Salah satu festival besar orang Tionghua
Hari ini, bagi orang tradisi Tionghoa, adalah hari Chengbeng. Dan ini adalah hari libur nasional di China dan Taiwan. Chengbeng adalah bahasa Hokkian, di mana dalam bahasa Mandarin disebut Qingming. Di mana menurut tradisi Tionghoa, orang akan beramai-ramai pergi ke tempat pemakaman orang tua atau para leluhurnya untuk sembahyang, membersihkan kuburan, menebarkan kertas sampai dengan membakar kertas yang sering dikenal dengan Gincua (Mandarin: Yinzhi = kertas perak).
Chengbeng tahun ini, pemerintah Taiwan meminta masyarakat untuk tidak lagi membakar dupa dan uang kertas sembahyang dalam ritual Chengbeng. Mereka diminta untuk melakukan ritual secara online demi lebih menjaga kelestarian lingkungan. Badan Perlindungan Lingkungan menyatakan, praktik itu tidak hanya memperburuk polusi udara di Taiwan, tetapi juga bisa menimbulkan kebakaran. "Kita sekarang bisa memilih untuk menghormati leluhur dengan cara modern dan ramah lingkungan melalui internet atau menyumbangkan uang yang akan dipersembahkan untuk amal," sebut lembaga itu. Studi-studi menemukan bahwa pembakaran uang-uang kertas itu melepaskan sejumlah besar karbondioksida, salah satu gas utama yang bertanggung jawab atas perubahan iklim global. Badan-badan lingkungan juga telah menawarkan diri untuk mengumpulkan uang kertas dari rumah-rumah dan kuil-kuil untuk dibakar di tempat pembakaran milik negara yang bisa mengatur pelepasan asapnya.
Jaman sekarang, orang mati pun diminta berhubungan dengan dunia online. Apakah bisa terlaksana?
Chengbeng adalah salah satu dari 24 Jieqi yang ditentukan berdasarkan posisi bumi terhadap matahari. Pada Kalender Gregorian (internasional) , Chengbeng jatuh pada tanggal 4-5 April setiap tahun. Bila kita artikan kata Chengbeng, maka Cheng (Qing) berarti cerah dan Beng (Ming) artinya terang sehingga bila digabungkan maka Chengbeng berarti terang dan cerah. Dan memang Chengbeng (tanggal 4-5 April) adalah hari yang paling cerah dalam musim semi. Saat Chengbeng ideal untuk berziarah dan membersihkan makam karena cuaca yang bagus. Apalagi pada jaman dahulu lokasi pemakaman cukup jauh dari tempat pemukiman.
Bahkan bila ada orang yang tinggal jauh dari kampung halamannya,mereka akan berusaha untuk pulang ke kampung halamannya,khusus untuk melakukan upacara penghormatan para leluhur.
Sejarah Cheng Beng
Sejarah Chengbeng dimulai sejak dulu kala dan sulit dilacak kapan dimulainya. Pada dinasti Zhou, awalnya tradisi ini merupakan suatu upacara yang berhubungan dengan musim dan pertanian serta pertanda berakhirnya hawa dingin (bukan cuaca) dan dimulainya hawa panas.
Ada sebuah syair yang menggambarkan bagaimana Chengbeng itu yaitu "Sehari sebelum Chengbeng tidak ada api" atau yang sering disebut Hanshijie (han: dingin, shi:makanan, jie: festival). Hanshijie adalah hari untuk memperingati Jie Zitui yang tewas terbakar di gunung Mianshan. Jin Wengong (raja muda negara Jin pada periode Chunqiu akhir dinasti Zhou) memerintahkan rakyat untuk tidak menyalakan api pada hari tewasnya Jie Zitui. Semua makanan dimakan dalam kondisi dingin, sehingga disebut perayaan makanan dingin.
Chengbeng lebih tepat jika dikatakan terjadi pada tengah musim semi. Pertengahan musim semi (Chunfen) sendiri jatuh pada tanggal 21 Maret, sedangkan awal musim panas (Lixia) jatuh pada tanggal 6 Mei. Sejak jaman dahulu hari Chengbeng ini adalah hari untuk menghormati leluhur.
