Pengalaman Seorang Relawan Menggelandang Sepekan di Melbourne
MELBOURNE — Nadene Marsh mencoba hidup menggelandang selama satu minggu di kota Melbourne, dan merasakan sendiri betapa beratnya kehidupan kaum gelandangan, terutama saat hujan.
Nadene adalah relawan di sebuah organisasi sosial yang menangani kaum gelandangan. Ia telah bertekad akan hidup menggelandang selama seminggu, paling tidak sekali sebulan.
Ia bermimpi untuk mendirikan pusat komunitas khusus bagi gelandangan yang tak punya rumah, terutama dari kalangan anak muda.
Menurut data, saat ini setidaknya terdapat 100.000 orang yang tidak memiliki tempat tinggal permanen di Australia.
Berikut catatan harian Nadene, yang "turun ke jalan" bersama anjingnya yang bernama Chico.
Senin - Saya menemukan sebuah tempat yang cukup datar di sebuah taman, tetapi sayangnya tidak cukup terlindung. Bangun pukul 06.00 pagi saat gerimis, dan cepat-cepat berkemas sebelum hujan deras tiba.
Tidur di tempat terbuka harus selalu memperhatikan cuaca dan memiliki rencana darurat. Sayangnya, saya tidak memiliki hal itu.
Tidak banyak tempat yang bisa saya datangi bersama Chico saat hujan seperti ini.
Saya dan Chico akhirnya berteduh di tribune tertutup pada sebuah stadion. Untungnya tak ada nyamuk, tetapi sangat bising, termasuk dari orang-orang yang juga turut berteduh. Saya tidak merasa aman di sini, tetapi lama-lama jadi terbiasa juga.
Hari ini sangat menyesakkan. Betapa beratnya kehidupan pada saat hujan.
Selasa - Terbangun dengan pemandangan balon udara di kejauhan. Lokasi ini cukup baik karena toiletnya tidak jauh. Jeleknya, banyak orang membawa anjingnya berjalan-jalan di sekitar sini. Saya lebih suka tidak dilihat orang, mungkin karena malu.
Siang hari, ada aksi demonstrasi yang menentang kekerasan dalam rumah tangga, serta aksi damai dari Homeless Person’s Union of Victoria di gedung parlemen.
Rabu - Lagi-lagi terbangun dengan pemandangan balon udara. Namun, hari ini saya harus kembali masuk kerja. Saya lewati Enterprise Park, taman yang menjadi tempat para gelandangan.
Perjalanan pulang ke tempat berteduh di seberang sungai lebih menantang karena di sana berjejer rumah warga.
Kamis - Mandi dan mencuci di fasilitas untuk komunitas. Tempat ini menyediakan handuk, sampo, dan sabun cuci, serta makanan.
Saya abaikan makanannya karena tampaknya kurang sehat.
Seiring waktu, saya mulai menyadari bahwa makanan di tempat ini sangat buruk, jelas tidak bergizi. Saya kira mereka sudah berusaha sekuatnya. Yang datang kebanyakan orang lansia.
Saya biasanya tidak akan mengambil makanan di sini, dan menunggu hingga saya tiba di sebuah LSM di daerah Abbotsford. Setahu saya, tempat itu selalu menyediakan makanan yang baik.
Saya makan dua kali sehari, dan mengunyah camilan buah atau kacang yang saya beli sendiri.
Minggu - Makan banyak di LSM di Abbotsford, dan ikut membantu di sana. Tak seperti LSM lainnya, LSM bernama Lentil As Anything ini sebenarnya juga restoran sehingga makanannya selalu enak. Orang-orangnya dermawan.
Ada yang sekadar lewat, murid sekolah usia 11 tahun, pensiunan, pencari suaka, berbaur bersama kaum gelandangan, orang terbelakang, orang yang memiliki gangguan mental. Ada juga warga masyarakat biasa.
Lentil As Anything menyediakan makanan, persahabatan, dan rasa kekeluargaan.
Pengalaman selama sepekan menyadarkanku pentingnya komunitas seperti ini, dan ada tempat mandi bagi mereka yang membutuhkan.
