Kisah Martha Tilaar Jadi Ratu Produk Kosmetik Berawal dari Salon di Garasi
Jakarta - Bagi para pecinta dunia kecantikan pasti sudah mengenal brand-brand Martha Tilaar, seperti Sariayu, PAC, Biokos, atau Salon Rudy Hadisuwarno. Sejumlah produk dari merek-merek di bawah PT. Martina Berto tersebut pun telah diekspor ke luar negeri, dari Singapura hingga Amerika Serikat. Siapa sangka, salah satu perusahaan kosmetik terbesar di Indonesia itu juga dibangun bermodalkan dana minim. Bisnis kecantikan tersebut berawal dari sebuah salon di garasi berukuran 4x6 meter. Bagaimana Martha bisa sukses mengembangkan salon dengan satu pegawai menjadi perusahaan berskala internasional?
Sang pelopor, DR. (HC) Martha Tilaar pun membagi kisah suksesnya. Kepada Wolipop, pengusaha 78 tahun tersebut bercerita jika awal pengumpulan modal memang cukup sulit. Terlebih pada saat itu wanita tidak diperbolehkan meminjam uang ke bank. Saat itu, ayah Martha pun mengumpulkan adik-adiknya untuk meminta mereka memberi sumbangan modal kepada wanita kelahiran Gombong itu. Selain sumbangan dari keluarga, Martha juga menjual berbagai peralatan rumah tangga, seperti vacuum cleaner serta blender.
Pada tahun 1969 Martha membangun sebuah salon di garasi rumahnya yang dahulu bertempat di Jalan Kusumaatmadja, Jakarta Pusat. Meski sederhana dan hanya memiliki satu pegawai, alat-alat salon Martha berasal dari Amerika Serikat. Terlebih dengan statusnya sebagai beautician berlisensi negeri Paman Sam. Namun karena tidak punya kenalan lantaran baru pulang dari Amerika serta tak mampu beriklan di koran, awalnya ia kesulitan mempromosikan salon. Ia pun tak ketinggalan akal. Martha memanggil seorang tukang koran untuk membagikan brosur ke rumah-rumah sekitar yang merupakan kawasan kediaman Kedutaan.
"Waduh pertama kali istri-istri Dutanya (yang datang). Dia kaget juga kali ya, cuma 4x6 padahal rumah mereka kan besar-besar. Tapi karena etnik kali ya, dalam tiga bulan saya sudah nggak bisa pakai garasi. Main hall rumah saya dijadikan salon. Kita yang ke garasi tidurnya," ujar Martha ketika diwawancarai di PT. Martina Berto, Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur.
Karena pelayanan yang berkualitas, salon tersebut cukup laris manis. Bahkan ada seorang pejabat yang membuatkan salon kedua di jalan Hos Cokroaminoto agar istrinya bisa lebih mudah berkunjung. Pegawai pun mulai diperbanyak. Martha bahkan melatih pembantu-pembantu di sekitar rumahnya untuk dijadikan pekerja. Di salon kedua itu, barulah ia membuka sekolah kecantikan Puspita Martha.
Setelah tiga tahun membuka salon, modal pun terkumpul cukup banyak untuk meluncurkan produk perawatan. Karena Indonesia tidak memiliki banyak buku mengenai kecantikan dan kesehatan tradisional, Martha pun mengumpulkan resep-resep dengan mendatangi dukun-dukun beranak. Sayangnya, ia mendapatkan respon yang kurang baik karena orang-orang tidak mau memakai bahan-bahan dapur pada wajah mereka. Namun Martha kembali tak kehilangan akal.
"Kita harus berinovasi ya, saya panggilin orang-orang yang jerawatan, saya obati mereka, nggak bisa bayar tidak apa asal saya boleh foto. Setelah tiga bulan diminumin jamu hasilnya bagus. Terus saya tempel foto before and after-nya. Orang yang nggak mau natural product jadi percaya," tutur Martha.
Setelah itu, demi memperluas pasar, Martha menciptakan sebuah konsep bertajuk Ungkapan Rahasia Puteri Keraton. Ia pun bekerjasama dengan Mooryati Soedibyo. Bersama dengannya, salon serta produk Sariayu menjadi semakin laris manis. Sayangnya kolaborasi tersebut hanya berlangsung sekitar satu tahun. Ketika kerjasama itu berakhir Martha mengaku mengalami kebangkrutan. Untungnya, ia menjalin kerjasama serta belajar bisnis lebih dalam dengan PT. Kalbe Pharma yang mengembangkan produk-produk Martha Tilaar Group sampai 22 tahun. Setelah PT. Kalbe Pharma ingin berfokus pada produk farmasi, pada tahun 1999 ibu empat anak tersebut membeli perusahaan itu meski negara sedang dilanda krisis moneter.
