Michael Rusli, Mantan Bankir Yang Sukses Berbisnis Multi Bidang
Pengalaman mengantarkan Michael Rusli sukses sebagai pengusaha papan atas. Puluhan tahun bergelut dalam dunia perbankan menjadi modalnya untuk berani terjun di berbagai bidang bisnis. Melalui Terra Corporation, pria muda ini menebar jaringnya di bisnis energi, properti, hingga hiburan di Tanah Air.
Dibanding dengan ketenaran BigDaddy, boleh jadi, banyak orang yang belum akrab mendengar Terra Capital. Padahal, BigDaddy yang terkenal sebagai promotor musik, sejatinya, bernaung dalam holding Terra Capital. Selain BigDaddy, Terra juga berinvestasi di perusahaan properti dan energi di Indonesia.
Nah, di balik kesuksesan BigDaddy ataupun Terra Capital, ada seorang pria muda bertangan dingin yang lihai menjalankan berbagai bisnis. Dia adalah Michael Rusli, mantan bankir yang kini bergelut dalam berbagai lini bisnis.
Sejak berusia 20 tahun, Michael menjalin karier di dunia perbankan. Saya benar-benar mulai dari level terbawah, karena saya kuliah sambil bekerja, kenang Michael, yang bergelut di industri perbankan selama 15 tahun, menempati berbagai divisi dan posisi.
Karier Michael menanjak, hingga kemudian ABN Amro Bank menunjuk dia untuk menduduki posisi Presiden Direktur ABN Amro Finance Indonesia pada tahun 2006. Tahun 2008, ketika ABN Amro berganti kepemilikan, Michael pun lantas bekerja untuk sebuah perusahaan investasi keluarga asal Inggris, Flemming Family.
Dengan pengalaman saat menjadi bankir, yakni berhubungan dengan banyak pebisnis dan memahami bisnis mereka, akhirnya, Michael memutuskan untuk mendirikan perusahaan investasi, Terra Capital, tahun 2010. Untuk memodali usaha itu, ia bekerja sama dengan dua partner. Tapi, saya yang menjalankan usaha ini, jelas suami Sarah Latief ini.
Bila dalam bisnis lainnya, Michael hanya berinvestasi atau mengakuisisi perusahaan yang telah berjalan, maka di bisnis entertainment Michael membidani sendiri kelahiran BigDaddy. Pria berusia 38 tahun ini bertutur, BigDaddy berawal dari keikutsertaannya membantu penyelenggaraan Disney on Ice, tiga tahun silam.
Karena kecewa dengan promotornya terdahulu, Disney Indonesia menawarkan event yang rutin digelar dua kali dalam setahun itu ke BigDaddy. Dari situ, kami memperoleh kontrak tetap selama tujuh tahun, ujar Michael.
Komitmen tinggi
Dengan perhitungan matang, Michael mulai menanam investasi untuk bisnis hiburan ini. Salah satunya, membangun jaringan penjualan tiket. Untuk memaksimalkan investasinya itu, dia berniat mengadakan konser musik. Kebetulan, saat itu, konser musik lagi ramai, tutur pria kelahiran 2 November 1975 ini.
Konser Linkin Park pada pertengahan 2011 menjadi titik awal kesuksesan BigDaddy. Tak tanggung-tanggung, saat menghelat konser itu, BigDaddy menggelontorkan dana besar untuk membeli perangkat sound system dari Kanada. Maklum, tersedianya sound system konser dengan kapasitas tinggi sering menjadi syarat artis dunia menggelar konser di suatu negara. Itu salah satu yang terbagus di dunia, dan sampai saat ini, baru kami yang memiliki sound system seperti itu di antara promotor Asia, cetus Michael.
Kepemilikan perangkat sound dan jaringan tiket ini juga menunjukkan komitmen BigDaddy untuk serius menggarap bisnis musik. Banyak agen dari luar mendengar komitmen kami dan menawarkan berbagai deal bisnis, ujarnya.
Tak heran, BigDaddy berhasil menggaet artis-artis papan atas untuk menyelenggarakan konser di Indonesia. Sepanjang 2011, mereka menggelar lima konser artis dunia. Bahkan, tahun lalu, jumlahnya meningkat hingga 12 konser. Adapun di tahun ini, BigDaddy sudah menggelar lima, dari rencana awal sepuluh konser. Kami menyesuaikan kondisi ekonomi di sini dan dunia yang sedang krisis. Selain itu, banyak artis yang rekaman dan menunda konser, jelas dia.
Satu kunci sukses BigDaddy adalah keberanian membangun infrastruktur, sistem penjualan tiket, dan sound system. BigDaddy juga berhasil menggaet kepercayaan dari agen atau produser artis dunia, seperti Livenation, untuk menggelar konser di Indonesia.
Di luar musik, BigDaddy menyabet kepercayaan dari klub sepak bola asal Inggris, yakni Liverpool, untuk membuka sekolah bola Liverpool di kawasan Bumi Serpong Damai dan Senayan. Kami juga sedang membangun elite academy Liverpool di Cileungsi, Bogor, jelas dia. Jika sudah jadi, akademi ini jadi sekolah full time Liverpool pertama di luar Eropa.
Penyandang Master of Commerce, Banking and Finance dari Monash University, Melbourne, Australia, ini pun terus mengembangkan usahanya. Untuk mendukung bisnis hiburan, Michael berniat membangun venue di sejumlah kota besar, seperti di Jakarta dan Bali. Kebetulan kami juga berbisnis properti, hingga bisa bersinergi, ujar dia.
Agenda ekspansi Michael yang lain adalah mengantar BigDaddy menggelar konser di luar negeri, seperti Singapura, Malaysia, dan Vietnam.
