Pengembang Ini Berani Beri KPR ke PKL dan Kuli Pasar
Jakarta -Sekitar 70% dari masyarakat yang belum memiliki rumah adalah orang-orang yang tidak berpenghasilan tetap, misalnya pedagang kaki lima (PKL), kuli-kuli pasar, dan sebagainya.
Mereka sulit mendapatkan mendapatkan kredit Pemilikan Rumah (KPR), karena bank jarang mau mengucurkan kredit bila tak ada jaminan penghasilan tetap, aset, dan sebagainya, sebab pengembaliannya tak pasti, bank merasa resiko yang ditanggung terlalu tinggi.
Namun, ada juga pengembang yang tetap mau memberikan kredit kepada orang-orang yang berpenghasilan tidak tetap. Misalnya PT Paku Alam yang berdomisili di Palembang, mengaku tengah merintis usaha 'merumahkan' para PKL dan kuli-kuli pasar.
"PKL penghasilan per harinya ada, Rp 100-200 ribu per hari. Tapi ketika mereka masuk ke bank, bank menolak. Soalnya tidak ada tabungan, tidak ada slip gaji, tidak ada penjaminan, aset, alamatnya pun tidak tetap karena masih ngontrak. Ini yang harus diperjuangkan," kata pemilik PT Paku Alam, Kesyar, saat ditemui detikFinance dalam acara BTN Property Expo 2015 di JCC Senayan, Jakarta, Sabtu (15/8/2015).
Kesyar menuturkan, pemberian kredit perumahan kepada para PKL dan kuli pasar pertama-tama harus diawali oleh kepercayaan kepada mereka. "Saya coba sendiri, beberapa pedagang kaki lima saya suruh cari lahan sendiri, saya suruh kumpulin uang mukanya, kemudian saya kreditkan langsung kepada mereka," ujarnya.
Modal usahanya berasal dari kredit perbankan. Rumah yang dia jual harganya berkisar antara Rp 100-110 juta. Kesyar mengaku tidak mematok besaran cicilan pada PKL dan kuli pasar. Namun, cicilan yang dibayar tiap bulan harus di atas bunga bank yang harus dibayar Kesyar. Sebagai contoh, misalnya harga rumah yang dijual Rp 100 juta, artinya bunga bank setiap bulan adalah Rp 1,2 juta. Pembeli rumah harus menyicil di atas Rp 1,2 juta setiap bulan.
"Kita jangan patok angsuran per bulan, kita tetapkan saja minimal sebesar bunga perbankan, mereka akan menyetor kita di atas itu. Misalnya bunga bank 14 persen, tinggal dibagi 12 bulan, jadi 1,2 persen per bulan dikali sisa pokoknya. Setorannya di atas itu," katanya.
Sedangkan jaminan atas kredit yang diberikan, dia menjelaskan, ialah rumah itu sendiri. Dirinya tak takut kehilangan uang bila kredit macet karena rumah adalah aset tak bergerak, tak bisa dibawa lari, nilainya pun terus naik. "Jaminannya adalah rumah itu sendiri. Rumah itu kan tidak bergerak, nilainya naik terus. Apa yang kita takutkan? Kalau macet, tinggal diambil saja rumahnya. Surat-suratnya ditahan dulu sampai lunas," paparnya.
Dengan sistem yang dia terapkan ini, sejauh ini tidak ada kredit yang macet. "Dari 40 unit, tidak satu pun yang macet, bahkan sudah lunas sebelum waktunya," kata Kesyar.
Lebih lanjut, dirinya berharap agar perbankan mau membantu memberi lebih banyak modal untuknya agar bisa membangun lebih banyak rumah lagi untuk PKL dan kuli-kuli pasar. "Karena tidak ada modal, saya tidak bisa memberikan lahan lebih luas lagi. Kalau didukung oleh bank, saya mau bangun lebih banyak lagi," pungkasnya.
Jakarta -Sekitar 70% dari masyarakat yang belum memiliki rumah adalah orang-orang yang tidak berpenghasilan tetap, misalnya pedagang kaki lima (PKL), kuli-kuli pasar, dan sebagainya.
Mereka sulit mendapatkan mendapatkan kredit Pemilikan Rumah (KPR), karena bank jarang mau mengucurkan kredit bila tak ada jaminan penghasilan tetap, aset, dan sebagainya, sebab pengembaliannya tak pasti, bank merasa resiko yang ditanggung terlalu tinggi.
Namun, ada juga pengembang yang tetap mau memberikan kredit kepada orang-orang yang berpenghasilan tidak tetap. Misalnya PT Paku Alam yang berdomisili di Palembang, mengaku tengah merintis usaha 'merumahkan' para PKL dan kuli-kuli pasar.
"PKL penghasilan per harinya ada, Rp 100-200 ribu per hari. Tapi ketika mereka masuk ke bank, bank menolak. Soalnya tidak ada tabungan, tidak ada slip gaji, tidak ada penjaminan, aset, alamatnya pun tidak tetap karena masih ngontrak. Ini yang harus diperjuangkan," kata pemilik PT Paku Alam, Kesyar, saat ditemui detikFinance dalam acara BTN Property Expo 2015 di JCC Senayan, Jakarta, Sabtu (15/8/2015).
Kesyar menuturkan, pemberian kredit perumahan kepada para PKL dan kuli pasar pertama-tama harus diawali oleh kepercayaan kepada mereka. "Saya coba sendiri, beberapa pedagang kaki lima saya suruh cari lahan sendiri, saya suruh kumpulin uang mukanya, kemudian saya kreditkan langsung kepada mereka," ujarnya.
Modal usahanya berasal dari kredit perbankan. Rumah yang dia jual harganya berkisar antara Rp 100-110 juta. Kesyar mengaku tidak mematok besaran cicilan pada PKL dan kuli pasar. Namun, cicilan yang dibayar tiap bulan harus di atas bunga bank yang harus dibayar Kesyar. Sebagai contoh, misalnya harga rumah yang dijual Rp 100 juta, artinya bunga bank setiap bulan adalah Rp 1,2 juta. Pembeli rumah harus menyicil di atas Rp 1,2 juta setiap bulan.
"Kita jangan patok angsuran per bulan, kita tetapkan saja minimal sebesar bunga perbankan, mereka akan menyetor kita di atas itu. Misalnya bunga bank 14 persen, tinggal dibagi 12 bulan, jadi 1,2 persen per bulan dikali sisa pokoknya. Setorannya di atas itu," katanya.
Sedangkan jaminan atas kredit yang diberikan, dia menjelaskan, ialah rumah itu sendiri. Dirinya tak takut kehilangan uang bila kredit macet karena rumah adalah aset tak bergerak, tak bisa dibawa lari, nilainya pun terus naik. "Jaminannya adalah rumah itu sendiri. Rumah itu kan tidak bergerak, nilainya naik terus. Apa yang kita takutkan? Kalau macet, tinggal diambil saja rumahnya. Surat-suratnya ditahan dulu sampai lunas," paparnya.
Dengan sistem yang dia terapkan ini, sejauh ini tidak ada kredit yang macet. "Dari 40 unit, tidak satu pun yang macet, bahkan sudah lunas sebelum waktunya," kata Kesyar.
Lebih lanjut, dirinya berharap agar perbankan mau membantu memberi lebih banyak modal untuknya agar bisa membangun lebih banyak rumah lagi untuk PKL dan kuli-kuli pasar. "Karena tidak ada modal, saya tidak bisa memberikan lahan lebih luas lagi. Kalau didukung oleh bank, saya mau bangun lebih banyak lagi," pungkasnya.
0 komentar:
Post a Comment