"Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." Filipi 2:3-4.
Saya bisa menjamin bahwa satu hal yang pasti dialami oleh pasangan manapun adalah konflik. Konflik merupakan bagian yang normal dalam sebuah hubungan, karena itu sangat penting untuk kita belajar bagaimana menyelesaikannya tanpa menimbulkan luka emosional. Menyelesaikan setiap konflik dengan pasangan mungkin tampak tidak mungkin pada awalnya. Anda mungkin berpikir, "Yah, kamu tidak tahu sih pasanganku seperti apa..." Bagaimanapun juga, dengan melakukan hal-hal penting ini, anda tidak hanya dapat meningkatkan kemampuan anda untuk menyelesaikan konflik, namun juga bisa menurunkan tingkat luka emosional yang ditimbulkannya. Istri saya, Erin dan saya menemukan ini pada saat kami sedang mengalami puncak dari satu konflik yang terjadi.
Selama masa belajar saya untuk gelar Doktor, saya diminta untuk mengambil sebuah kelas riset. Saya tahu bahwa saya berada dalam masalah saat di pertemuan kelas yang pertama, profesor pengajar saya membicarakan tentang sederet daftar konsep-konsep statistik dan formula-formula yang kami harus tahu. Perut saya semakin sakit saat saya merasa tidak pernah mendengar istilah-istilah yang dia katakan. Saya pulang ke rumah dan memberitahu Erin bahwa saya tidak akan mengikuti kelas itu. Namun Erin berpikir bahwa berhenti dari kelas itu bukanlah jawabannya, dan dimulailah perselisihan itu.
Konflik itu bisa saja berlangsung lebih lama kalau putri saya, Taylor, yang baru berusia 2 tahun tidak ikut campur, "Cukup semuanya!" dia berteriak dan mendorong saya mundur dengan sendok kayu. Kejutan karena ditegur oleh seorang anak yang berusia 2 tahun menyebabkan kami berdua tertawa. Waktu saat-saat tegang itu sudah reda, Erin dan saya menyadari bahwa ketidaksetujuan kami satu sama lain telah menyebabkan luka secara emosional.
Sudah jelas bahwa kami tidak melakukan apa yang ada dalam Filipi 2 dan saling menghormati satu sama lain. Sebagai hasilnya, kami menggunakan langkah-langkah berikut ini untuk menyelesaikan konflik kami.
Time Break!
Bagi banyak pasangan, saat beradu argumen adalah saat-saat dimana emosi sedang berada pada tingkat tinggi. Karena hal itu dapat menyebabkan kita sulit untuk berpikir jernih, perpisahan secara fisik (adanya jarak secara fisik) anda dan pasangan untuk sementara waktu dapat membantu menstabilkan emosi anda. Namun, jangan pernah meninggalkan pasangan anda tanpa sebelumnya memberi penjelasan atau tanpa persetujuan untuk membahas diskusi tersebut setelah anda berdua menjadi tenang kembali.
Berkomunikasi untuk Mengungkapkan Kebutuhan-kebutuhan Tersembunyi
Erin dan saya tidak akan pernah dapat menyelesaikan ketidaksetujuan kami masing-masing tanpa membuat transisi dari konflik yang intens kepada komunikasi yang terarah. Dengan kata lain, kami perlu melalui perdebatan dan keegoisan menuju kepada dialog yang produktif. Cara terbaik untuk melakukan ini ditemukan pada Yakobus 1:19 "... ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah." Mulailah komunikasi anda dengan tujuan untuk saling mendengarkan dan mengerti satu sama lain. Selagi anda berusaha untuk menjelaskan konflik yang sedang terjadi, ulangilah apa yang pasangan anda katakan dengan bahasa atau kata-kata anda sendiri, posisikan diri anda sebagai pasangan anda. Dengarkanlah secara aktif dan mengerti akan apa yang dikatakan pasangan anda. Jika dilakukan secara bergantian, hal ini akan memperlambat proses dan mengijinkan masing-masing merasa didengarkan dan dimengerti.
Setelah percakapan mulai nyaman (bisa saling mendengarkan dan saling mengerti), cobalah untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan yang tersembunyi.
