Jika kita naik MRT di China dan Taiwan beberapa tahun terakhir ini, sudah jarang dijumpai anak kecil yang ikut bersama orang tuanya. Dalam 10 tahun terakhir, terjadi pergeseran kehidupan sosial China dan Taiwan. Anak-anak muda yang tinggal di kota-kota besar di China banyak yang lebih suka hidup menjomblo.
Sebuah survei terbaru menunjukkan bahwa memiliki rumah adalah hal yang paling penting dalam menemukan pasangan di Guangzhou. Sebanyak 67 persen wanita lajang di kota itu mengatakan mereka hanya akan menikah dengan pria yang memiliki kemampuan untuk membeli rumah atau sudah memiliki paling tidak satu rumah.
Sisanya karena sibuk dengan pekerjaan atau bisnis, mereka juga tidak terlalu peduli dengan pentingnya mencari pasangan untuk masa depannya. Hal itu mengundang banyak orang tua yang anaknya masih single untuk mencarikan jodoh. Seperti yang pernah dilihat di daerah Shanghai The Bund (Waitan), di mana ada seorang Ibu yang memegang kertas dan menulis beberapa kriteria yang baik tentang anaknya plus kriteria yang diinginkan oleh si Ibu (dan anak, tentunya) plus foto anak gadisnya yang kalau difoto seperti Christy Chung (Zhong Liti, artis Hong Kong 90-an yang main film Bodyguard from Beijing bareng Jet Lee). Menurut Ibunya, si anak pergi kerja jam 7 pagi dan pulang jam 9 malam setiap hari sehingga sulit baginya untuk menemukan jodoh dan waktu bersosialisasinya menjadi sangat sempit.
Di Taiwan, disebutkan jika perempuan di sana (yang tinggal di kota besar dan penampilan menarik) memiliki mata di atas kepala (ubun-ubun). Maksudnya si wanita akan menghitung untung dan ruginya baru memutuskan apakah pernikahannya perlu dilakukan. Di Taipei, Shanghai, Guangzhou, atau Hong Kong, banyak wanita yang bergaji dan berkarir bagus. Mereka tidak memerlukan pria sebagai pendamping. Mereka bisa memutuskan semua urusan mereka sendiri. Bahkan banyak dari mereka yang menganggap menikah malah akan membawa permasalahan baru ke hidup mereka. Untuk urusan seks pun, mereka dengan gampang berkencan dan tidak terlibat ikatan pacaran sekalipun. Di Taiwan, banyak tempat-tempat yang disebut Ye Dian (Toko Malam), di mana di sana bekerja para pria yang bisa menemani wanita yang kesepian dan datang mencari hiburan.
Di dalam Ye Dian biasanya didatangi oleh tamu wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Mereka datang untuk mencari hiburan dengan pekerja-pekerja pria yang disebut Niulang atau Nan Gongguan. Di lounge di Indonesia, kita mengenal pekerjaan ini sebagai Public Relations (PR). Beberapa kriteria niulang seperti, bisa berdansa, bisa bermain huaquan (suit-suitan ala Taiwan seperti yang sering kita saksikan di film-film Mandarin, ada orang yang suit dan yang kalah pun minum), dan yang tak kalah pentingnya bisa menjual minuman mereka seperti Martell, Chivas Regall, Johnnie Walker, dsb. Para tamu wanita yang datang ini bukan bertujuan utama mencari seks. Mereka hanya melampiaskan kesepian mereka dengan mengajak minum dengan pria-pria penampilan menarik di lounge tersebut. Pria-pria yang bekerja di sana juga bukan gigolo. Transaksi di Ye Dian sangat luar biasa. Seorang Niulang yang pandai bermain huaquan bisa menjual hingga Rp 15 juta hanya kepada 1 tamu perempuan!
Di China, menurut laporan Information Times, survei yang dilakukan oleh biro jodoh di Guangzhou menunjukkan, sekitar 15 ribu responden yang tidak menikah, sebanyak 54 persen akan menuntut rumah untuk menikah.
Hu Zhanhong, seorang penasihat senior di sebuah biro jodoh terkenal menyatakan, perumahan memang mempengaruhi rencana pernikahan di Guangzhou. Dua puluh tahun yang lalu, perempuan bisa menerima tinggal di asrama tempat pasangan mereka kerja serta dengan orang tua pria. Seiring membaiknya perekonomian Cina, tuntutan akan rumah sendiri juga semakin besar. Kini saat krisis kembali menghantam, "Orang juga harus membentuk kembali pemikiran mereka tentang menemukan pasangan," katanya.
