Raup Ratusan Juta dari Rempah Dapur, Adi Ingin Ekspor ke Seluruh Dunia
Adi Pramudya memulai usaha ini sejak tahun 2012. Lewat CV Anugrah Adi Jaya, dia memiliki lahan seluas 5 hektare (ha). Setiap ha lahan bisa menghasilkan 35 ton hingga 40 ton rempah. Setiap kali panen, dia bisa meraup omzet hingga Rp 300 juta.
Adi adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Jiwa bisnisnya mengalir dari kedua orang tuanya yang juga berprofesi sebagai pengusaha toko kelontong. Dari situlah orang tua Adi menghidupi keempat anak-anaknya.
Namun, cobaan sempat melanda keluarga Adi. Saat pria asal Pati, Jawa Tengah ini duduk di bangku SMP, toko kelontong yang merupakan sumber penghidupan keluarganya lenyap terbakar si jago merah. "Setelah kejadian itu saya sampai harus memberikan seluruh tabungan saya kepada ibu sebesar Rp 500.000 untuk membayar tagihan listrik dan air," kata Adi.
Itu merupakan saat-saat terberat buat Adi karena harus melihat orang tuanya memulai kembali dari nol untuk membangun perekonomian keluarga.
Tragedi itulah yang membuat Adi termotivasi untuk membahagiakan orang tuanya. Dari situ dia bertekad untuk bisa mandiri dan tidak mau terlalu lama merepotkan orang tua.
Berkat diskusi bersama kakaknya setelah lulus (SMA), Adi pun memutuskan untuk mencoba berbisnis. "Kakak saya bilang, untuk dunia kerja lima tahun ke depan itu susah, tapi untuk buka usaha peluangnya masih besar," kata Adi.
Sembari menunggu jadwal mulai perkuliahan di Universitas Gunadarma, Depok, Adi mencoba peruntungan di bisnis kuliner dengan menjual pisang cokelat menggunakan gerobak di Jagakarsa, Jakarta.
Namun, usahanya tidak berjalan lama, hanya sekitar delapan bulan. Sebab, dia kesulitan untuk mencari sumber daya manusia (SDM). "Karena waktu itu saya juga masih kuliah, jadi ketika karyawan keluar, tidak ada yang mengurus usaha itu," jelas Adi.
Meski usaha perdananya kandas, laki-laki perantauan dari Pati ini tetap mencari jalan untuk bisa mendapatkan penghasilan sendiri sembari kuliah. "Saya sempat menjajakan madu hingga deterjen," kata dia.
Sampai akhirnya dia bertemu dengan seseorang yang bisnis di bidang pertanian ketika bertandang ke daerah Jonggol, Bogor oleh seorang kerabat. Di sana dia melihat lahan yang masih luas dan menganggur.
Lalu terbersit di pikirannya bahwa ada potensi besar jika bisa menggarap lahan kosong tersebut. Selain itu, dia juga berpikir bahwa banyak anak muda yang lebih memilih untuk bekerja kantoran ataupun kalau berbisnis memilih sektor fesyen. "Kalau semua anak muda begitu, lalu siapa yang mau jadi petani? Padahal semua orang butuh makan," kata dia.
Dari situ Adi bertekad untuk menekuni usaha agribisnis. Pada 2011, pria lulusan Teknik Industri ini menyewa lahan dengan luas tidak sampai 1 hektare (ha) seharga Rp 2,5 juta. Uang tersebut dia dapat dari hasil meminjam uang sang kakak.
Komoditas pertama yang dia tanam adalah singkong. Alasannya, karena pemasaran singkong relatif mudah dan banyak produk turunannya.
Ternyata, harga jual hasil panen singkong yang tidak stabil di pasar. Ini membuat laba bersih yang dia dapat terlampau kecil. Lantas Adi mencoba peruntungan dengan menanam tanaman lain yaitu lengkuas di 2012 pada lahan seluas 2 ha. Adi membagi separuh lahan untuk bibit dan sebagian untuk sampai panen.
Lambat laun bisnis pembudidayaan tanaman rempah dapur seperti lengkuas, kunyit dan kencur yang dijalankan oleh Adi Pramudya menghasilkan keuntungan. Seiring berjalannya waktu Adi mampu memperluas lahan tanamnya menjadi 5 hektare (ha) di tahun 2013. Sekitar 4 ha tanah digunakan untuk menanam lengkuas dan sisanya untuk menanam kunyit.
Lantaran waktu panen yang cukup lama, yaitu delapan sampai sepuluh bulan, produksi tanamannya pun terbatas. Sehingga dia tidak bisa memenuhi permintaan dan pasokan ke ke pasar induk secara rutin setiap hari.
Untuk memenuhi permintaan seputar Bogor, Adi kemudian membentuk kelompok tani supaya bisa terus memasok rempah-rempah. "Ini memudahkan dan memperlancar persediaan rempah-rempah di pasar jika diperlukan. Seperti misalnya kemarin ketika saya butuh kencur untuk ekspor ke Belanda dan Jerman," jelas Adi.