Pada dinasti Tang, hari Chengbeng ditetapkan sebagai hari wajib untuk para pejabat untuk menghormati para leluhur yang telah meninggal, dengan membersihkan kuburan para leluhur, sembahyang dan lain-lain.
Di dinasti Tang ini, implementasi Chengbeng hampir sama dengan kegiatan sekarang, misalnya seperti membakar uang-uangan, meletakkan kertas sembahyang di atas tanah kuburan, dan membersihkan kuburan.
Pada dinasti Song (960-1279) dimulai kebiasaan menggantungkan gambar burung walet yang terbuat tepung dan buah pohon liu di depan pintu. Gambar ini disebut burung walet Zitui. Kebiasaan orang-orang Tionghoa yang menaruh untaian kertas panjang di kuburan dan menaruh kertas di atas batu nisan itu dimulai sejak dinasti Ming.
Menurut cerita rakyat yang beredar, kebiasaan seperti itu atas suruhan Zhu Yuanzhang, kaisar pendiri dinasti Ming, untuk mencari kuburan ayahnya. Karena tidak tahu letaknya, ia memerintahkan seluruh rakyat untuk meletakkan kertas di batu nisan leluhurnya. Rakyat pun mematuhi perintah tersebut, lalu ia mencari kuburan ayahnya yang batu nisannya tidak ada kertas dan ia menemukannya!
Kenapa pada hari Chengbeng itu harus membersihkan kuburan?
Itu berkaitan dengan tumbuhnya semak belukar yang dikawatirkan akar-akarnya akan merusak tanah kuburan tersebut. Juga binatang-binatang akan bersarang di semak tersebut sehingga dapat merusak kuburan itu juga. Karena saat itu cuaca mulai menghangat, maka hari itu dianggap hari yang cocok untuk membersihkan kuburan. Selain cerita di atas, ada pula tradisi dimana jika orang yang merantau itu ketika pulang pada saat Chengbeng, orang itu akan mengambil tanah tempat lahirnya dan menaruh di kantong merah. Ketika orang tersebut tiba lagi di tanah tempat ia merantau, ia akan menorehkan tanah tersebut ke alas kakinya sebagai perlambang bahwa ia tetap menginjak tanah leluhurnya.
Hari ini, bagi orang tradisi Tionghoa, adalah hari Chengbeng. Dan ini adalah hari libur nasional di China dan Taiwan. Chengbeng adalah bahasa Hokkian, di mana dalam bahasa Mandarin disebut Qingming. Di mana menurut tradisi Tionghoa, orang akan beramai-ramai pergi ke tempat pemakaman orang tua atau para leluhurnya untuk sembahyang, membersihkan kuburan, menebarkan kertas sampai dengan membakar kertas yang sering dikenal dengan Gincua (Mandarin: Yinzhi = kertas perak).
Chengbeng tahun ini, pemerintah Taiwan meminta masyarakat untuk tidak lagi membakar dupa dan uang kertas sembahyang dalam ritual Chengbeng. Mereka diminta untuk melakukan ritual secara online demi lebih menjaga kelestarian lingkungan. Badan Perlindungan Lingkungan menyatakan, praktik itu tidak hanya memperburuk polusi udara di Taiwan, tetapi juga bisa menimbulkan kebakaran. "Kita sekarang bisa memilih untuk menghormati leluhur dengan cara modern dan ramah lingkungan melalui internet atau menyumbangkan uang yang akan dipersembahkan untuk amal," sebut lembaga itu. Studi-studi menemukan bahwa pembakaran uang-uang kertas itu melepaskan sejumlah besar karbondioksida, salah satu gas utama yang bertanggung jawab atas perubahan iklim global. Badan-badan lingkungan juga telah menawarkan diri untuk mengumpulkan uang kertas dari rumah-rumah dan kuil-kuil untuk dibakar di tempat pembakaran milik negara yang bisa mengatur pelepasan asapnya.
Jaman sekarang, orang mati pun diminta berhubungan dengan dunia online. Apakah bisa terlaksana?
