Bercermin dari Korea Selatan ...
Korea Selatan pada tahun 1972 tercatat sebagai salah satu negara yang masih miskin. Namun, 30 tahun kemudian, negara itu menjadi kekuatan baru ekonomi dunia.
Bentang alamnya yang gersang pada tahun 1950 hingga 1960-an berubah menjadi sumber ekonomi yang memakmurkan. Kemajuan berbagai bidang berjalan seiring dan sejalan.
Semua itu bisa dicapai berkat semangat dan kerja keras, komitmen yang kuat dari pemimpin dan rakyatnya untuk mengubah lahan-lahan kritis yang gersang menjadi sumber penghidupan yang berpengharapan. Itulah Korea Selatan jika dilihat dari keadaan saat ini.
Apa rahasia Korea Selatan bisa mencapai kemajuan luar biasa di berbagai bidang?
Data, informasi dan literatur menyebutkan bahwa "saemaul undong" adalah salah satu gerakan yang mendorong kemajuan pesat negara itu. Pembangunan berawal dari prioritas negara itu terhadap pertanian dan kehutanan.
Melalui semangat "saemaul undong", negara mengajak dan menggerakan masyarakat di perdesaan untuk rajin, mandiri, dan bekerja sama untuk mencapai kesejahteraan, termasuk melakukan rehabilitasi lahan kritis.
"Saemaul undong" diperkenalkan oleh Presiden Korea Park Chung Hee pada tahun 1972. Saat itu Republik Korea lebih miskin daripada Indonesia. Namun, dengan gerakan tersebut, hasilnya kini negara itu bahkan termasuk salah satu negara paling maju di dunia.
Oleh karena itu, upaya rehabilitasi dan pengelolaan hutan yang dilakukan Indonesia dan negara-negara ASEAN bisa mencontoh Republik Korea. Apalagi, ada wadahnya, yaitu "ASEAN-Republic of Korea Forestry Cooperation" (AFoCO).
Menurut Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (Cifor), pertumbuhan ekonomi di negara ASEAN saat ini termasuk yang paling bagus. Namun, sayangnya sebagian besar dilakukan dengan mengorbankan sumber daya alam, termasuk hutan.
Setiap bulan Asia Tenggara kehilangan wilayah hutan yang luasnya setara tiga kali luas kota Jakarta. Namun, seiring dengan menipisnya modal alam, kuatnya dampak perubahan iklim dan pertambahan populasi, berbagai negara kini mulai mencari upaya alternatif.
Semangat "saemaul undong" kini menginspirasi negara-negara di Kawasan Asia Tenggara dalam berbagai bentuk yang disesuaikan dengan gerakan atau program dan kearifan lokal. AFoCo kemudian membangun landmark program di negara-negara cekungan Sungai Mekong seperti Laos, Kamboja dan Myanmar untuk meningkatkan kualitas SDM.
Indonesia juga terinspirasi dengan keberhasilan Korea Selatan mengubah lahan kritis dan kerusakan hutan menjadi lahan yang memberi harapan dan alam yang memberkahi masyarakatnya. Sebut saja, kunjungan Presiden Joko Widodo ke Korea Selatan pada tanggal 10--12 Desember 2014.
Hasilnya, Indonesia dan Korea Selatan meningkatkan kerja sama di bidang lingkungan hidup dan kehutanan dengan beberapa program yang telah dan akan dilaksanakan kedua pihak.
Saat itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Siti Nurbaya serta "Minisiter of Korea Forest Service" Dr. Shin Won Sop membicarakan kerja sama tersebut.
Di tengah Special Ministerial Meeting of Forestry (SMMF) di negara itu telah diambil kesempatan untuk dilakukan pembicarana bilateral Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Menteri Kehutanan Korea yang membahas beberapa program/proyek kerja sama antara Indonesia dan Korea.
Tercatat beberapa kegiatan kerja sama tersebut meliputi pengembangan hutan wisata alam dengan contoh di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) di Jawa Barat dan Gunung Yumyeongyang di Korea.
Selain itu, juga kegiatan pengendalian, yaitu proyek Afforeattion/Reforestation Clean Development Mechanism di Lombok dan REDD+ di Tasik Serkap, Riau.