Pria berusia 22 tahun ini merasa tahun 2014 merupakan tahun perkembangan bisnisnya yang paling tajam. Tahun lalu, dia telah mengelola lahan seluas 11,5 ha. Sekitar 70 persen lahan masih dalam status sewa, dan 30 persen sisanya adalah lahan miliknya sendiri.
Pada pertengahan tahun ini, Adi berencana untuk membudidayakan tanaman jahe. Dia menyatakan, untuk menggarap 1 ha lahan tanaman jahe, membutuhkan modal sekitar Rp 70 juta-Rp 80 juta.
Hingga saat ini, masalah utama yang dihadapi Adi adalah fluktuasi harga komoditas. Kalau sedang panen raya, harga jual di pasar akan turun. Oleh karena itu, untuk meminimalisir kerugian, Adi selalu melakukan evaluasi biaya-biaya yang telah dikeluarkan dan menekan biaya yang bisa dihemat. "Selain harga itu, cuaca juga terkadang menjadi masalah," kata dia.
Untuk menguatkan pondasi usahanya, melalui CV Anugrah Adi Jaya, pria asal Pati, Jawa Tengah ini sedang dalam proses membentuk koperasi. Nantinya koperasi ini akan memberikan pinjaman berupa bibit dan pupuk. Adi juga akan membuat produk turunan dari hasil produksi rempah-rempahnya, yaitu produk sejenis minuman.
Ekspansi
Dia juga berencana berekspansi bisnis di sektor agrowisata. Targetnya dalam lima tahun ke depan proyek agrowisatanya sudah akan selesai. Dia akan membuat tempat wisata seperti taman buah Mekarsari, tapi berisi aneka rempah-rempah.
Adi juga bercita-cita ingin mengekspor rempah-rempah ke seluruh dunia. Karena banyak negara-negara yang tidak dapat memproduksi rempah-rempah sendiri, seperti Eropa dan Amerika. "Saya ingin membuat produk turunan berupa rempah kering. Kalau sudah ada yang kering, saya bisa ekspor," ungkap Adi.
Menjadi pengusaha di usia muda yang kerap disibukkan oleh berbagai aktivitas, Adi terkadang merasa kurang menikmati masa muda seperti anak-anak muda kebanyakan. Namun di lain sisi, dia merasa bangga akan pencapaiannya hingga saat ini yang sudah mampu mandiri secara finansial.
source
Adi Pramudya memulai usaha ini sejak tahun 2012. Lewat CV Anugrah Adi Jaya, dia memiliki lahan seluas 5 hektare (ha). Setiap ha lahan bisa menghasilkan 35 ton hingga 40 ton rempah. Setiap kali panen, dia bisa meraup omzet hingga Rp 300 juta.
Adi adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Jiwa bisnisnya mengalir dari kedua orang tuanya yang juga berprofesi sebagai pengusaha toko kelontong. Dari situlah orang tua Adi menghidupi keempat anak-anaknya.
Namun, cobaan sempat melanda keluarga Adi. Saat pria asal Pati, Jawa Tengah ini duduk di bangku SMP, toko kelontong yang merupakan sumber penghidupan keluarganya lenyap terbakar si jago merah. "Setelah kejadian itu saya sampai harus memberikan seluruh tabungan saya kepada ibu sebesar Rp 500.000 untuk membayar tagihan listrik dan air," kata Adi.
Itu merupakan saat-saat terberat buat Adi karena harus melihat orang tuanya memulai kembali dari nol untuk membangun perekonomian keluarga.
Tragedi itulah yang membuat Adi termotivasi untuk membahagiakan orang tuanya. Dari situ dia bertekad untuk bisa mandiri dan tidak mau terlalu lama merepotkan orang tua.
Berkat diskusi bersama kakaknya setelah lulus (SMA), Adi pun memutuskan untuk mencoba berbisnis. "Kakak saya bilang, untuk dunia kerja lima tahun ke depan itu susah, tapi untuk buka usaha peluangnya masih besar," kata Adi.
Sembari menunggu jadwal mulai perkuliahan di Universitas Gunadarma, Depok, Adi mencoba peruntungan di bisnis kuliner dengan menjual pisang cokelat menggunakan gerobak di Jagakarsa, Jakarta.
Namun, usahanya tidak berjalan lama, hanya sekitar delapan bulan. Sebab, dia kesulitan untuk mencari sumber daya manusia (SDM). "Karena waktu itu saya juga masih kuliah, jadi ketika karyawan keluar, tidak ada yang mengurus usaha itu," jelas Adi.
Meski usaha perdananya kandas, laki-laki perantauan dari Pati ini tetap mencari jalan untuk bisa mendapatkan penghasilan sendiri sembari kuliah. "Saya sempat menjajakan madu hingga deterjen," kata dia.
