Mengenal IQ dan EQ
SEJAK dulu, kecerdasan manusia selalu menarik untuk diteliti. Bahkan, ada alat khusus yang dapat menentukan level kecerdasan tersebut, yaitu intelligence quotient (IQ).
Seiring perkembangan zaman, berkembang juga alat pengukuran kecerdasan lainnya. Salah satu yang diperhitungkan sebagai standar kecerdasan masa kini adalah emotional quotient (EQ).
Sebenarnya, apa sih perbedaan keduanya?
Dilansir About.com, IQ adalah angka yang merupakan hasil tes kecerdasan. Pada tes IQ asli, perhitungan nilai adalah dengan membagi usia mental seseorang dengan usia kronologisnya dan kemudian dikali 100. Jadi, seorang anak dengan usia mental 15 dan usia kronologis 10 akan memiliki nilai IQ 150. Hari ini, perhitungan nilai kebanyakan tes IQ dilakukan dengan membandingkan nilai ujian seseorang dengan nilai orang lain di kelompok yang sama.
Sementara itu, EQ adalah pengukuran tingkat kecerdasan emosional seseorang. Hal ini merujuk pada kemampuan seseorang untuk merasakan, mengontrol, mengevaluasi dan mengekspresikan emosi.
Peneliti seperti John Mayer dan Peter Salovey serta penulis seperti Daniel Goleman adalah beberapa orang yang turut menyosialisasikan EQ ke masyarakat luas. Pembahasan tentang EQ pun meliputi berbagai area mulai dari manajemen bisnis hingga pendidikan.
Sejak 1990, EQ telah berkembang dari konsep yang belum jelas menjadi istilah yang populer dan dikenal banyak orang. Kini, kita bisa melatih EQ dengan berbagai permainan atau belajar di sekolah khusus. Bahkan, pada beberapa sekolah di Amerika Serikat, pembelajaran sosial dan emosional telah masuk kurikulum.
Mana yang Lebih Penting, IQ atau EQ?
PERDEBATAN tentang lebih penting mana, intelligence quotient (IQ) atau emotional quotient (EQ) terus bergulir sejak puluhan tahun lalu. IQ sendiri merupakan ukuran kecerdasan intelektual seseorang, sedangkan EQ menunjukkan kecerdasan emosional seseorang.
Pada 1996, Daniel Goleman melalui bukunya Emotional Quotient menyarankan bahwa EQ mungkin lebih penting dari IQ. Dia beralasan, beberapa psikolog menganggap bahwa standar dalam pengukuran IQ terlalu sempit dan tidak menunjukkan kecerdasan manusia secara utuh. Sebaliknya, kemampuan memahami dan mengekspresikan emosi dapat memegang peran yang setara, bahkan lebih penting, dalam cara seseorang menjalani hidup.
Jadi, mana yang lebih penting?
Dinukil dari About.com, IQ pernah dianggap sebagai penentu kesuksesan seseorang. Orang-orang dengan nilai IQ tinggi diasumsikan akan meraih berbagai pencapaian dalam hidup. Namun, para peneliti juga berdebat apakah IQ merupakan produk keturunan atau terbentuk karena pengaruh lingkungan.
Beberapa kritikus mulai menyadari bahwa kecerdasan bukan suatu jaminan untuk kesuksesan seseorang. Mereka juga menyadari bahwa IQ adalah konsep yang terlalu sempit untuk mencakup kemampuan dan kecerdasan manusia yang begitu luas.
Hingga kini IQ memang masih dianggap sebagai salah satu elemen penting dalam mencapai kesuksesan, khususnya dalam hal akademis. Orang-orang yang memiliki IQ tinggi biasanya berprestasi baik di sekolah, sering kali menghasilkan lebih banyak uang dan cenderung lebih sehat.
Tetapi, para ahli juga menyadari bahwa IQ bukan satu-satunya penentu kesuksesan seseorang. Sebaliknya, IQ adalah bagian dari berbagai pengaruh termasuk kecerdasan emosional dan hal lainnya.
