ICMI: Ada Bupati Tionghoa di Kabupaten 99 Persen Muslim
Jakarta - Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengingatkan agar masyarakat Indonesia tidak berpikir pendek tentang pemilihan kepala daerah (pilkada) saja. Jimly menyebut musim pilkada saat ini cukup membahayakan persatuan.
"Karena masyarakat kita terlalu pendek cara berpikirnya. Hanya gara-gara kasus pilkada, orang di dunia ini seputar pilkada saja. Padahal kan masih panjang negara kita ini. Ini nanti kalau sudah selesai pilkada, agak turun suhunya. Kita dorong mudah-mudahan demikian," kata Jimly di kantor pusat program ICMI, Jalan Proklamasi 53, Jakarta Pusat, Selasa (3/1/2017).
Jimly mengaku ada kekhawatiran tentang perpecahan kelompok setelah pilkada nantinya. Menurut Jimly, cendekiawan harus ikut membimbing bangsa agar persatuan tetap tercipta.
"Cendekiawan harus membimbing bangsa kita dengan intelektualitas, bukan hanya membimbing sebatas pilkada. Pilkada itu urusan sepele nih, ya kan. Lihat saja nanti. Yang disukai oleh rakyat, itulah yang akan menang. Lihat saja, pemimpin harus mencari simpati rakyat, bukan mencari antipati rakyat," ucapnya.
Kemudian, Jimly menyebut isu tentang suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) tengah gencar dalam musim pilkada. Menurutnya, toleransi masyarakat Indonesia sebenarnya telah terbukti, tetapi malah beberapa pihak memanfaatkan hal itu untuk kepentingan sendiri.
"Saya beri tahu Saudara, tahun lalu, 2015, di Kabupaten Sula 99 persen muslim, yang terpilih adalah pengusaha Tionghoa yang beragama Protestan jadi bupati. Itu Kabupaten Sula di Maluku Utara. Tidak ada masalah dengan etnisitas, tidak ada masalah, nggak ada masalah dengan agama. Tapi, kalau orang tidak suka, mau diapain? Jadi, kalau si A terpilih, bukan karena etnis, bukan karena agama, tapi karena orang suka," kata Jimly.
"Maka jadilah pemimpin yang tidak menimbulkan antipati dari rakyatnya, jadilah pemimpin untuk semua golongan, tidak bisa hanya jadi pemimpin untuk diri sendiri," Jimly menegaskan.
Jakarta - Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengingatkan agar masyarakat Indonesia tidak berpikir pendek tentang pemilihan kepala daerah (pilkada) saja. Jimly menyebut musim pilkada saat ini cukup membahayakan persatuan.
"Karena masyarakat kita terlalu pendek cara berpikirnya. Hanya gara-gara kasus pilkada, orang di dunia ini seputar pilkada saja. Padahal kan masih panjang negara kita ini. Ini nanti kalau sudah selesai pilkada, agak turun suhunya. Kita dorong mudah-mudahan demikian," kata Jimly di kantor pusat program ICMI, Jalan Proklamasi 53, Jakarta Pusat, Selasa (3/1/2017).
Jimly mengaku ada kekhawatiran tentang perpecahan kelompok setelah pilkada nantinya. Menurut Jimly, cendekiawan harus ikut membimbing bangsa agar persatuan tetap tercipta.
"Cendekiawan harus membimbing bangsa kita dengan intelektualitas, bukan hanya membimbing sebatas pilkada. Pilkada itu urusan sepele nih, ya kan. Lihat saja nanti. Yang disukai oleh rakyat, itulah yang akan menang. Lihat saja, pemimpin harus mencari simpati rakyat, bukan mencari antipati rakyat," ucapnya.
Kemudian, Jimly menyebut isu tentang suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) tengah gencar dalam musim pilkada. Menurutnya, toleransi masyarakat Indonesia sebenarnya telah terbukti, tetapi malah beberapa pihak memanfaatkan hal itu untuk kepentingan sendiri.
"Saya beri tahu Saudara, tahun lalu, 2015, di Kabupaten Sula 99 persen muslim, yang terpilih adalah pengusaha Tionghoa yang beragama Protestan jadi bupati. Itu Kabupaten Sula di Maluku Utara. Tidak ada masalah dengan etnisitas, tidak ada masalah, nggak ada masalah dengan agama. Tapi, kalau orang tidak suka, mau diapain? Jadi, kalau si A terpilih, bukan karena etnis, bukan karena agama, tapi karena orang suka," kata Jimly.
"Maka jadilah pemimpin yang tidak menimbulkan antipati dari rakyatnya, jadilah pemimpin untuk semua golongan, tidak bisa hanya jadi pemimpin untuk diri sendiri," Jimly menegaskan.
0 komentar:
Post a Comment