Sebuah survei terbaru menunjukkan bahwa memiliki rumah adalah hal yang paling penting dalam menemukan pasangan di Guangzhou. Sebanyak 67 persen wanita lajang di kota itu mengatakan mereka hanya akan menikah dengan pria yang memiliki kemampuan untuk membeli rumah atau sudah memiliki paling tidak satu rumah.
Sisanya karena sibuk dengan pekerjaan atau bisnis, mereka juga tidak terlalu peduli dengan pentingnya mencari pasangan untuk masa depannya. Hal itu mengundang banyak orang tua yang anaknya masih single untuk mencarikan jodoh. Seperti yang pernah dilihat di daerah Shanghai The Bund (Waitan), di mana ada seorang Ibu yang memegang kertas dan menulis beberapa kriteria yang baik tentang anaknya plus kriteria yang diinginkan oleh si Ibu (dan anak, tentunya) plus foto anak gadisnya yang kalau difoto seperti Christy Chung (Zhong Liti, artis Hong Kong 90-an yang main film Bodyguard from Beijing bareng Jet Lee). Menurut Ibunya, si anak pergi kerja jam 7 pagi dan pulang jam 9 malam setiap hari sehingga sulit baginya untuk menemukan jodoh dan waktu bersosialisasinya menjadi sangat sempit.
Di Taiwan, disebutkan jika perempuan di sana (yang tinggal di kota besar dan penampilan menarik) memiliki mata di atas kepala (ubun-ubun). Maksudnya si wanita akan menghitung untung dan ruginya baru memutuskan apakah pernikahannya perlu dilakukan. Di Taipei, Shanghai, Guangzhou, atau Hong Kong, banyak wanita yang bergaji dan berkarir bagus. Mereka tidak memerlukan pria sebagai pendamping. Mereka bisa memutuskan semua urusan mereka sendiri. Bahkan banyak dari mereka yang menganggap menikah malah akan membawa permasalahan baru ke hidup mereka. Untuk urusan seks pun, mereka dengan gampang berkencan dan tidak terlibat ikatan pacaran sekalipun. Di Taiwan, banyak tempat-tempat yang disebut Ye Dian (Toko Malam), di mana di sana bekerja para pria yang bisa menemani wanita yang kesepian dan datang mencari hiburan.
Di dalam Ye Dian biasanya didatangi oleh tamu wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Mereka datang untuk mencari hiburan dengan pekerja-pekerja pria yang disebut Niulang atau Nan Gongguan. Di lounge di Indonesia, kita mengenal pekerjaan ini sebagai Public Relations (PR). Beberapa kriteria niulang seperti, bisa berdansa, bisa bermain huaquan (suit-suitan ala Taiwan seperti yang sering kita saksikan di film-film Mandarin, ada orang yang suit dan yang kalah pun minum), dan yang tak kalah pentingnya bisa menjual minuman mereka seperti Martell, Chivas Regall, Johnnie Walker, dsb. Para tamu wanita yang datang ini bukan bertujuan utama mencari seks. Mereka hanya melampiaskan kesepian mereka dengan mengajak minum dengan pria-pria penampilan menarik di lounge tersebut. Pria-pria yang bekerja di sana juga bukan gigolo. Transaksi di Ye Dian sangat luar biasa. Seorang Niulang yang pandai bermain huaquan bisa menjual hingga Rp 15 juta hanya kepada 1 tamu perempuan!
Di China, menurut laporan Information Times, survei yang dilakukan oleh biro jodoh di Guangzhou menunjukkan, sekitar 15 ribu responden yang tidak menikah, sebanyak 54 persen akan menuntut rumah untuk menikah.
Hu Zhanhong, seorang penasihat senior di sebuah biro jodoh terkenal menyatakan, perumahan memang mempengaruhi rencana pernikahan di Guangzhou. Dua puluh tahun yang lalu, perempuan bisa menerima tinggal di asrama tempat pasangan mereka kerja serta dengan orang tua pria. Seiring membaiknya perekonomian Cina, tuntutan akan rumah sendiri juga semakin besar. Kini saat krisis kembali menghantam, "Orang juga harus membentuk kembali pemikiran mereka tentang menemukan pasangan," katanya.
0 komentar:
Post a Comment