728x90 AdSpace

Saat Kau butuhkan tetesan air 'tuk segarkan relung jiwamu yang mulai mengering...

  • Latest News

    Menolak Takdir Menjadi Ibu Ibu

    Tolak "Takdir Ibu", Gadis-gadis Cilik di Palestina Berlatih Sepakbola

    Puluhan gadis muda Palestina yang berlatih sepak bola di lapangan Desa Deir Jarir, di luar Ramallah, Tepi Barat. Mereka berlatih di bawah pengawasan ketat pelatih Rajaa Hamdan.

    DEIR JARIR - Puluhan gadis cilik Palestina mempraktikkan keterampilan sepak bola di lapangan Desa Deir Jarir, di luar Ramallah, Tepi Barat.

    Mereka terlihat menikmati kesempatan untuk menolak "takdir" generasi ibu mereka yang hidup di wilayah Tepi Barat yang konservatif.

    Selama ini, hambatan gender dan penilaian tabu dari sisi agama, telah menjadikan permainan sepakbola sebagai permainan pria.

    Namun nyatanya, sepakbola wanita telah berkembang secara signifikan sejak tim Palestina pertama kali dibentuk pada tahun 2009.

    Sekarang ada enam tim dewasa yang bermain di liga luar ruangan, dan belasan lagi di dalam liga dalam ruangan (futsal).

    Ada tak kurang dari 400 anak perempuan berusia di atas 14 tahun terdaftar sebagai pemain, dan semakin banyak gadis yang lebih muda yang mengikuti olahraga ini.

    Di Desa Deir Jarir, ada 40 gadis cilik berusia antara 10 dan 14 tahun yang iktu berlatih.

    Mereka bermain dengan enam bola di antara mereka, mempraktikkan berbagai strategi dan teknik permainan.

    Pada jersey yang mereka kenakan, tertera nama anak laki-laki di belakang.

    Mereka giat berlatih di bawah pengawasan ketat pelatih Rajaa Hamdan.

    Hamdan mengatakan, di masa kecilnya, dia putus asa untuk mengembangkan minatnya di bidang sepakbola, karena hambatan sosial tadi.

    "Ketika saya masih muda, keadaan tidak memungkinkan saya untuk berlatih, tapi gagasan itu tetap ada dalam pikiran saya," kata dia, seperti dikutip AFP.

    Namun kini, di usia 32 tahun, dia memutuskan untuk membentuk tim bagi anak perempuan.

    "Jadi saya berkata pada diri sendiri, karena saya tidak bermain saat kecil, mengapa desa saya tidak memiliki tim untuk anak perempuan seperti untuk anak laki-laki?"

    Dengan menggunakan Facebook, dia mengajak anak perempuan yang berminat untuk mendaftar.

    Betapa terkejutnya Hamdan, karena ternyata dalam waktu yang singkat, dia mendapatkan 30 peserta.

    "Saya takut bermasalah dengan penduduk desa, tapi sejauh ini tidak ada yang serius," kata dia.

    Salma Fares, bocah perempuan berusia 12 tahun yang berada di dalam tim itu, mengaku bangga menjadi bagian dari tim.

    "Saya sangat senang berlatih sepakbola dengan sesama perempuan seperti saya, itu hak saya," kata dia.

    "Saya senang mereka membentuk tim di desa untuk anak perempuan, seperti untuk anak laki-laki."

    Senada dengan itu, Amal Alaa (13) juga menggemakan antusiasmenya.

    "Saya sangat menyukai sepakbola, dan saat melihat pengumuman tim, saya meminta orangtua saya untuk mengizinkan saya bergabung."

    "Impian saya adalah menjadi kapten," kata Alaa.

    Hamdan mengaku senang dengan keberhasilan proyeknya, namun khawatir para gadis akan menyerah saat mereka bertambah usia.

    "Saya bahagia, karena saya menyadari mimpiku untuk membuat gadis-gadis itu keluar dari represi yang mereka hadapi," katanya.

    "Dalam budaya dan tradisi kami, ketika anak perempuan bertambah dewasa, mereka mengenakan jilbab atau menikah, jadi mereka tidak akan main lagi."

    Presiden klub sepak bola desa, Youssef Mousa, mengaku sangat terkejut dengan reaksi warga desa.

    "Ketika gagasan pembentukan tim dimulai, kami takut, karena tidak mudah mendirikan tim sepak bola putri di sebuah desa konservatif."

    "Tapi sejauh ini tidak ada masalah," sebut Mousa.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Menolak Takdir Menjadi Ibu Ibu Rating: 5 Reviewed By: Blogger
    Scroll to Top