Sampai akhirnya dia bertemu dengan seseorang yang bisnis di bidang pertanian ketika bertandang ke daerah Jonggol, Bogor oleh seorang kerabat. Di sana dia melihat lahan yang masih luas dan menganggur.
Lalu terbersit di pikirannya bahwa ada potensi besar jika bisa menggarap lahan kosong tersebut. Selain itu, dia juga berpikir bahwa banyak anak muda yang lebih memilih untuk bekerja kantoran ataupun kalau berbisnis memilih sektor fesyen. "Kalau semua anak muda begitu, lalu siapa yang mau jadi petani? Padahal semua orang butuh makan," kata dia.
Dari situ Adi bertekad untuk menekuni usaha agribisnis. Pada 2011, pria lulusan Teknik Industri ini menyewa lahan dengan luas tidak sampai 1 hektare (ha) seharga Rp 2,5 juta. Uang tersebut dia dapat dari hasil meminjam uang sang kakak.
Komoditas pertama yang dia tanam adalah singkong. Alasannya, karena pemasaran singkong relatif mudah dan banyak produk turunannya.
Ternyata, harga jual hasil panen singkong yang tidak stabil di pasar. Ini membuat laba bersih yang dia dapat terlampau kecil. Lantas Adi mencoba peruntungan dengan menanam tanaman lain yaitu lengkuas di 2012 pada lahan seluas 2 ha. Adi membagi separuh lahan untuk bibit dan sebagian untuk sampai panen.
Lambat laun bisnis pembudidayaan tanaman rempah dapur seperti lengkuas, kunyit dan kencur yang dijalankan oleh Adi Pramudya menghasilkan keuntungan. Seiring berjalannya waktu Adi mampu memperluas lahan tanamnya menjadi 5 hektare (ha) di tahun 2013. Sekitar 4 ha tanah digunakan untuk menanam lengkuas dan sisanya untuk menanam kunyit.
Lantaran waktu panen yang cukup lama, yaitu delapan sampai sepuluh bulan, produksi tanamannya pun terbatas. Sehingga dia tidak bisa memenuhi permintaan dan pasokan ke ke pasar induk secara rutin setiap hari.
Untuk memenuhi permintaan seputar Bogor, Adi kemudian membentuk kelompok tani supaya bisa terus memasok rempah-rempah. "Ini memudahkan dan memperlancar persediaan rempah-rempah di pasar jika diperlukan. Seperti misalnya kemarin ketika saya butuh kencur untuk ekspor ke Belanda dan Jerman," jelas Adi.
Pria berusia 22 tahun ini merasa tahun 2014 merupakan tahun perkembangan bisnisnya yang paling tajam. Tahun lalu, dia telah mengelola lahan seluas 11,5 ha. Sekitar 70 persen lahan masih dalam status sewa, dan 30 persen sisanya adalah lahan miliknya sendiri.
Pada pertengahan tahun ini, Adi berencana untuk membudidayakan tanaman jahe. Dia menyatakan, untuk menggarap 1 ha lahan tanaman jahe, membutuhkan modal sekitar Rp 70 juta-Rp 80 juta.
Hingga saat ini, masalah utama yang dihadapi Adi adalah fluktuasi harga komoditas. Kalau sedang panen raya, harga jual di pasar akan turun. Oleh karena itu, untuk meminimalisir kerugian, Adi selalu melakukan evaluasi biaya-biaya yang telah dikeluarkan dan menekan biaya yang bisa dihemat. "Selain harga itu, cuaca juga terkadang menjadi masalah," kata dia.
Untuk menguatkan pondasi usahanya, melalui CV Anugrah Adi Jaya, pria asal Pati, Jawa Tengah ini sedang dalam proses membentuk koperasi. Nantinya koperasi ini akan memberikan pinjaman berupa bibit dan pupuk. Adi juga akan membuat produk turunan dari hasil produksi rempah-rempahnya, yaitu produk sejenis minuman.
Ekspansi
Dia juga berencana berekspansi bisnis di sektor agrowisata. Targetnya dalam lima tahun ke depan proyek agrowisatanya sudah akan selesai. Dia akan membuat tempat wisata seperti taman buah Mekarsari, tapi berisi aneka rempah-rempah.
Adi juga bercita-cita ingin mengekspor rempah-rempah ke seluruh dunia. Karena banyak negara-negara yang tidak dapat memproduksi rempah-rempah sendiri, seperti Eropa dan Amerika. "Saya ingin membuat produk turunan berupa rempah kering. Kalau sudah ada yang kering, saya bisa ekspor," ungkap Adi.
Menjadi pengusaha di usia muda yang kerap disibukkan oleh berbagai aktivitas, Adi terkadang merasa kurang menikmati masa muda seperti anak-anak muda kebanyakan. Namun di lain sisi, dia merasa bangga akan pencapaiannya hingga saat ini yang sudah mampu mandiri secara finansial.
source
0 komentar:
Post a Comment