Kegiatan lain, yaitu kemitraan antara Seoul National University dan konsorsium perguruan tinggi kehutanan se-Indonesia dengan forum Perhutani yang dinamakan kegiatan Eco-Edu Tourism Forest. Dalam kerja sama ini pula telah dididik 82 staf yang disekolahkan ke jenjang S-2 dan S-3.
Selain itu, Siti Nurbaya menyampaikan proyek dukungan Korea, yaitu Restorasi Sungai Ciliwung yang baru dilaksanakan tahun lalu bersama Kementerian Lingkungan Hidup. Siti Nurbaya juga mengusulkan agar dapat dibangun bersama Ruang Terbuka Hijau dalam bentuk Arboretum atau kebun raya dan sistem serta piranti lunak dalam rangka pengendalian tata ruang (paw enforcement).
Special Ministerial Meeting of Forestry diikuti oleh para menteri atau wakil menteri se-ASEAN dan Korea dengan masing-masing memberikan pendapatnya (country statement) dalam sidang yang dipimpin oleh Siti Nurbaya sebagai ketua (co-chair) SMMF ASEAN-ROK.
Dalam kunjungan kerja yang padat di Kota Busan, Korea Selatan, dalam rangka "Comemmorative ASEAN-ROK Summit" pada tanggal 10--12 Desember 2014, Presiden Joko Widodo juga mengisi pengarahan kunci pada SMMF. Special Ministerial Meeting of Forestry merupakan Forum Kerja Sama ASEAN dan Korea di bidang Kehutanan.
Kerja sama ASEAN-Korea hingga telah mencapai usia yang ke-25. Sidang SMMF yang dipimpin bersama oleh Indonesia dan Korea, masing-masing Dr. Siti Nurbaya Menteri Lingkungan Hidup dan Dr Shin Won Sop.
Pokok-pokok hasil kesepakatan SMMF ASEAN-ROK Busan meliputi kesepakatan untuk kolaborasi antara ASEAN dan Korea dalam aktivitas lapangan yang akan secara efektif dapat menjawab masalah-masalah terkait dengan kehutanan di kawasan.
Begitu pula akan dilakukan transfer keahlian berkenaan dengan agenda "low carbon", "green growth technology", dan hal-hal yang berkenaan dengan pengendalian dampak perubahan iklim.
Sejalan dengan itu pula akan terus didorong pemantapan organisasi AFoCO dan Asian Forestry Cooperation.
Selanjutnya, peningkatan kapasitas dan pelatihan dalam hal pengendalian kebakaran lahan dan hutan dengan proyek-proyek percontohan yang meliputi kegiatan pengembangan kebijakan dan organisasi penanganan kebakaran hutan, standar harmonisasi praktik penanganan bencana dan pengendalian api serta pelatihan tentang monitoring dan pengelolaan kebakaran hutan (menyangkut tanggung jawab dan sumber-sumber dukungan).
Begitu juga pelatihan tentang pengelolaan kebakaran di wilayah hutan lindung serta pelatihan dalam pengelolaan kebakaran gambut.
Musim hujan sedang mencapai puncaknya di sebagian besar wilayah Indonesia pada akhir Desember 2014 dan Januari 2015. Media banyak memberitakan bencana banjir dan tanah longsor di berbagai daerah, termasuk longsor paling dahsyat di Banjarnegara (Jawa Tengah), beberapa hari lalu.
Beberapa bulan mendatang, ketika Indonesia memasuki musim kemarau, berita pun berubah dari banjir dan longsor menjadi kebakaran hutan dan lahan. Berita mengenai gangguan asap juga mewarnai media-media nasional dan internasional.
Musibah dan bencana-bencana itu tampaknya mengharuskan semua pihak menyadari betapa penting kelestarian lingkungan dan menjaga hutan. Perlakuan yang buruk pada alam akan berbuah bencana dan penderitaan.
Sebaliknya, perlakuan yang baik oleh manusia pada alam berbuah manis dan indah pada waktunya. Korea Selatan telah membukjtikan hal itu.