Pengalaman mengantarkan Michael Rusli sukses sebagai pengusaha papan atas. Puluhan tahun bergelut dalam dunia perbankan menjadi modalnya untuk berani terjun di berbagai bidang bisnis. Melalui Terra Corporation, pria muda ini menebar jaringnya di bisnis energi, properti, hingga hiburan di Tanah Air.
Dibanding dengan ketenaran BigDaddy, boleh jadi, banyak orang yang belum akrab mendengar Terra Capital. Padahal, BigDaddy yang terkenal sebagai promotor musik, sejatinya, bernaung dalam holding Terra Capital. Selain BigDaddy, Terra juga berinvestasi di perusahaan properti dan energi di Indonesia.
Nah, di balik kesuksesan BigDaddy ataupun Terra Capital, ada seorang pria muda bertangan dingin yang lihai menjalankan berbagai bisnis. Dia adalah Michael Rusli, mantan bankir yang kini bergelut dalam berbagai lini bisnis.
Sejak berusia 20 tahun, Michael menjalin karier di dunia perbankan. Saya benar-benar mulai dari level terbawah, karena saya kuliah sambil bekerja, kenang Michael, yang bergelut di industri perbankan selama 15 tahun, menempati berbagai divisi dan posisi.
Karier Michael menanjak, hingga kemudian ABN Amro Bank menunjuk dia untuk menduduki posisi Presiden Direktur ABN Amro Finance Indonesia pada tahun 2006. Tahun 2008, ketika ABN Amro berganti kepemilikan, Michael pun lantas bekerja untuk sebuah perusahaan investasi keluarga asal Inggris, Flemming Family.
Dengan pengalaman saat menjadi bankir, yakni berhubungan dengan banyak pebisnis dan memahami bisnis mereka, akhirnya, Michael memutuskan untuk mendirikan perusahaan investasi, Terra Capital, tahun 2010. Untuk memodali usaha itu, ia bekerja sama dengan dua partner. Tapi, saya yang menjalankan usaha ini, jelas suami Sarah Latief ini.
Bila dalam bisnis lainnya, Michael hanya berinvestasi atau mengakuisisi perusahaan yang telah berjalan, maka di bisnis entertainment Michael membidani sendiri kelahiran BigDaddy. Pria berusia 38 tahun ini bertutur, BigDaddy berawal dari keikutsertaannya membantu penyelenggaraan Disney on Ice, tiga tahun silam.
Karena kecewa dengan promotornya terdahulu, Disney Indonesia menawarkan event yang rutin digelar dua kali dalam setahun itu ke BigDaddy. Dari situ, kami memperoleh kontrak tetap selama tujuh tahun, ujar Michael.
Komitmen tinggi
Dengan perhitungan matang, Michael mulai menanam investasi untuk bisnis hiburan ini. Salah satunya, membangun jaringan penjualan tiket. Untuk memaksimalkan investasinya itu, dia berniat mengadakan konser musik. Kebetulan, saat itu, konser musik lagi ramai, tutur pria kelahiran 2 November 1975 ini.
Konser Linkin Park pada pertengahan 2011 menjadi titik awal kesuksesan BigDaddy. Tak tanggung-tanggung, saat menghelat konser itu, BigDaddy menggelontorkan dana besar untuk membeli perangkat sound system dari Kanada. Maklum, tersedianya sound system konser dengan kapasitas tinggi sering menjadi syarat artis dunia menggelar konser di suatu negara. Itu salah satu yang terbagus di dunia, dan sampai saat ini, baru kami yang memiliki sound system seperti itu di antara promotor Asia, cetus Michael.
Kepemilikan perangkat sound dan jaringan tiket ini juga menunjukkan komitmen BigDaddy untuk serius menggarap bisnis musik. Banyak agen dari luar mendengar komitmen kami dan menawarkan berbagai deal bisnis, ujarnya.
Tak heran, BigDaddy berhasil menggaet artis-artis papan atas untuk menyelenggarakan konser di Indonesia. Sepanjang 2011, mereka menggelar lima konser artis dunia. Bahkan, tahun lalu, jumlahnya meningkat hingga 12 konser. Adapun di tahun ini, BigDaddy sudah menggelar lima, dari rencana awal sepuluh konser. Kami menyesuaikan kondisi ekonomi di sini dan dunia yang sedang krisis. Selain itu, banyak artis yang rekaman dan menunda konser, jelas dia.
Satu kunci sukses BigDaddy adalah keberanian membangun infrastruktur, sistem penjualan tiket, dan sound system. BigDaddy juga berhasil menggaet kepercayaan dari agen atau produser artis dunia, seperti Livenation, untuk menggelar konser di Indonesia.
Di luar musik, BigDaddy menyabet kepercayaan dari klub sepak bola asal Inggris, yakni Liverpool, untuk membuka sekolah bola Liverpool di kawasan Bumi Serpong Damai dan Senayan. Kami juga sedang membangun elite academy Liverpool di Cileungsi, Bogor, jelas dia. Jika sudah jadi, akademi ini jadi sekolah full time Liverpool pertama di luar Eropa.
Penyandang Master of Commerce, Banking and Finance dari Monash University, Melbourne, Australia, ini pun terus mengembangkan usahanya. Untuk mendukung bisnis hiburan, Michael berniat membangun venue di sejumlah kota besar, seperti di Jakarta dan Bali. Kebetulan kami juga berbisnis properti, hingga bisa bersinergi, ujar dia.
Agenda ekspansi Michael yang lain adalah mengantar BigDaddy menggelar konser di luar negeri, seperti Singapura, Malaysia, dan Vietnam.
0 komentar:
Post a Comment