Konsep kecerdasan emosional telah memiliki dampak besar dalam berbagai area, termasuk dunia bisnis. Banyak perusahaan sekarang mewajibkan pelatihan kecerdasan emosional dan menggunakan tes EQ sebagai bagian dari proses rekrutmen mereka.
Penelitian menemukan bahwa individu yang dengan potensi kempemimpian kuat juga cenderung lebih cerdas secara emosional. Riset ini menyarankan bahwa EQ adalah kualitas penting yang perlu dimiliki pemimpin atau manajer.
Jika EQ memang penting, dapatkah hal itu diajarkan atau dikuatkan?
Menurut suatu analisis berdasarkan hasil program pembelajaran emosional dan sosial, jawaban pertanyaan tadi adalah ya. Penelitian menunjukkan, sekira 50 persen anak-anak yang mengikuti program tersebut meraih pencapaian yang lebih baik, dan 40 persen lainnya menunjukkan perbaikan nilai rata-rata. Program ini juga dihubungkan dengan berkurangnya tingkat hukuman, peningkatan kehadiran siswa di sekolah dan berkurangnya masalah displin.
Suatu penelitian yang dilakukan Carnegie Institute of Technology menunjukkan bahwa 85 persen kesuksesan finansial seseorang adalah karena kemampuan humanis seperti kepribadian dan kemampuan berkomunikasi, bernegosiasi dan memimpin. Sementara itu, pengetahuan teknis hanya mengambil porsi 15 persen.
Pendapat lain tentang pentingnya EQ datang dari peraih Nobel Daniel Kahneman. Psikolog Amerika-Israel ini menemukan bahwa kebanyakan orang lebih senang berurusan dengan orang yang mereka suka dan percaya ketimbang orang yang tidak mereka sukai, bahkan jika orang yang mereka suka itu menjual barang yang lebih mahal atau lebih jelek kualitasnya.
Secara umum, psikolog juga setuju bahwa di antara penentu kesuksesan, IQ hanya berperan 10 persen dan paling banyak 25 persen. Sisanya tergantung faktor lain, termasuk EQ.
SEJAK dulu, kecerdasan manusia selalu menarik untuk diteliti. Bahkan, ada alat khusus yang dapat menentukan level kecerdasan tersebut, yaitu intelligence quotient (IQ).
Seiring perkembangan zaman, berkembang juga alat pengukuran kecerdasan lainnya. Salah satu yang diperhitungkan sebagai standar kecerdasan masa kini adalah emotional quotient (EQ).
Sebenarnya, apa sih perbedaan keduanya?
Dilansir About.com, IQ adalah angka yang merupakan hasil tes kecerdasan. Pada tes IQ asli, perhitungan nilai adalah dengan membagi usia mental seseorang dengan usia kronologisnya dan kemudian dikali 100. Jadi, seorang anak dengan usia mental 15 dan usia kronologis 10 akan memiliki nilai IQ 150. Hari ini, perhitungan nilai kebanyakan tes IQ dilakukan dengan membandingkan nilai ujian seseorang dengan nilai orang lain di kelompok yang sama.
Sementara itu, EQ adalah pengukuran tingkat kecerdasan emosional seseorang. Hal ini merujuk pada kemampuan seseorang untuk merasakan, mengontrol, mengevaluasi dan mengekspresikan emosi.
Peneliti seperti John Mayer dan Peter Salovey serta penulis seperti Daniel Goleman adalah beberapa orang yang turut menyosialisasikan EQ ke masyarakat luas. Pembahasan tentang EQ pun meliputi berbagai area mulai dari manajemen bisnis hingga pendidikan.
Sejak 1990, EQ telah berkembang dari konsep yang belum jelas menjadi istilah yang populer dan dikenal banyak orang. Kini, kita bisa melatih EQ dengan berbagai permainan atau belajar di sekolah khusus. Bahkan, pada beberapa sekolah di Amerika Serikat, pembelajaran sosial dan emosional telah masuk kurikulum.
Mana yang Lebih Penting, IQ atau EQ?