Masing-masing dari kami (Erin dan saya) mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang sulit untuk diekspresikan. Saya tidak mau menghabiskan waktu tambahan untuk menjalani kelas yang sulit, sementara Erin ingin agar kami berdua bisa menyelesaikan pendidikan kami tepat waktu. Mengenali kebutuhan-kebutuhan tersembunyi itu sangat penting bagi kita untuk menemukan solusi dari konflik yang terjadi. Pertanyaan-pertanya an seperti berikut ini akan dapat membantu anda untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan yang tersembunyi, "Apa yang sebenarnya sedang terjadi?" atau "Apa yang harus berubah atau apa yang harus terjadi untuk memenuhi kebutuhanmu? "
Menciptakan "Win-win" Solution
Sekali emosi anda telah stabil dan komunikasi yang positif telah terbangun, langkah ketiga dalam menyelesaikan konflik adalah dengan menemukan "win-win" solution. Ini bukan sepenuhnya sama dengan kompromi. Terkadang berkompromi menciptakan solusi jangka pendek dimana setiap orang yang terlibat tidak merasa senang dengan hasilnya, selain itu mungkin saja masalah-masalah yang lebih penting malah justru terabaikan. Dalam situasi "win-win", kebutuhan kedua pihak terpenuhi. Dalam konflik kami berdua, "win-win solution" ditemukan ketika kami memutuskan bahwa saya akan bertanya pada 2 orang profesor yang berbeda tentang pendapat mereka jika saya melewatkan kelas itu. Setelah mencari nasehat bijak, kami berdua merasa bahwa keputusan yang tepat adalah saya tetap mengambil kelas itu. Setelah dijalani, ternyata saya mendapat nilai "A", dan sekali lagi, Erin ternyata benar! "Win-win solution" dapat diciptakan dengan cara dan bentuk yang berbeda-beda. Cara-cara seperti "brainstorming" dan daftar pro-kontra dapat digunakan dan biasanya cukup efektif.
Resolusi
Setelah menemukan "win-win solution", proses resolusi belum selesai sampai anda memastikan bahwa ada pengampunan di antara anda dan pasangan. Langkah ini sangat penting karena luka emosional dapat terjadi saat kemarahan atau kekesalan masih berlanjut setelah konflik berakhir. Meskipun perasaan tersakiti hanya sekali setelah adu argumen selesai, sangatlah penting untuk tidak membiarkan matahari terbenam sebelum amarah anda padam (Efesus 4:26).
Karena itu, cobalah untuk mengidentifikasikan kontribusi anda dalam masalah itu dan mintalah pengampunan.
Ketika semua itu tidak berhasil...
Jika anda telah melakukan hal-hal di atas dan tidak berhasil menyelesaikan konflik, atau jika anda telah lelah secara fisik dan emosional, mungkin sudah waktunya untuk mencari pertolongan seperti konselor atau pastor, yang dapat mnjadi penengah dan dapat menolong terjadinya rekonsiliasi.
Ingatlah: "Jalan orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasihat, ia bijak." (Amsal 12:15).
Saya bisa menjamin bahwa satu hal yang pasti dialami oleh pasangan manapun adalah konflik. Konflik merupakan bagian yang normal dalam sebuah hubungan, karena itu sangat penting untuk kita belajar bagaimana menyelesaikannya tanpa menimbulkan luka emosional. Menyelesaikan setiap konflik dengan pasangan mungkin tampak tidak mungkin pada awalnya. Anda mungkin berpikir, "Yah, kamu tidak tahu sih pasanganku seperti apa..." Bagaimanapun juga, dengan melakukan hal-hal penting ini, anda tidak hanya dapat meningkatkan kemampuan anda untuk menyelesaikan konflik, namun juga bisa menurunkan tingkat luka emosional yang ditimbulkannya. Istri saya, Erin dan saya menemukan ini pada saat kami sedang mengalami puncak dari satu konflik yang terjadi.
Selama masa belajar saya untuk gelar Doktor, saya diminta untuk mengambil sebuah kelas riset. Saya tahu bahwa saya berada dalam masalah saat di pertemuan kelas yang pertama, profesor pengajar saya membicarakan tentang sederet daftar konsep-konsep statistik dan formula-formula yang kami harus tahu. Perut saya semakin sakit saat saya merasa tidak pernah mendengar istilah-istilah yang dia katakan. Saya pulang ke rumah dan memberitahu Erin bahwa saya tidak akan mengikuti kelas itu. Namun Erin berpikir bahwa berhenti dari kelas itu bukanlah jawabannya, dan dimulailah perselisihan itu.
Konflik itu bisa saja berlangsung lebih lama kalau putri saya, Taylor, yang baru berusia 2 tahun tidak ikut campur, "Cukup semuanya!" dia berteriak dan mendorong saya mundur dengan sendok kayu. Kejutan karena ditegur oleh seorang anak yang berusia 2 tahun menyebabkan kami berdua tertawa. Waktu saat-saat tegang itu sudah reda, Erin dan saya menyadari bahwa ketidaksetujuan kami satu sama lain telah menyebabkan luka secara emosional.
Sudah jelas bahwa kami tidak melakukan apa yang ada dalam Filipi 2 dan saling menghormati satu sama lain. Sebagai hasilnya, kami menggunakan langkah-langkah berikut ini untuk menyelesaikan konflik kami.
Time Break!