"Saat bangkrut, tapi Tuhan itu Maha Baik ya, setelah itu saya melahirkan anak setelah 16 tahun mandul, Wulan. Cantik seperti Puteri Keraton. Itulah yang menjadi semangat saya," tambahnya.
Ketika ditanya mengenai rahasia sukses, Martha mengatakan jika kerja keras, kejujuran, dan inovasi adalah modal utamanya. Menurutnya, pendidikan juga sangat penting bagi mereka yang ingin membuka usaha. Martha yang sering memberi tips entrepreneurship kepada para TKW itu memang memberi saran berdasarkan pengalaman. Dahulu, ketika menemani suami sekolah di Amerika, Martha juga mengambil studi praktek kecantikan di Beauty Academy. Karena tidak punya uang untuk sekolah, Martha pun membuka usaha penitipan anak.
Selain mendapat ilmu dan pengalaman, bersekolah di Amerika juga membukakan mata Martha akan kekayaan alam serta kecantikan asli Indonesia. Anggota Dewan Global Compact PBB itu bercerita ketika menjadi TKW di sana ia melihat jika kulit orang kaukasia sangat berbeda dengan kita. Padahal waktu itu orang Indonesia sangat mengacu ke barat dalam hal perawatan. Bersekolah di Amerika juga membuatnya menggali kekayaan Indonesia.
"Untuk ujian, saya disuruh tulis tentang make-up Indonesia, saya bingung dan sedih sekali karena tidak tahu. Akhirnya saya tulis tentang riasan Jepang berdasarkan buku yang diberikan teman. Waktu ujian, saya dimarahi, katanya 'Shame on you, you're indonesian, you don't know about the culture'. Dari situ lah, sekarang saya melestarikan budaya, kekayaan, filosofi, kecantikan Indonesia," ungkapnya.
Jakarta - Bagi para pecinta dunia kecantikan pasti sudah mengenal brand-brand Martha Tilaar, seperti Sariayu, PAC, Biokos, atau Salon Rudy Hadisuwarno. Sejumlah produk dari merek-merek di bawah PT. Martina Berto tersebut pun telah diekspor ke luar negeri, dari Singapura hingga Amerika Serikat. Siapa sangka, salah satu perusahaan kosmetik terbesar di Indonesia itu juga dibangun bermodalkan dana minim. Bisnis kecantikan tersebut berawal dari sebuah salon di garasi berukuran 4x6 meter. Bagaimana Martha bisa sukses mengembangkan salon dengan satu pegawai menjadi perusahaan berskala internasional?
Sang pelopor, DR. (HC) Martha Tilaar pun membagi kisah suksesnya. Kepada Wolipop, pengusaha 78 tahun tersebut bercerita jika awal pengumpulan modal memang cukup sulit. Terlebih pada saat itu wanita tidak diperbolehkan meminjam uang ke bank. Saat itu, ayah Martha pun mengumpulkan adik-adiknya untuk meminta mereka memberi sumbangan modal kepada wanita kelahiran Gombong itu. Selain sumbangan dari keluarga, Martha juga menjual berbagai peralatan rumah tangga, seperti vacuum cleaner serta blender.
Pada tahun 1969 Martha membangun sebuah salon di garasi rumahnya yang dahulu bertempat di Jalan Kusumaatmadja, Jakarta Pusat. Meski sederhana dan hanya memiliki satu pegawai, alat-alat salon Martha berasal dari Amerika Serikat. Terlebih dengan statusnya sebagai beautician berlisensi negeri Paman Sam. Namun karena tidak punya kenalan lantaran baru pulang dari Amerika serta tak mampu beriklan di koran, awalnya ia kesulitan mempromosikan salon. Ia pun tak ketinggalan akal. Martha memanggil seorang tukang koran untuk membagikan brosur ke rumah-rumah sekitar yang merupakan kawasan kediaman Kedutaan.