PERDEBATAN tentang lebih penting mana, intelligence quotient (IQ) atau emotional quotient (EQ) terus bergulir sejak puluhan tahun lalu. IQ sendiri merupakan ukuran kecerdasan intelektual seseorang, sedangkan EQ menunjukkan kecerdasan emosional seseorang.
Pada 1996, Daniel Goleman melalui bukunya Emotional Quotient menyarankan bahwa EQ mungkin lebih penting dari IQ. Dia beralasan, beberapa psikolog menganggap bahwa standar dalam pengukuran IQ terlalu sempit dan tidak menunjukkan kecerdasan manusia secara utuh. Sebaliknya, kemampuan memahami dan mengekspresikan emosi dapat memegang peran yang setara, bahkan lebih penting, dalam cara seseorang menjalani hidup.
Jadi, mana yang lebih penting?
Dinukil dari About.com, IQ pernah dianggap sebagai penentu kesuksesan seseorang. Orang-orang dengan nilai IQ tinggi diasumsikan akan meraih berbagai pencapaian dalam hidup. Namun, para peneliti juga berdebat apakah IQ merupakan produk keturunan atau terbentuk karena pengaruh lingkungan.
Beberapa kritikus mulai menyadari bahwa kecerdasan bukan suatu jaminan untuk kesuksesan seseorang. Mereka juga menyadari bahwa IQ adalah konsep yang terlalu sempit untuk mencakup kemampuan dan kecerdasan manusia yang begitu luas.
Hingga kini IQ memang masih dianggap sebagai salah satu elemen penting dalam mencapai kesuksesan, khususnya dalam hal akademis. Orang-orang yang memiliki IQ tinggi biasanya berprestasi baik di sekolah, sering kali menghasilkan lebih banyak uang dan cenderung lebih sehat.
Tetapi, para ahli juga menyadari bahwa IQ bukan satu-satunya penentu kesuksesan seseorang. Sebaliknya, IQ adalah bagian dari berbagai pengaruh termasuk kecerdasan emosional dan hal lainnya.
Konsep kecerdasan emosional telah memiliki dampak besar dalam berbagai area, termasuk dunia bisnis. Banyak perusahaan sekarang mewajibkan pelatihan kecerdasan emosional dan menggunakan tes EQ sebagai bagian dari proses rekrutmen mereka.
Penelitian menemukan bahwa individu yang dengan potensi kempemimpian kuat juga cenderung lebih cerdas secara emosional. Riset ini menyarankan bahwa EQ adalah kualitas penting yang perlu dimiliki pemimpin atau manajer.
Jika EQ memang penting, dapatkah hal itu diajarkan atau dikuatkan?
Menurut suatu analisis berdasarkan hasil program pembelajaran emosional dan sosial, jawaban pertanyaan tadi adalah ya. Penelitian menunjukkan, sekira 50 persen anak-anak yang mengikuti program tersebut meraih pencapaian yang lebih baik, dan 40 persen lainnya menunjukkan perbaikan nilai rata-rata. Program ini juga dihubungkan dengan berkurangnya tingkat hukuman, peningkatan kehadiran siswa di sekolah dan berkurangnya masalah displin.
Suatu penelitian yang dilakukan Carnegie Institute of Technology menunjukkan bahwa 85 persen kesuksesan finansial seseorang adalah karena kemampuan humanis seperti kepribadian dan kemampuan berkomunikasi, bernegosiasi dan memimpin. Sementara itu, pengetahuan teknis hanya mengambil porsi 15 persen.
Pendapat lain tentang pentingnya EQ datang dari peraih Nobel Daniel Kahneman. Psikolog Amerika-Israel ini menemukan bahwa kebanyakan orang lebih senang berurusan dengan orang yang mereka suka dan percaya ketimbang orang yang tidak mereka sukai, bahkan jika orang yang mereka suka itu menjual barang yang lebih mahal atau lebih jelek kualitasnya.
Secara umum, psikolog juga setuju bahwa di antara penentu kesuksesan, IQ hanya berperan 10 persen dan paling banyak 25 persen. Sisanya tergantung faktor lain, termasuk EQ.
0 komentar:
Post a Comment