Korea Selatan pada tahun 1972 tercatat sebagai salah satu negara yang masih miskin. Namun, 30 tahun kemudian, negara itu menjadi kekuatan baru ekonomi dunia.
Bentang alamnya yang gersang pada tahun 1950 hingga 1960-an berubah menjadi sumber ekonomi yang memakmurkan. Kemajuan berbagai bidang berjalan seiring dan sejalan.
Semua itu bisa dicapai berkat semangat dan kerja keras, komitmen yang kuat dari pemimpin dan rakyatnya untuk mengubah lahan-lahan kritis yang gersang menjadi sumber penghidupan yang berpengharapan. Itulah Korea Selatan jika dilihat dari keadaan saat ini.
Apa rahasia Korea Selatan bisa mencapai kemajuan luar biasa di berbagai bidang?
Data, informasi dan literatur menyebutkan bahwa "saemaul undong" adalah salah satu gerakan yang mendorong kemajuan pesat negara itu. Pembangunan berawal dari prioritas negara itu terhadap pertanian dan kehutanan.
Melalui semangat "saemaul undong", negara mengajak dan menggerakan masyarakat di perdesaan untuk rajin, mandiri, dan bekerja sama untuk mencapai kesejahteraan, termasuk melakukan rehabilitasi lahan kritis.
"Saemaul undong" diperkenalkan oleh Presiden Korea Park Chung Hee pada tahun 1972. Saat itu Republik Korea lebih miskin daripada Indonesia. Namun, dengan gerakan tersebut, hasilnya kini negara itu bahkan termasuk salah satu negara paling maju di dunia.
Oleh karena itu, upaya rehabilitasi dan pengelolaan hutan yang dilakukan Indonesia dan negara-negara ASEAN bisa mencontoh Republik Korea. Apalagi, ada wadahnya, yaitu "ASEAN-Republic of Korea Forestry Cooperation" (AFoCO).
Menurut Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (Cifor), pertumbuhan ekonomi di negara ASEAN saat ini termasuk yang paling bagus. Namun, sayangnya sebagian besar dilakukan dengan mengorbankan sumber daya alam, termasuk hutan.
Setiap bulan Asia Tenggara kehilangan wilayah hutan yang luasnya setara tiga kali luas kota Jakarta. Namun, seiring dengan menipisnya modal alam, kuatnya dampak perubahan iklim dan pertambahan populasi, berbagai negara kini mulai mencari upaya alternatif.
Semangat "saemaul undong" kini menginspirasi negara-negara di Kawasan Asia Tenggara dalam berbagai bentuk yang disesuaikan dengan gerakan atau program dan kearifan lokal. AFoCo kemudian membangun landmark program di negara-negara cekungan Sungai Mekong seperti Laos, Kamboja dan Myanmar untuk meningkatkan kualitas SDM.
Indonesia juga terinspirasi dengan keberhasilan Korea Selatan mengubah lahan kritis dan kerusakan hutan menjadi lahan yang memberi harapan dan alam yang memberkahi masyarakatnya. Sebut saja, kunjungan Presiden Joko Widodo ke Korea Selatan pada tanggal 10--12 Desember 2014.
Hasilnya, Indonesia dan Korea Selatan meningkatkan kerja sama di bidang lingkungan hidup dan kehutanan dengan beberapa program yang telah dan akan dilaksanakan kedua pihak.
Saat itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Siti Nurbaya serta "Minisiter of Korea Forest Service" Dr. Shin Won Sop membicarakan kerja sama tersebut.
Di tengah Special Ministerial Meeting of Forestry (SMMF) di negara itu telah diambil kesempatan untuk dilakukan pembicarana bilateral Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Menteri Kehutanan Korea yang membahas beberapa program/proyek kerja sama antara Indonesia dan Korea.
Tercatat beberapa kegiatan kerja sama tersebut meliputi pengembangan hutan wisata alam dengan contoh di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) di Jawa Barat dan Gunung Yumyeongyang di Korea.
Selain itu, juga kegiatan pengendalian, yaitu proyek Afforeattion/Reforestation Clean Development Mechanism di Lombok dan REDD+ di Tasik Serkap, Riau.
