Kita sering dengar orang bilang bahwa golongan Tionghoa itu punya bakat sebagai wiraswasta dan lebih bisa berdagang.
Untuk mulai, segala sesuatu pasti dimulai dari kecil, yaitu jadi pedagang kaki lima atawa buka warung. Butuh modal yg lebih besar untuk membuka warung dan hal tersebut bukan berarti bahwa pedagang kaki lima kalah dalam bersaing. Saya berpendapat bahwa pedagang Tionghoa juga mulai dengan menjadi pedagang kaki lima yg keliling keluar masuk kampung sebelum akhirnya mereka mulai membuka toko atawa warung.
Meskipun ada, tetapi kalau dibandingkan secara persentase, jumlah pedagang pribumi yang berhasil mencapai tingkat atas jauh lebih sedikit. Di jaman Soekarno, ada beberapa orang pribumi yg menjadi wiraswastawan terkenal, tetapi pada saat bersamaan, jumlah warga Tionghoa yang menjadi wiraswastawan terkenal masih terlebih banyak. Kita tidak usah ngomong lagi kalau jaman Soeharto; dominasi dari golongan Tionghoa dibidang ekonomi itu sangatlah kuat. Sampai detik inipun, walaupun kita kenal nama Bakri dan beberapa nama pribumi lainnya, tetapi jumlah tersebut sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah wiraswastawan dari golongan Tionghoa. Apakah memang betul bahwa wiraswastawan yang berasal dari golongan pendatang itu lebih bagus daripada yang lokal ?
Ada beberapa hal yang menurut owe membuat kenapa orang Tionghoa sebagai pendatang lebih berhasil dalam bidang wiraswasta:
1. Modal yang rendah dan istilah sekarang "entry barrier" yang rendah
Wiraswasta pada tingkat awal tidak memerlukan modal yang besar dan semua orang bisa melakukannya (soal berhasil atawa tidak itu lain lagi....). Dengan kondisi seperti ini, seorang pendatang baru yang tidak punya modal (seperti kondisi para leluhur kita waktu mereka datang ke Indo pertama kali) mempunyai kesempatan berhasil yang lebih baik dibandingkan dengan bidang usaha lainnya.
Mencari pekerjaan perlu kenal dengan orang lain lebih dulu, sedangkan pedagang tidak perlu kenal dengan orang lain.
2. Kebersamaan dalam kesulitan dan saling membantu
Di Indonesia memang sering kita dengar gotong-royong, Bhinneka Tunggal Ika dan segala macam bentuk slogan yg bombastis dan "bagus" buat telinga. Masyarakat pribumi Indonesia itu secara umum tidak pernah bisa bersatu dan mereka gampang sekali dipecah belah. Kelihatannya hal ini tidak ada hubungannya dengan wiraswasta, tapi sebenarnya merupakan unsur penting dalam pembentukan wiraswasta. Kalau ada seseorang berwiraswasta, yang pertama menjadi pendukung usahanya adalah teman² dan kenalannya. Dalam konteks ini, faktor keberhasilan seorang wiraswasta sangat tergantung pada dukungan awal lingkungannya dan ini merupakan kekuatan yang dipunyai oleh para pendatang karena mereka merasa bernasib sama; tapi tidak diantara golongan pribumi.
3. Memanfaatkan kesempatan
Kesempatan untuk melakukan KKN dalam arti positif selalu diperlukan dalam pembentukan wiraswastawan yg berhasil. Dalam lingkungan yang diatur oleh hukum seperti suatu negara, peraturan dan kesempatan diberikan oleh pemerintah pada golongan dan individu tertentu karena faktor KKN ini. Kenapa golongan pendatang lebih berhasil dalam KKN dengan pemerintah ? Menurut owe karena pejabat pemerintah merasa lebih aman bila berhubungan dengan orang yang tidak terlalu dikenalnya (pada awalnya...) dan akan tergantung pada mereka bila berhubungan dengan penduduk pendatang. Secara kebetulan golongan Tionghoa memang cocok dengan profile yang dicari oleh pejabat Indonesia..... jadi kalau istilah orang Jawa; "tumbu ketemu tutup".....
