Apakah Kita Sudah Ihklas?
Waktu acara kopi darat bareng beberapa temen theunlearnid, ada salah satu teman yang sharing tentang pengalamannya dia mempraktekkan “Untuk Selalu Merasa Diuntungkan. (kask.us)” Dimana setiap kali Ia mulai mengeluh atau komplain, Ia bilang ke dirinya sendiri berkali-kali, “Ingat, ini sedang diuntungkan.” Sampai akhirnya pun benar, ada sesuatu yang diuntungkan.
Ternyata, untuk selalu merasa diuntungkan itu seperti belajar ikhlas. Karena ikhlas itu seperti menerima apa yang sedang terjadi di diri kita dengan lapang dada, tidak menolak apa yang sedang diberikan, dan percaya apapun yang diberikan ke kita itu baik.
Ini membuat saya semakin berfikir tentang ikhlas.
Salah satu teman yang lain pun bercerita tentang kakaknya yang bernama Mbak Destin.
“Gue ini enam bersaudara. Dan kakak ke dua gue ini luar biasa sekali. Gue belajar satu hal yang berharga sekali dari dia. Gak tau kenapa, kita tuh gak ada yang bisa marah ke dia. Mau dia suka lupa atau telat, kita selalu mudah sekali memaafkan dirinya. Gue baru sadar, ini mungkin karena dia orangnya itu sangat ikhlas. Contohnya, setiap harus menghadap orang karena konflik, dia selalu yang akhirnya kita pilih untuk maju. Padahal mungkin dia akan dimarah-marahin. Tetapi, dia tidak menanggap ini sebagai beban. Dia santai saja. “
Ikhlas itu adalah tidak menganggap situasi itu sebagai beban.
“Udah gitu, gue merasa kalau kita suka ngomong ‘Gue ikhlas kok’ itu artinya kita belum ikhlas. Yang kakak gue lakukan adalah sampai dia pun tidak ingat ketika Ia pernah berbuat baik atau menolong kita. Reaksi biasanya adalah ‘Oya? Gue melakukan itu?’ Itu bagi gue ikhlas.”
Ikhlas itu ketika kita tidak lagi menghitung hal-hal baik yang kita lakukan.
Keren banget ya si kakak satu ini. Beneran jadi mikir, selama ini, saya itu sudah ikhlas belum ya? Apa ciri-ciri kalau saya belum ikhlas? Bagi saya, ada 5 hal yang menunjukkan bahwa kita belum ikhlas, contohnya…
1. Mengungkit-ungkit permasalahan.:
“Tahu gitu kan gue gak bantu dia.”
Seperti membantu teman yang bilangnya membutuhkan uang untuk biaya rumah sakit padahal dipakai untuk judi. Kita jadi sakit hati, kecewa. Ah, sakit hati itu berarti belum ikhlas ya…
2. Ikhlas mesti tak rela.:
Lho, kalau bukannya tak rela itu bukan ikhlas?
Gak rela kalau diputusin pacar.
Gak rela kalau orang lain mendapatkan yang lebih baik dari kita.
Gak rela kalau melihat mantan kita bahagia dengan orang lain.
Gak rela kelihatan jelek.
Rela itu memang gak bisa dipaksain. Alasan kita menjadi gak rela itu karena kita merasa bahwa kita sedang dirugikan. Padahal, jika situasi terjadi dan kita merasa diuntungkan, kita menjadi lebih rela. Ini yang membuat saya ngaca, ketika saya merasa iri atau sirik muncul ketika membaca timeline atau mendengar suatu berita, ini mengingatkan saya bahwa saya masih perlu belajar lebih ikhlas.
3. Memposisikan diri sebagai penyelamat.:
Terkadang kita mau bangga bahwa kita telah melakukan hal yang baik, jadi kita suka menceritakan bagaimana kita telah menyelamatkan suatu situasi. Namanya juga manusia ya, kita ingin mendapatkan apresiasi, ingin dipuji. Well, akhirnya saya belajar, ini juga bukan ikhlas, ketika ada keinginan untuk terlihat baik.