Kegiatan lain, yaitu kemitraan antara Seoul National University dan konsorsium perguruan tinggi kehutanan se-Indonesia dengan forum Perhutani yang dinamakan kegiatan Eco-Edu Tourism Forest. Dalam kerja sama ini pula telah dididik 82 staf yang disekolahkan ke jenjang S-2 dan S-3.
Selain itu, Siti Nurbaya menyampaikan proyek dukungan Korea, yaitu Restorasi Sungai Ciliwung yang baru dilaksanakan tahun lalu bersama Kementerian Lingkungan Hidup. Siti Nurbaya juga mengusulkan agar dapat dibangun bersama Ruang Terbuka Hijau dalam bentuk Arboretum atau kebun raya dan sistem serta piranti lunak dalam rangka pengendalian tata ruang (paw enforcement).
Special Ministerial Meeting of Forestry diikuti oleh para menteri atau wakil menteri se-ASEAN dan Korea dengan masing-masing memberikan pendapatnya (country statement) dalam sidang yang dipimpin oleh Siti Nurbaya sebagai ketua (co-chair) SMMF ASEAN-ROK.
Dalam kunjungan kerja yang padat di Kota Busan, Korea Selatan, dalam rangka "Comemmorative ASEAN-ROK Summit" pada tanggal 10--12 Desember 2014, Presiden Joko Widodo juga mengisi pengarahan kunci pada SMMF. Special Ministerial Meeting of Forestry merupakan Forum Kerja Sama ASEAN dan Korea di bidang Kehutanan.
Kerja sama ASEAN-Korea hingga telah mencapai usia yang ke-25. Sidang SMMF yang dipimpin bersama oleh Indonesia dan Korea, masing-masing Dr. Siti Nurbaya Menteri Lingkungan Hidup dan Dr Shin Won Sop.
Pokok-pokok hasil kesepakatan SMMF ASEAN-ROK Busan meliputi kesepakatan untuk kolaborasi antara ASEAN dan Korea dalam aktivitas lapangan yang akan secara efektif dapat menjawab masalah-masalah terkait dengan kehutanan di kawasan.
Begitu pula akan dilakukan transfer keahlian berkenaan dengan agenda "low carbon", "green growth technology", dan hal-hal yang berkenaan dengan pengendalian dampak perubahan iklim.
Sejalan dengan itu pula akan terus didorong pemantapan organisasi AFoCO dan Asian Forestry Cooperation.
Selanjutnya, peningkatan kapasitas dan pelatihan dalam hal pengendalian kebakaran lahan dan hutan dengan proyek-proyek percontohan yang meliputi kegiatan pengembangan kebijakan dan organisasi penanganan kebakaran hutan, standar harmonisasi praktik penanganan bencana dan pengendalian api serta pelatihan tentang monitoring dan pengelolaan kebakaran hutan (menyangkut tanggung jawab dan sumber-sumber dukungan).
Begitu juga pelatihan tentang pengelolaan kebakaran di wilayah hutan lindung serta pelatihan dalam pengelolaan kebakaran gambut.
Musim hujan sedang mencapai puncaknya di sebagian besar wilayah Indonesia pada akhir Desember 2014 dan Januari 2015. Media banyak memberitakan bencana banjir dan tanah longsor di berbagai daerah, termasuk longsor paling dahsyat di Banjarnegara (Jawa Tengah), beberapa hari lalu.
Beberapa bulan mendatang, ketika Indonesia memasuki musim kemarau, berita pun berubah dari banjir dan longsor menjadi kebakaran hutan dan lahan. Berita mengenai gangguan asap juga mewarnai media-media nasional dan internasional.
Musibah dan bencana-bencana itu tampaknya mengharuskan semua pihak menyadari betapa penting kelestarian lingkungan dan menjaga hutan. Perlakuan yang buruk pada alam akan berbuah bencana dan penderitaan.
Sebaliknya, perlakuan yang baik oleh manusia pada alam berbuah manis dan indah pada waktunya. Korea Selatan telah membukjtikan hal itu.
0 komentar:
Post a Comment