728x90 AdSpace

Saat Kau butuhkan tetesan air 'tuk segarkan relung jiwamu yang mulai mengering...

  • Latest News

    Arab Saudi Vs Iran

    Mengapa Iran dan Arab Saudi Bermusuhan?

    Arab Saudi memutus hubungan dengan Iran di tengah pertikaian hukuman mati terhadap ulama Syiah terkemuka Arab Saudi, Sheikh Nimr al-Nimr. Kedua kekuatan berada pada posisi yang berseberangan dalam sejumlah konflik kawasan. Namun, mengapa mereka bersaingan?

    Iran mengatakan, Arab Saudi akan menghadapi "pembalasan Ilahi" terkait eksekusi, dan Kedutaan Besar Saudi di Teheran diserang pengunjuk rasa yang marah pada hari Minggu malam.

    Inilah tujuh alasan Arab Saudi dan Iran bermusuhan:

    Agama

    Kemungkinan faktor paling signifikan di balik persaingan adalah bahwa masing-masing negara memandang dirinya sebagai pemangku agama Islam dalam versi yang berbeda.

    Muslim terpisah dalam dua kelompok utama, yaitu Sunni dan Syiah. Perpecahan berasal dari pertikaian yang terjadi tidak lama setelah meninggalnya Nabi Muhammad tentang siapa yang seharusnya memimpin umat Muslim.

    Saudi adalah negara di mana terdapat dua tempat paling suci dalam Islam, yaitu Mekkah dan Madinah, sehingga menyatakan diri sebagai "pemimpin Sunni dunia".

    Iran memiliki penduduk Syiah terbesar dunia dan sejak revolusi Iran pada tahun 1979 menjadi "pemimpin dunia Syiah".

    Geopolitik

    Keduanya bersaing untuk memengaruhi negara-negara tetangganya dan terdapat kecurigaan tentang pengaruh Iran terhadap kelompok minoritas Syiah di Arab Saudi, di samping masyarakat Syiah di Bahrain, Irak, Suriah, dan Lebanon.

    Program nuklir Iran dan kemungkinan bahwa negara itu pada suatu hari akan memiliki senjata nuklir juga membuat khawatir tetangganya, terutama Arab Saudi.

    Ideologi politik

    Arab Saudi dikuasai seorang raja dan bentuk pemerintahannya adalah Islam konservatif.

    Iran memiliki bentuk Islam yang lebih revolusioner dan pemimpin revolusi tahun 1979,  Ayatollah Khomeini, memandang monarki tidak sesuai dengan Islam.

    Agenda berhaluan Islam Syiah radikal yang diluncurkan pada revolusi 1979 dipandang sebagai suatu penentangan terhadap rezim konservatif Sunni, terutama di kawasan Teluk, dan terdapat kecurigaan mendalam di dunia Arab terkait usaha Iran untuk mengekspor revolusinya ke negara-negara tetangga.

    Iran sangat mendukung usaha Palestina menentang Israel dan menuduh negara-negara seperti Arab Saudi tidak memperhatikan nasib warga Palestina dan mewakili kepentingan pihak Barat.

    Secara historis, Arab Saudi memiliki hubungan dekat dengan Barat yang memasok miliaran dollar persenjataan.

    Sejak tahun 1979, hubungan Iran dengan Barat sangat menegang dan Barat menerapkan sanksi ekonomi selama bertahun-tahun terhadap Iran terkait apa yang dipandang sebagai usaha Teheran untuk memiliki senjata nuklir.

    Suriah

    Iran, sama seperti Rusia, adalah pendukung setia Presiden Suriah Bashar al-Assad.

    Dukungan militer dari negara itu dan sekutunya di Lebanon, Hisbullah, dipandang penting untuk mempertahankan kekuasaannya.

    Arab Saudi adalah pendukung penting dan penyandang dana kelompok pemberontak Sunni yang menentang pemerintah.

    Riyadh juga menjadi tuan rumah konferensi yang bertujuan untuk menyatukan berbagai kelompok pemberontak menentang pemerintahan Presiden Assad.

    Irak

    Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya mendukung Saddam Hussein saat perang Iran-Irak tahun 1980-1988 dan mengalami serangan Iran terhadap kapal-kapalnya.

    Hubungan diplomatik Iran dan Arab Saudi dibekukan selama tiga tahun setelah perang.

    Sejak jatuhnya Saddam, kelompok mayoritas Syiah di Irak memimpin pemerintah dan memelihara hubungan dekat dengan Teheran.

    Hal ini membuat pengaruh Iran mencapai perbatasan Arab Saudi dan menciptakan persekutuan Syiah Iran, Irak, Suriah, dan Lebanon.

    Baghdad menuduh Arab Saudi mendukung kelompok Sunni radikal dan kekerasan sektarian di Irak.

    Yaman

    Arab Saudi berbagi Semenanjung Arab dengan Yaman yang memiliki kelompok minoritas Syiah signifikan, Houthi.

    Houthi memberontak dan mengambil alih sejumlah wilayah Yaman, termasuk ibu kota Sana'a, memaksa pemerintah yang didukung Saudi mengasingkan diri pada permulaan tahun 2015.

    Negara-negara Arab di Teluk menuduh Iran mendukung Houthi secara keuangan dan militer, meskipun Iran menyangkal hal ini.

    Keterlibatan Iran di halaman belakang Saudi ini menimbulkan kekhawatiran mendalam di Riyadh dan koalisi pimpinan Saudi terus memerangi para pemberontak.