“Kalo bukan gara-gara gue yang ____, dia gak mungkin tuh bisa _____.”
Seperti Mbak Destin, ikhlas itu melakukan sesuatu tanpa beban. Kalau masih berasa ada beban, berarti belum ikhlas.
4. Memposisikan diri sebagai victim.
Seperti meminta simpati dari orang lain. Dimana kita punya kecenderungan menyalahkan orang lain atas nasib kita.
“Yaah, gue kurang sabar apa? Gue sudah melakukan semuanya tapi gak ada perubahan juga tuh.”
Contohnya juga seperti kehilangan emosi ketika mengemudi mobil saat macet. Kenapa? Karena setiap kali kita marah itu kita sedang merasakan ketidak-adilan. Dan ketika sesuatu itu tidak adil bagi kita, kita merasa dirugikan. Dan merasa dirugikan itu bukan ikhlas.
5. Masih ada ekspektasi, walau hanya sedikit.
Jujur ke diri sendiri sih. Terkadang kita melakukan sesuatu itu ada agenda tersembunyinya yang kita rasakan tetapi tidak kita kemukakan. Kita bisa saja bilang ke orang lain kita tidak punya agenda, kita tidak menginginkan sesuatu, tetapi sebenarnya masih ada.
Even sekedar ekspektasi untuk mendapatkan ucapan “Terima kasih” atau “Maaf”. Issh, saya sering banget kejebak ini.
Contohnya ketika memberikan uang lebih ke pengemudi taksi, kalau dia tidak mengucapkan Terima Kasih tuh rasanya gimana. Hahahaha. Dan kalau kita masih punya ekspektasi, walau hanya sedikit itu berarti belum ikhlas
Bagi saya, ikhlas banyak hubungannya dengan memiliki abundance mentality, yang memang butuh dipraktekkan setiap hari. Bahwa ikhlas itu lebih dari merasa tidak pamrih, tetapi merasakan kasih dalam setiap hal yang kita lakukan atau alami. Ikhlas itu seperti mensyukuri apapun yang terjadi, baik itu ‘baik’ ataupun ‘buruk’.
source
Waktu acara kopi darat bareng beberapa temen theunlearnid, ada salah satu teman yang sharing tentang pengalamannya dia mempraktekkan “Untuk Selalu Merasa Diuntungkan. (kask.us)” Dimana setiap kali Ia mulai mengeluh atau komplain, Ia bilang ke dirinya sendiri berkali-kali, “Ingat, ini sedang diuntungkan.” Sampai akhirnya pun benar, ada sesuatu yang diuntungkan.
Ternyata, untuk selalu merasa diuntungkan itu seperti belajar ikhlas. Karena ikhlas itu seperti menerima apa yang sedang terjadi di diri kita dengan lapang dada, tidak menolak apa yang sedang diberikan, dan percaya apapun yang diberikan ke kita itu baik.
Ini membuat saya semakin berfikir tentang ikhlas.
Salah satu teman yang lain pun bercerita tentang kakaknya yang bernama Mbak Destin.
“Gue ini enam bersaudara. Dan kakak ke dua gue ini luar biasa sekali. Gue belajar satu hal yang berharga sekali dari dia. Gak tau kenapa, kita tuh gak ada yang bisa marah ke dia. Mau dia suka lupa atau telat, kita selalu mudah sekali memaafkan dirinya. Gue baru sadar, ini mungkin karena dia orangnya itu sangat ikhlas. Contohnya, setiap harus menghadap orang karena konflik, dia selalu yang akhirnya kita pilih untuk maju. Padahal mungkin dia akan dimarah-marahin. Tetapi, dia tidak menanggap ini sebagai beban. Dia santai saja. “
Ikhlas itu adalah tidak menganggap situasi itu sebagai beban.
“Udah gitu, gue merasa kalau kita suka ngomong ‘Gue ikhlas kok’ itu artinya kita belum ikhlas. Yang kakak gue lakukan adalah sampai dia pun tidak ingat ketika Ia pernah berbuat baik atau menolong kita. Reaksi biasanya adalah ‘Oya? Gue melakukan itu?’ Itu bagi gue ikhlas.”
