Oleh karena terlalu berani mengambil risiko, tak jarang masyarakat mengecap pemimpin muda bertindak ceroboh. Asas senioritas dan kalah pengalaman membuat yang muda juga sering dipandang sebelah mata.
Anindya Novyan Bakrie menepis anggapan tersebut. Di usianya yang masih relatif muda, dia sukses menakhodai PT Bakrie Telecom (BTel) dan PT Cakrawala Andalas Televisi (ANteve). Di tangan pria kelahiran 10 November 1974 ini, geliat kedua perusahaan ini mulai diperhitungkan sekaligus membuktikan bahwa dia CEO yang capable, bukan hanya karena anak Menko Kesra Aburizal Bakrie.
Memimpin televisi yang punya citra banyak utang dan asal tayang tentu tidak mudah. "Seperti benang kusut," kata Anin, begitulah Anindya N Bakrie disapa.
Anin berkisah, "Waktu kecil, kakek (Achmad Bakrie) sering berpesan bahwa semakin tinggi pohon, semakin besar empasan angin. Setelah saya cerna dan pahami, ternyata memang banyak benarnya." Berbekal itulah Anin tak gentar saat Maret 2002 silam diangkat menjadi Presiden Direktur ANteve. Banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan, di antaranya mengubah image ANteve lama yang banyak utang dan asal tayang menjadi ANteve baru yang banyak melakukan perombakan hingga akhirnya eksis.
Suami dari Firdiani ini mengaku banyak tantangan yang harus dihadapi saat pertama kali memimpin ANteve. Sebagai orang muda, dia memiliki kekuatan dan kelemahan. Apalagi ia masuk ke industri yang sama sekali belum dikenalnya. Sebagai orang muda, ia memimpin manajemen dengan tetap memberi advis pada yang lebih senior agar dapat lari kencang namun tetap terarah. "Banyak kan pemimpin muda yang ingin larinya kencang namun tidak terarah. Apalagi pertama kali saya mulai masuk ke perusahaan itu saat sedang krisis," ujarnya.
Perlahan tapi pasti, ANteve mulai dilirik. Program-programnya juga banyak disukai pemirsa. Demikian juga dengan BTel yang sebelumnya merupakan perusahaan telekomunikasi yang tertinggal. Namun kini, Btel menjadi salah satu penantang serius bagi operator berbasis GSM, seperti Telkomsel, Indosat, dan XL, melalui merek Easia, Wifone, dan Wimode.
Dijejali bisnis dari balita
Lahir di keluarga pengusaha bukan perkara mudah. Sejak balita, Anin selalu dijejali dengan bisnis. Wajar saja bila ketertarikannya terhadap bisnis bukan hal yang instan. "Waktu itu sejak masa kecil diajakin untuk berdiskusi bisnis, datangnya itu sejak dari acara keluarga sambil makan bubur. Di sana ada bapak, om-om, dan keluarga besar berdiskusi bisnis. Itu sejak usia 5-6 tahun. Mengerti atau tidak, ya didengerin saja apa yang diomongin lama-lama ada ketertarikan," ujarnya.
Begitu lulus S-1, ia langsung kerja selama dua tahun di Wall Street. "Waktu itu kerja dari pagi sampai jam 11 malam. Tapi ternyata kalau dibagi jumlah hari kerja, gajinya di bawah UMR. Datangnya sih rapi pakai dasi, tapi gaji sedikit," ujarnya mengenang.
Anindya Novyan Bakrie menepis anggapan tersebut. Di usianya yang masih relatif muda, dia sukses menakhodai PT Bakrie Telecom (BTel) dan PT Cakrawala Andalas Televisi (ANteve). Di tangan pria kelahiran 10 November 1974 ini, geliat kedua perusahaan ini mulai diperhitungkan sekaligus membuktikan bahwa dia CEO yang capable, bukan hanya karena anak Menko Kesra Aburizal Bakrie.
Memimpin televisi yang punya citra banyak utang dan asal tayang tentu tidak mudah. "Seperti benang kusut," kata Anin, begitulah Anindya N Bakrie disapa.
Anin berkisah, "Waktu kecil, kakek (Achmad Bakrie) sering berpesan bahwa semakin tinggi pohon, semakin besar empasan angin. Setelah saya cerna dan pahami, ternyata memang banyak benarnya." Berbekal itulah Anin tak gentar saat Maret 2002 silam diangkat menjadi Presiden Direktur ANteve. Banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan, di antaranya mengubah image ANteve lama yang banyak utang dan asal tayang menjadi ANteve baru yang banyak melakukan perombakan hingga akhirnya eksis.
Suami dari Firdiani ini mengaku banyak tantangan yang harus dihadapi saat pertama kali memimpin ANteve. Sebagai orang muda, dia memiliki kekuatan dan kelemahan. Apalagi ia masuk ke industri yang sama sekali belum dikenalnya. Sebagai orang muda, ia memimpin manajemen dengan tetap memberi advis pada yang lebih senior agar dapat lari kencang namun tetap terarah. "Banyak kan pemimpin muda yang ingin larinya kencang namun tidak terarah. Apalagi pertama kali saya mulai masuk ke perusahaan itu saat sedang krisis," ujarnya.
Perlahan tapi pasti, ANteve mulai dilirik. Program-programnya juga banyak disukai pemirsa. Demikian juga dengan BTel yang sebelumnya merupakan perusahaan telekomunikasi yang tertinggal. Namun kini, Btel menjadi salah satu penantang serius bagi operator berbasis GSM, seperti Telkomsel, Indosat, dan XL, melalui merek Easia, Wifone, dan Wimode.
Dijejali bisnis dari balita
Lahir di keluarga pengusaha bukan perkara mudah. Sejak balita, Anin selalu dijejali dengan bisnis. Wajar saja bila ketertarikannya terhadap bisnis bukan hal yang instan. "Waktu itu sejak masa kecil diajakin untuk berdiskusi bisnis, datangnya itu sejak dari acara keluarga sambil makan bubur. Di sana ada bapak, om-om, dan keluarga besar berdiskusi bisnis. Itu sejak usia 5-6 tahun. Mengerti atau tidak, ya didengerin saja apa yang diomongin lama-lama ada ketertarikan," ujarnya.
Begitu lulus S-1, ia langsung kerja selama dua tahun di Wall Street. "Waktu itu kerja dari pagi sampai jam 11 malam. Tapi ternyata kalau dibagi jumlah hari kerja, gajinya di bawah UMR. Datangnya sih rapi pakai dasi, tapi gaji sedikit," ujarnya mengenang.
0 komentar:
Post a Comment