"Waduh pertama kali istri-istri Dutanya (yang datang). Dia kaget juga kali ya, cuma 4x6 padahal rumah mereka kan besar-besar. Tapi karena etnik kali ya, dalam tiga bulan saya sudah nggak bisa pakai garasi. Main hall rumah saya dijadikan salon. Kita yang ke garasi tidurnya," ujar Martha ketika diwawancarai di PT. Martina Berto, Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur.
Karena pelayanan yang berkualitas, salon tersebut cukup laris manis. Bahkan ada seorang pejabat yang membuatkan salon kedua di jalan Hos Cokroaminoto agar istrinya bisa lebih mudah berkunjung. Pegawai pun mulai diperbanyak. Martha bahkan melatih pembantu-pembantu di sekitar rumahnya untuk dijadikan pekerja. Di salon kedua itu, barulah ia membuka sekolah kecantikan Puspita Martha.
Setelah tiga tahun membuka salon, modal pun terkumpul cukup banyak untuk meluncurkan produk perawatan. Karena Indonesia tidak memiliki banyak buku mengenai kecantikan dan kesehatan tradisional, Martha pun mengumpulkan resep-resep dengan mendatangi dukun-dukun beranak. Sayangnya, ia mendapatkan respon yang kurang baik karena orang-orang tidak mau memakai bahan-bahan dapur pada wajah mereka. Namun Martha kembali tak kehilangan akal.
"Kita harus berinovasi ya, saya panggilin orang-orang yang jerawatan, saya obati mereka, nggak bisa bayar tidak apa asal saya boleh foto. Setelah tiga bulan diminumin jamu hasilnya bagus. Terus saya tempel foto before and after-nya. Orang yang nggak mau natural product jadi percaya," tutur Martha.
Setelah itu, demi memperluas pasar, Martha menciptakan sebuah konsep bertajuk Ungkapan Rahasia Puteri Keraton. Ia pun bekerjasama dengan Mooryati Soedibyo. Bersama dengannya, salon serta produk Sariayu menjadi semakin laris manis. Sayangnya kolaborasi tersebut hanya berlangsung sekitar satu tahun. Ketika kerjasama itu berakhir Martha mengaku mengalami kebangkrutan. Untungnya, ia menjalin kerjasama serta belajar bisnis lebih dalam dengan PT. Kalbe Pharma yang mengembangkan produk-produk Martha Tilaar Group sampai 22 tahun. Setelah PT. Kalbe Pharma ingin berfokus pada produk farmasi, pada tahun 1999 ibu empat anak tersebut membeli perusahaan itu meski negara sedang dilanda krisis moneter.
"Saat bangkrut, tapi Tuhan itu Maha Baik ya, setelah itu saya melahirkan anak setelah 16 tahun mandul, Wulan. Cantik seperti Puteri Keraton. Itulah yang menjadi semangat saya," tambahnya.
Ketika ditanya mengenai rahasia sukses, Martha mengatakan jika kerja keras, kejujuran, dan inovasi adalah modal utamanya. Menurutnya, pendidikan juga sangat penting bagi mereka yang ingin membuka usaha. Martha yang sering memberi tips entrepreneurship kepada para TKW itu memang memberi saran berdasarkan pengalaman. Dahulu, ketika menemani suami sekolah di Amerika, Martha juga mengambil studi praktek kecantikan di Beauty Academy. Karena tidak punya uang untuk sekolah, Martha pun membuka usaha penitipan anak.
Selain mendapat ilmu dan pengalaman, bersekolah di Amerika juga membukakan mata Martha akan kekayaan alam serta kecantikan asli Indonesia. Anggota Dewan Global Compact PBB itu bercerita ketika menjadi TKW di sana ia melihat jika kulit orang kaukasia sangat berbeda dengan kita. Padahal waktu itu orang Indonesia sangat mengacu ke barat dalam hal perawatan. Bersekolah di Amerika juga membuatnya menggali kekayaan Indonesia.
"Untuk ujian, saya disuruh tulis tentang make-up Indonesia, saya bingung dan sedih sekali karena tidak tahu. Akhirnya saya tulis tentang riasan Jepang berdasarkan buku yang diberikan teman. Waktu ujian, saya dimarahi, katanya 'Shame on you, you're indonesian, you don't know about the culture'. Dari situ lah, sekarang saya melestarikan budaya, kekayaan, filosofi, kecantikan Indonesia," ungkapnya.
0 komentar:
Post a Comment