4. Kebulatan tekad atawa semangat kerja
Diantara golongan Tionghoa yang ada di Indonesia, tidak semuanya punya semangat untuk menjadi wiraswasta. Bahkan ada golongan Tionghoa yg berasal dari kota² tertentu di Indonesia yg lebih terkenal dengan "semangat" wiraswastanya yang sering melakukan hal-hal yang merugikan orang banyak dalam usahanya untuk menjadi wiraswasta yang berhasil. Lepas dari baik buruknya, kebulatan tekad ini sangat diperlukan untuk berhasil. Bayangkan saja, kalau kita buka warung soto dan seminggu kemudian tutup karena tidak laku, apa kita bisa berhasil sebagai pedagang soto ? Seringkali sebagai pendatang, kita tidak punya pilihan lain kecuali harus berhasil. Tidak demikian halnya dengan golongan pribumi yang memang dilahirkan dan sudah berada di Indo lebih lama. Option yang mereka punyai lebih banyak.
5. Tidak menipu produk
Ini sering terjadi di Indonesia, dimana kualitas dikorbankan untuk kuantitas. Kita beli nasi gudeg di warung Sempalan dan ternyata enak. Warung tersebut akhirnya menjadi langganan kita. Sesuai dengan kondisi di Indo, sejalan dengan waktu, harga barang² akan naik. Tetapi ada beberapa warung yang tidak mau menghadapi kenyataan tersebut karena takut dikritik oleh langganannya dan apa yang dilakukannya adalah dengan mengurangi kualitas barang yg dijualnya. Sedikit demi sedikit kualitas dikurangi agar harga jual bisa tetap sama sampai akhirnya yang berkurang adalah jumlah pelanggannya. Pada kondisi dimana warung sudah ditinggalkan oleh langganan, perbaikan mutu dan menaikkan harga bukan pilihan yang baik. Kejadian ini terjadi pada wiraswasta pribumi atawa Tionghoa, hanya saja persentase kerusakan produk lebih besar dipihak wiraswasta pribumi. Kenapa ? Owe sendiri tidak tahu persis sebabnya, tapi hal ini merupakan salah satu kegagalan dalam mengembangkan usaha.
Ada banyak lagi hal lain yang bisa owe sebutkan disini, tapi secara umum owe bisa bilang bahwa kesempatan untuk menjadi wiraswasta yang berhasil itu sebenarnya sama antara pribumi atawa pendatang. Semangat dalam mengatasi masalah yang muncul biasanya menjadi sandungan bagi wiraswasta pemula dimanapun.
Dan terakhir, jangan percaya pada buku-buku biografi keberhasilan seseorang kecuali kita hanya membacanya sebagai bahan hiburan. Wiraswasta bukan sesuatu yang bisa diperlajari dari buku
Untuk mulai, segala sesuatu pasti dimulai dari kecil, yaitu jadi pedagang kaki lima atawa buka warung. Butuh modal yg lebih besar untuk membuka warung dan hal tersebut bukan berarti bahwa pedagang kaki lima kalah dalam bersaing. Saya berpendapat bahwa pedagang Tionghoa juga mulai dengan menjadi pedagang kaki lima yg keliling keluar masuk kampung sebelum akhirnya mereka mulai membuka toko atawa warung.
Meskipun ada, tetapi kalau dibandingkan secara persentase, jumlah pedagang pribumi yang berhasil mencapai tingkat atas jauh lebih sedikit. Di jaman Soekarno, ada beberapa orang pribumi yg menjadi wiraswastawan terkenal, tetapi pada saat bersamaan, jumlah warga Tionghoa yang menjadi wiraswastawan terkenal masih terlebih banyak. Kita tidak usah ngomong lagi kalau jaman Soeharto; dominasi dari golongan Tionghoa dibidang ekonomi itu sangatlah kuat. Sampai detik inipun, walaupun kita kenal nama Bakri dan beberapa nama pribumi lainnya, tetapi jumlah tersebut sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah wiraswastawan dari golongan Tionghoa. Apakah memang betul bahwa wiraswastawan yang berasal dari golongan pendatang itu lebih bagus daripada yang lokal ?
Ada beberapa hal yang menurut owe membuat kenapa orang Tionghoa sebagai pendatang lebih berhasil dalam bidang wiraswasta:
1. Modal yang rendah dan istilah sekarang "entry barrier" yang rendah
Wiraswasta pada tingkat awal tidak memerlukan modal yang besar dan semua orang bisa melakukannya (soal berhasil atawa tidak itu lain lagi....). Dengan kondisi seperti ini, seorang pendatang baru yang tidak punya modal (seperti kondisi para leluhur kita waktu mereka datang ke Indo pertama kali) mempunyai kesempatan berhasil yang lebih baik dibandingkan dengan bidang usaha lainnya.
Mencari pekerjaan perlu kenal dengan orang lain lebih dulu, sedangkan pedagang tidak perlu kenal dengan orang lain.
