dan memiliki tiga anak. Dia memiliki rumah mewah di Skotlandia dan di London, Inggris.
0 komentar:
Post a Comment