Chengbeng adalah salah satu dari 24 Jieqi yang ditentukan berdasarkan posisi bumi terhadap matahari. Pada Kalender Gregorian (internasional) , Chengbeng jatuh pada tanggal 4-5 April setiap tahun. Bila kita artikan kata Chengbeng, maka Cheng (Qing) berarti cerah dan Beng (Ming) artinya terang sehingga bila digabungkan maka Chengbeng berarti terang dan cerah. Dan memang Chengbeng (tanggal 4-5 April) adalah hari yang paling cerah dalam musim semi. Saat Chengbeng ideal untuk berziarah dan membersihkan makam karena cuaca yang bagus. Apalagi pada jaman dahulu lokasi pemakaman cukup jauh dari tempat pemukiman.
Bahkan bila ada orang yang tinggal jauh dari kampung halamannya,mereka akan berusaha untuk pulang ke kampung halamannya,khusus untuk melakukan upacara penghormatan para leluhur.
Sejarah Cheng Beng
Sejarah Chengbeng dimulai sejak dulu kala dan sulit dilacak kapan dimulainya. Pada dinasti Zhou, awalnya tradisi ini merupakan suatu upacara yang berhubungan dengan musim dan pertanian serta pertanda berakhirnya hawa dingin (bukan cuaca) dan dimulainya hawa panas.
Ada sebuah syair yang menggambarkan bagaimana Chengbeng itu yaitu "Sehari sebelum Chengbeng tidak ada api" atau yang sering disebut Hanshijie (han: dingin, shi:makanan, jie: festival). Hanshijie adalah hari untuk memperingati Jie Zitui yang tewas terbakar di gunung Mianshan. Jin Wengong (raja muda negara Jin pada periode Chunqiu akhir dinasti Zhou) memerintahkan rakyat untuk tidak menyalakan api pada hari tewasnya Jie Zitui. Semua makanan dimakan dalam kondisi dingin, sehingga disebut perayaan makanan dingin.
Chengbeng lebih tepat jika dikatakan terjadi pada tengah musim semi. Pertengahan musim semi (Chunfen) sendiri jatuh pada tanggal 21 Maret, sedangkan awal musim panas (Lixia) jatuh pada tanggal 6 Mei. Sejak jaman dahulu hari Chengbeng ini adalah hari untuk menghormati leluhur.
Pada dinasti Tang, hari Chengbeng ditetapkan sebagai hari wajib untuk para pejabat untuk menghormati para leluhur yang telah meninggal, dengan membersihkan kuburan para leluhur, sembahyang dan lain-lain.
Di dinasti Tang ini, implementasi Chengbeng hampir sama dengan kegiatan sekarang, misalnya seperti membakar uang-uangan, meletakkan kertas sembahyang di atas tanah kuburan, dan membersihkan kuburan.
Pada dinasti Song (960-1279) dimulai kebiasaan menggantungkan gambar burung walet yang terbuat tepung dan buah pohon liu di depan pintu. Gambar ini disebut burung walet Zitui. Kebiasaan orang-orang Tionghoa yang menaruh untaian kertas panjang di kuburan dan menaruh kertas di atas batu nisan itu dimulai sejak dinasti Ming.
Menurut cerita rakyat yang beredar, kebiasaan seperti itu atas suruhan Zhu Yuanzhang, kaisar pendiri dinasti Ming, untuk mencari kuburan ayahnya. Karena tidak tahu letaknya, ia memerintahkan seluruh rakyat untuk meletakkan kertas di batu nisan leluhurnya. Rakyat pun mematuhi perintah tersebut, lalu ia mencari kuburan ayahnya yang batu nisannya tidak ada kertas dan ia menemukannya!
Kenapa pada hari Chengbeng itu harus membersihkan kuburan?
Itu berkaitan dengan tumbuhnya semak belukar yang dikawatirkan akar-akarnya akan merusak tanah kuburan tersebut. Juga binatang-binatang akan bersarang di semak tersebut sehingga dapat merusak kuburan itu juga. Karena saat itu cuaca mulai menghangat, maka hari itu dianggap hari yang cocok untuk membersihkan kuburan. Selain cerita di atas, ada pula tradisi dimana jika orang yang merantau itu ketika pulang pada saat Chengbeng, orang itu akan mengambil tanah tempat lahirnya dan menaruh di kantong merah. Ketika orang tersebut tiba lagi di tanah tempat ia merantau, ia akan menorehkan tanah tersebut ke alas kakinya sebagai perlambang bahwa ia tetap menginjak tanah leluhurnya.
0 komentar:
Post a Comment