MELBOURNE — Nadene Marsh mencoba hidup menggelandang selama satu minggu di kota Melbourne, dan merasakan sendiri betapa beratnya kehidupan kaum gelandangan, terutama saat hujan.
Nadene adalah relawan di sebuah organisasi sosial yang menangani kaum gelandangan. Ia telah bertekad akan hidup menggelandang selama seminggu, paling tidak sekali sebulan.
Ia bermimpi untuk mendirikan pusat komunitas khusus bagi gelandangan yang tak punya rumah, terutama dari kalangan anak muda.
Menurut data, saat ini setidaknya terdapat 100.000 orang yang tidak memiliki tempat tinggal permanen di Australia.
Berikut catatan harian Nadene, yang "turun ke jalan" bersama anjingnya yang bernama Chico.
Senin - Saya menemukan sebuah tempat yang cukup datar di sebuah taman, tetapi sayangnya tidak cukup terlindung. Bangun pukul 06.00 pagi saat gerimis, dan cepat-cepat berkemas sebelum hujan deras tiba.
Tidur di tempat terbuka harus selalu memperhatikan cuaca dan memiliki rencana darurat. Sayangnya, saya tidak memiliki hal itu.
Tidak banyak tempat yang bisa saya datangi bersama Chico saat hujan seperti ini.
Saya dan Chico akhirnya berteduh di tribune tertutup pada sebuah stadion. Untungnya tak ada nyamuk, tetapi sangat bising, termasuk dari orang-orang yang juga turut berteduh. Saya tidak merasa aman di sini, tetapi lama-lama jadi terbiasa juga.
Hari ini sangat menyesakkan. Betapa beratnya kehidupan pada saat hujan.
Selasa - Terbangun dengan pemandangan balon udara di kejauhan. Lokasi ini cukup baik karena toiletnya tidak jauh. Jeleknya, banyak orang membawa anjingnya berjalan-jalan di sekitar sini. Saya lebih suka tidak dilihat orang, mungkin karena malu.
Siang hari, ada aksi demonstrasi yang menentang kekerasan dalam rumah tangga, serta aksi damai dari Homeless Person’s Union of Victoria di gedung parlemen.
Rabu - Lagi-lagi terbangun dengan pemandangan balon udara. Namun, hari ini saya harus kembali masuk kerja. Saya lewati Enterprise Park, taman yang menjadi tempat para gelandangan.
Perjalanan pulang ke tempat berteduh di seberang sungai lebih menantang karena di sana berjejer rumah warga.
Kamis - Mandi dan mencuci di fasilitas untuk komunitas. Tempat ini menyediakan handuk, sampo, dan sabun cuci, serta makanan.
Saya abaikan makanannya karena tampaknya kurang sehat.
Seiring waktu, saya mulai menyadari bahwa makanan di tempat ini sangat buruk, jelas tidak bergizi. Saya kira mereka sudah berusaha sekuatnya. Yang datang kebanyakan orang lansia.
Saya biasanya tidak akan mengambil makanan di sini, dan menunggu hingga saya tiba di sebuah LSM di daerah Abbotsford. Setahu saya, tempat itu selalu menyediakan makanan yang baik.
Saya makan dua kali sehari, dan mengunyah camilan buah atau kacang yang saya beli sendiri.
Minggu - Makan banyak di LSM di Abbotsford, dan ikut membantu di sana. Tak seperti LSM lainnya, LSM bernama Lentil As Anything ini sebenarnya juga restoran sehingga makanannya selalu enak. Orang-orangnya dermawan.
Ada yang sekadar lewat, murid sekolah usia 11 tahun, pensiunan, pencari suaka, berbaur bersama kaum gelandangan, orang terbelakang, orang yang memiliki gangguan mental. Ada juga warga masyarakat biasa.
Lentil As Anything menyediakan makanan, persahabatan, dan rasa kekeluargaan.
Pengalaman selama sepekan menyadarkanku pentingnya komunitas seperti ini, dan ada tempat mandi bagi mereka yang membutuhkan.
0 komentar:
Post a Comment