3 Negara Ini Paling Banyak Kuasai Pembangkit Listrik di RI
Jakarta -Pemerintah Indonesia membuka kesempatan seluas-luasnya bagi pihak asing untuk berinvestasi membangun pembangkit listrik di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, kepemilikan asing di bidang usaha pembangkit listrik diizinkan sampai 95%.
Investor asing dibutuhkan karena Indonesia belum memiliki modal dan teknologi yang cukup untuk membangun sendiri semua pembangkit listrik yang dibutuhkan.
Karena itu, Independent Power Producer (IPP) atau swasta di Indonesia didominasi oleh perusahaan-perusahaan swasta asing. Berdasarkan data Kementerian ESDM, ada 3 negara yang paling banyak menggarap pembangkit listrik di Indonesia, yaitu China, Jepang, dan Amerika Serikat (AS).
"Rata-rata dari 3 negara itu, ada semua. Tapi kita susah menghitung porsinya karena sering mereka membuat Joint Venture (perusahaan patungan)," kata Dirjen Ketenagalistrikan ESDM, Jarman, saat ditemui di Kantor Pusat PLN, Jakarta.
3 negara ini pula yang kini terdepan dalam proyek listrik 35.000 MW. Namun, kata Jarman, pemerintah akan mengundang lebih banyak negara lagi agar tidak hanya 3 negara ini saja yang menggarap pembangkit listrik di Indonesia.
"Yang tertarik (dengan proyek listrik 35.000 MW) kan China, Jepang, sekarang Amerika Serikat. Kita ingin para investor yang punya teknologi datang, kita tidak membatasi dari satu negara," ucapnya.
Jarman mengungkapkan, kualitas dan kemampuan finansial negara-negara tersebut cukup berimbang. Ketiga negara tersebut pun sering membentuk perusahaan patungan untuk menggarap proyek listrik di Indonesia.
"Ada PLTU Paiton yang patungan Jepang-AS. Sumitomo dari Jepang. Lalu di Cilacap ada perusahaan China. Di Cirebon patungan Marubeni dari Jepang dengan perusahaan Korea," dia menuturkan.
Pihaknya mengaku tak peduli dengan negara asal perusahaan yang berminat membangun pembangkit listrik di Indonesia, yang penting mereka punya uang dan teknologi serta menawar dengan harga yang wajar.
"Semua (yang mau membangun pembangkit listrik) harus diuji kelayakannya dulu kemampuan keuangan dan teknologinya. Maka perusahaan yang punya 2 ini yang bisa menggarap," tutupnya.
Jakarta -Pemerintah Indonesia membuka kesempatan seluas-luasnya bagi pihak asing untuk berinvestasi membangun pembangkit listrik di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, kepemilikan asing di bidang usaha pembangkit listrik diizinkan sampai 95%.
Investor asing dibutuhkan karena Indonesia belum memiliki modal dan teknologi yang cukup untuk membangun sendiri semua pembangkit listrik yang dibutuhkan.
Karena itu, Independent Power Producer (IPP) atau swasta di Indonesia didominasi oleh perusahaan-perusahaan swasta asing. Berdasarkan data Kementerian ESDM, ada 3 negara yang paling banyak menggarap pembangkit listrik di Indonesia, yaitu China, Jepang, dan Amerika Serikat (AS).
"Rata-rata dari 3 negara itu, ada semua. Tapi kita susah menghitung porsinya karena sering mereka membuat Joint Venture (perusahaan patungan)," kata Dirjen Ketenagalistrikan ESDM, Jarman, saat ditemui di Kantor Pusat PLN, Jakarta.
3 negara ini pula yang kini terdepan dalam proyek listrik 35.000 MW. Namun, kata Jarman, pemerintah akan mengundang lebih banyak negara lagi agar tidak hanya 3 negara ini saja yang menggarap pembangkit listrik di Indonesia.
"Yang tertarik (dengan proyek listrik 35.000 MW) kan China, Jepang, sekarang Amerika Serikat. Kita ingin para investor yang punya teknologi datang, kita tidak membatasi dari satu negara," ucapnya.
Jarman mengungkapkan, kualitas dan kemampuan finansial negara-negara tersebut cukup berimbang. Ketiga negara tersebut pun sering membentuk perusahaan patungan untuk menggarap proyek listrik di Indonesia.
"Ada PLTU Paiton yang patungan Jepang-AS. Sumitomo dari Jepang. Lalu di Cilacap ada perusahaan China. Di Cirebon patungan Marubeni dari Jepang dengan perusahaan Korea," dia menuturkan.
Pihaknya mengaku tak peduli dengan negara asal perusahaan yang berminat membangun pembangkit listrik di Indonesia, yang penting mereka punya uang dan teknologi serta menawar dengan harga yang wajar.
"Semua (yang mau membangun pembangkit listrik) harus diuji kelayakannya dulu kemampuan keuangan dan teknologinya. Maka perusahaan yang punya 2 ini yang bisa menggarap," tutupnya.
0 komentar:
Post a Comment