Ikhlas itu ketika kita tidak lagi menghitung hal-hal baik yang kita lakukan.
Keren banget ya si kakak satu ini. Beneran jadi mikir, selama ini, saya itu sudah ikhlas belum ya? Apa ciri-ciri kalau saya belum ikhlas? Bagi saya, ada 5 hal yang menunjukkan bahwa kita belum ikhlas, contohnya…
1. Mengungkit-ungkit permasalahan.:
“Tahu gitu kan gue gak bantu dia.”
Seperti membantu teman yang bilangnya membutuhkan uang untuk biaya rumah sakit padahal dipakai untuk judi. Kita jadi sakit hati, kecewa. Ah, sakit hati itu berarti belum ikhlas ya…
2. Ikhlas mesti tak rela.:
Lho, kalau bukannya tak rela itu bukan ikhlas?
Gak rela kalau diputusin pacar.
Gak rela kalau orang lain mendapatkan yang lebih baik dari kita.
Gak rela kalau melihat mantan kita bahagia dengan orang lain.
Gak rela kelihatan jelek.
Rela itu memang gak bisa dipaksain. Alasan kita menjadi gak rela itu karena kita merasa bahwa kita sedang dirugikan. Padahal, jika situasi terjadi dan kita merasa diuntungkan, kita menjadi lebih rela. Ini yang membuat saya ngaca, ketika saya merasa iri atau sirik muncul ketika membaca timeline atau mendengar suatu berita, ini mengingatkan saya bahwa saya masih perlu belajar lebih ikhlas.
3. Memposisikan diri sebagai penyelamat.:
Terkadang kita mau bangga bahwa kita telah melakukan hal yang baik, jadi kita suka menceritakan bagaimana kita telah menyelamatkan suatu situasi. Namanya juga manusia ya, kita ingin mendapatkan apresiasi, ingin dipuji. Well, akhirnya saya belajar, ini juga bukan ikhlas, ketika ada keinginan untuk terlihat baik.
“Kalo bukan gara-gara gue yang ____, dia gak mungkin tuh bisa _____.”
Seperti Mbak Destin, ikhlas itu melakukan sesuatu tanpa beban. Kalau masih berasa ada beban, berarti belum ikhlas.
4. Memposisikan diri sebagai victim.
Seperti meminta simpati dari orang lain. Dimana kita punya kecenderungan menyalahkan orang lain atas nasib kita.
“Yaah, gue kurang sabar apa? Gue sudah melakukan semuanya tapi gak ada perubahan juga tuh.”
Contohnya juga seperti kehilangan emosi ketika mengemudi mobil saat macet. Kenapa? Karena setiap kali kita marah itu kita sedang merasakan ketidak-adilan. Dan ketika sesuatu itu tidak adil bagi kita, kita merasa dirugikan. Dan merasa dirugikan itu bukan ikhlas.
5. Masih ada ekspektasi, walau hanya sedikit.
Jujur ke diri sendiri sih. Terkadang kita melakukan sesuatu itu ada agenda tersembunyinya yang kita rasakan tetapi tidak kita kemukakan. Kita bisa saja bilang ke orang lain kita tidak punya agenda, kita tidak menginginkan sesuatu, tetapi sebenarnya masih ada.
Even sekedar ekspektasi untuk mendapatkan ucapan “Terima kasih” atau “Maaf”. Issh, saya sering banget kejebak ini.
Contohnya ketika memberikan uang lebih ke pengemudi taksi, kalau dia tidak mengucapkan Terima Kasih tuh rasanya gimana. Hahahaha. Dan kalau kita masih punya ekspektasi, walau hanya sedikit itu berarti belum ikhlas
Bagi saya, ikhlas banyak hubungannya dengan memiliki abundance mentality, yang memang butuh dipraktekkan setiap hari. Bahwa ikhlas itu lebih dari merasa tidak pamrih, tetapi merasakan kasih dalam setiap hal yang kita lakukan atau alami. Ikhlas itu seperti mensyukuri apapun yang terjadi, baik itu ‘baik’ ataupun ‘buruk’.
source
0 komentar:
Post a Comment