2. Kebersamaan dalam kesulitan dan saling membantu
Di Indonesia memang sering kita dengar gotong-royong, Bhinneka Tunggal Ika dan segala macam bentuk slogan yg bombastis dan "bagus" buat telinga. Masyarakat pribumi Indonesia itu secara umum tidak pernah bisa bersatu dan mereka gampang sekali dipecah belah. Kelihatannya hal ini tidak ada hubungannya dengan wiraswasta, tapi sebenarnya merupakan unsur penting dalam pembentukan wiraswasta. Kalau ada seseorang berwiraswasta, yang pertama menjadi pendukung usahanya adalah teman² dan kenalannya. Dalam konteks ini, faktor keberhasilan seorang wiraswasta sangat tergantung pada dukungan awal lingkungannya dan ini merupakan kekuatan yang dipunyai oleh para pendatang karena mereka merasa bernasib sama; tapi tidak diantara golongan pribumi.
3. Memanfaatkan kesempatan
Kesempatan untuk melakukan KKN dalam arti positif selalu diperlukan dalam pembentukan wiraswastawan yg berhasil. Dalam lingkungan yang diatur oleh hukum seperti suatu negara, peraturan dan kesempatan diberikan oleh pemerintah pada golongan dan individu tertentu karena faktor KKN ini. Kenapa golongan pendatang lebih berhasil dalam KKN dengan pemerintah ? Menurut owe karena pejabat pemerintah merasa lebih aman bila berhubungan dengan orang yang tidak terlalu dikenalnya (pada awalnya...) dan akan tergantung pada mereka bila berhubungan dengan penduduk pendatang. Secara kebetulan golongan Tionghoa memang cocok dengan profile yang dicari oleh pejabat Indonesia..... jadi kalau istilah orang Jawa; "tumbu ketemu tutup".....
4. Kebulatan tekad atawa semangat kerja
Diantara golongan Tionghoa yang ada di Indonesia, tidak semuanya punya semangat untuk menjadi wiraswasta. Bahkan ada golongan Tionghoa yg berasal dari kota² tertentu di Indonesia yg lebih terkenal dengan "semangat" wiraswastanya yang sering melakukan hal-hal yang merugikan orang banyak dalam usahanya untuk menjadi wiraswasta yang berhasil. Lepas dari baik buruknya, kebulatan tekad ini sangat diperlukan untuk berhasil. Bayangkan saja, kalau kita buka warung soto dan seminggu kemudian tutup karena tidak laku, apa kita bisa berhasil sebagai pedagang soto ? Seringkali sebagai pendatang, kita tidak punya pilihan lain kecuali harus berhasil. Tidak demikian halnya dengan golongan pribumi yang memang dilahirkan dan sudah berada di Indo lebih lama. Option yang mereka punyai lebih banyak.
5. Tidak menipu produk
Ini sering terjadi di Indonesia, dimana kualitas dikorbankan untuk kuantitas. Kita beli nasi gudeg di warung Sempalan dan ternyata enak. Warung tersebut akhirnya menjadi langganan kita. Sesuai dengan kondisi di Indo, sejalan dengan waktu, harga barang² akan naik. Tetapi ada beberapa warung yang tidak mau menghadapi kenyataan tersebut karena takut dikritik oleh langganannya dan apa yang dilakukannya adalah dengan mengurangi kualitas barang yg dijualnya. Sedikit demi sedikit kualitas dikurangi agar harga jual bisa tetap sama sampai akhirnya yang berkurang adalah jumlah pelanggannya. Pada kondisi dimana warung sudah ditinggalkan oleh langganan, perbaikan mutu dan menaikkan harga bukan pilihan yang baik. Kejadian ini terjadi pada wiraswasta pribumi atawa Tionghoa, hanya saja persentase kerusakan produk lebih besar dipihak wiraswasta pribumi. Kenapa ? Owe sendiri tidak tahu persis sebabnya, tapi hal ini merupakan salah satu kegagalan dalam mengembangkan usaha.
Ada banyak lagi hal lain yang bisa owe sebutkan disini, tapi secara umum owe bisa bilang bahwa kesempatan untuk menjadi wiraswasta yang berhasil itu sebenarnya sama antara pribumi atawa pendatang. Semangat dalam mengatasi masalah yang muncul biasanya menjadi sandungan bagi wiraswasta pemula dimanapun.
Dan terakhir, jangan percaya pada buku-buku biografi keberhasilan seseorang kecuali kita hanya membacanya sebagai bahan hiburan. Wiraswasta bukan sesuatu yang bisa diperlajari dari buku
0 komentar:
Post a Comment