Bagi banyak pasangan, saat beradu argumen adalah saat-saat dimana emosi sedang berada pada tingkat tinggi. Karena hal itu dapat menyebabkan kita sulit untuk berpikir jernih, perpisahan secara fisik (adanya jarak secara fisik) anda dan pasangan untuk sementara waktu dapat membantu menstabilkan emosi anda. Namun, jangan pernah meninggalkan pasangan anda tanpa sebelumnya memberi penjelasan atau tanpa persetujuan untuk membahas diskusi tersebut setelah anda berdua menjadi tenang kembali.
Berkomunikasi untuk Mengungkapkan Kebutuhan-kebutuhan Tersembunyi
Erin dan saya tidak akan pernah dapat menyelesaikan ketidaksetujuan kami masing-masing tanpa membuat transisi dari konflik yang intens kepada komunikasi yang terarah. Dengan kata lain, kami perlu melalui perdebatan dan keegoisan menuju kepada dialog yang produktif. Cara terbaik untuk melakukan ini ditemukan pada Yakobus 1:19 "... ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah." Mulailah komunikasi anda dengan tujuan untuk saling mendengarkan dan mengerti satu sama lain. Selagi anda berusaha untuk menjelaskan konflik yang sedang terjadi, ulangilah apa yang pasangan anda katakan dengan bahasa atau kata-kata anda sendiri, posisikan diri anda sebagai pasangan anda. Dengarkanlah secara aktif dan mengerti akan apa yang dikatakan pasangan anda. Jika dilakukan secara bergantian, hal ini akan memperlambat proses dan mengijinkan masing-masing merasa didengarkan dan dimengerti.
Setelah percakapan mulai nyaman (bisa saling mendengarkan dan saling mengerti), cobalah untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan yang tersembunyi.
Masing-masing dari kami (Erin dan saya) mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang sulit untuk diekspresikan. Saya tidak mau menghabiskan waktu tambahan untuk menjalani kelas yang sulit, sementara Erin ingin agar kami berdua bisa menyelesaikan pendidikan kami tepat waktu. Mengenali kebutuhan-kebutuhan tersembunyi itu sangat penting bagi kita untuk menemukan solusi dari konflik yang terjadi. Pertanyaan-pertanya an seperti berikut ini akan dapat membantu anda untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan yang tersembunyi, "Apa yang sebenarnya sedang terjadi?" atau "Apa yang harus berubah atau apa yang harus terjadi untuk memenuhi kebutuhanmu? "
Menciptakan "Win-win" Solution
Sekali emosi anda telah stabil dan komunikasi yang positif telah terbangun, langkah ketiga dalam menyelesaikan konflik adalah dengan menemukan "win-win" solution. Ini bukan sepenuhnya sama dengan kompromi. Terkadang berkompromi menciptakan solusi jangka pendek dimana setiap orang yang terlibat tidak merasa senang dengan hasilnya, selain itu mungkin saja masalah-masalah yang lebih penting malah justru terabaikan. Dalam situasi "win-win", kebutuhan kedua pihak terpenuhi. Dalam konflik kami berdua, "win-win solution" ditemukan ketika kami memutuskan bahwa saya akan bertanya pada 2 orang profesor yang berbeda tentang pendapat mereka jika saya melewatkan kelas itu. Setelah mencari nasehat bijak, kami berdua merasa bahwa keputusan yang tepat adalah saya tetap mengambil kelas itu. Setelah dijalani, ternyata saya mendapat nilai "A", dan sekali lagi, Erin ternyata benar! "Win-win solution" dapat diciptakan dengan cara dan bentuk yang berbeda-beda. Cara-cara seperti "brainstorming" dan daftar pro-kontra dapat digunakan dan biasanya cukup efektif.
Resolusi
Setelah menemukan "win-win solution", proses resolusi belum selesai sampai anda memastikan bahwa ada pengampunan di antara anda dan pasangan. Langkah ini sangat penting karena luka emosional dapat terjadi saat kemarahan atau kekesalan masih berlanjut setelah konflik berakhir. Meskipun perasaan tersakiti hanya sekali setelah adu argumen selesai, sangatlah penting untuk tidak membiarkan matahari terbenam sebelum amarah anda padam (Efesus 4:26).
Karena itu, cobalah untuk mengidentifikasikan kontribusi anda dalam masalah itu dan mintalah pengampunan.
Ketika semua itu tidak berhasil...
Jika anda telah melakukan hal-hal di atas dan tidak berhasil menyelesaikan konflik, atau jika anda telah lelah secara fisik dan emosional, mungkin sudah waktunya untuk mencari pertolongan seperti konselor atau pastor, yang dapat mnjadi penengah dan dapat menolong terjadinya rekonsiliasi.
Ingatlah: "Jalan orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasihat, ia bijak." (Amsal 12:15).
0 komentar:
Post a Comment