    Minyak

    Minyak penting bagi kedua negara, Arab Saudi adalah produsen dan eksportir terbesar dunia,  dan mereka kemungkinan memiliki kepentingan yang berbeda tentang seberapa banyak minyak yang dihasilkan dan berapa harganya.

    Arab Saudi relatif kaya dan memiliki penduduk yang lebih sedikit dibandingkan Iran.

    Negara ini diberitakan dapat mengatasi rendahnya harga minyak saat ini untuk jangka pendek.

    Iran lebih memerlukan pemasukan dan lebih menginginkan harga per barrel yang lebih tinggi.

    Setelah beberapa tahun tidak dilibatkan dalam pasar minyak dunia karena pemberlakuan sanksi, hal ini akan sangat membantu ekonomi Iran yang bermasalah.

    Namun, para pengamat memperkirakan para penghasil minyak memompa 0,5 juta sampai dua juta barrel minyak per hari melebihi permintaan. Jadi, Iran memerlukan negara penghasil minyak lainnya untuk memotong produksi agar terjadi peningkatan harga. Arab Saudi tidak ingin melakukan hal ini.

    Sekilas Menengok Pertalian Hubungan Saudi-Iran
    ARAB Saudi dan Iran sejak awal abad ke-20, dikenal bukan dua negara yang bisa ‘akur’ secara permanen. Meski sudah meresmikan hubungan diplomatik sejak 1929, namun gejolak selalu ada di antara dua negeri yang mayoritas warganya terbagi dua sektarian, Sunni dan Syiah ini.

    Pertama kali Saudi dan Iran putus hubungan adalah pada era 1960an, di mana saat itu Iran memberi pengakuan terhadap berdirinya negara Israel. Pada 1966, kedua pemimpin saat itu, Syah Iran – Mohammad Reza Pahlavi dan Raja Faisal, saling mengunjungi.

    Pasca-mundurnya pasukan Inggris dari Teluk Persia pada 1968, Saudi dan Iran menandatangani perjanjian demarkasi dan bertanggung jawab atas stabilitas keamanan di Teluk Persia.

    Di awa 1970an, persahabatan Syah Iran dan Raja Saudi mulai goyah lagi, lantaran Iran memodernisasi setiap aspek militernya. Perebutan beberapa pulau di Teluk Persia yang mencuatkan konflik dengan Uni Emirat Arab (UEA), juga jadi faktor lain soal adanya tensi dalam pertalian hubungan Saudi-Iran.

    Hubungan Saudi-Iran juga digemparkan kritik keras pemerintahan baru Iran pasca-revolusi yang menjatuhkan rezim Syah, terhadap Kerajaan Saudi pada 1979. Semakin derasnya kecaman Iran di bawah pimpinan Ruhullah Musavi Khomeini, memutuskan hubungan diplomatik kedua negara.

    Pada Perang Iran-Irak, Saudi memihak Irak yang kala itu berada di bawah pimpinan Saddam Hussein. Bahkan, Saudi diketahui menyokong finansial Irak sebesar USD25 miliar. Dukungan yang sama terhadap Irak juga datang dari beberapa “sekutu” Saudi, macam Kuwait, Bahrain, Qatar dan UEA.

    Serangan terhadap Kedutaan Saudi yang terjadi belum lama ini, juga sedianya pernah terjadi pada 1987, pasca-insiden Haji yang menewaskan 400 jamaah Haji, di mana dua per tiga dari korbannya adalah warga Iran. Buntutnya, pada 1988 tak satu pun jamaah Iran bisa mendapatkan visa Haji.

    Saat perang Iran-Irak berakhir, hubungan diplomatik Iran dan Saudi berangsur membaik, di mana pada 1991, hubungan kedua negara dipulihkan, pasca-terpilihnya Presiden Iran, Mohammad Khatami. Dua pemimpin kembali saling berkunjunjung, di pada Pangeran Abdullah melawat ke Tehran pada Desember 1997 dan Khatami menyambangi Riyadh, Mei 1999.

    Di sisi lain, Saudi dan Iran memainkan peran berbeda dalam Krisis Suriah. Saudi menyokong para pemberontak, sementara Iran berdiri di belakang Presiden Suriah, Bashar al-Assad.

    Tragedi haji lainnya pada 2015, kembali jadi faktor memanasnya hubungan Iran dan Saudi. Terhitung, sekira 464 warga Iran diklaim tewas dan akibatnya, pemerintah Iran mengecam Saudi dan menyebut tidak kompeten dalam mengurus musim Haji.

    Terakhir dan terbaru, Menteri Luar Negeri Saudi, Adel al-Jubeir menyatakan memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran, Senin, 4 Januari 2015 kemarin waktu setempat, pasca-diserangnya Kedutaan Saudi di Tehran.

    Kedutaan Saudi di Tehran, diserang massa demonstran yang marah akibat eksekusi ulama Syiah, Sheikh Nimr al-Nimr. Massa bahkan melemparkan sejumlah bom bakar ke gedung kedutaan.

    Tapi para diplomat Saudi bisa dievakuasi dengan selamat. Setelah mengetahui kabar para diplomat Saudi selamat, Al-Jubeir segera menggelar konferensi pers, untuk memutus hubungan diplomatik dan hubungan dagang dengan Iran.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Arab Saudi Vs Iran Rating: 5 Reviewed By: Blogger
    Scroll to Top