728x90 AdSpace

Saat Kau butuhkan tetesan air 'tuk segarkan relung jiwamu yang mulai mengering...

  • Latest News

    Hidup Tidak Hanya Menengadahkan Tangan

    Inspirasi dari Mbah Ginem, Nenek 90 Tahun Penjual Tempe di Pasar Watuombo

    Mbah Ginem, nenek 90 tahun penjual tempe di Pasar Watuombo, Kulonprogo, DIY

    Kulonprogo - Nama aslinya Tuginem. Di usia di atas 90 tahun, dia masih aktif bekerja. Baginya, kalau tidak bekerja, justru badan sakit atau kepala menjadi pusing.

    Setiap hari pasaran Legi dan Pon berdasarkan hari pasaran kalender Jawa, Mbah Ginem alias Kartoinul ini selalu berjualan tempe di Pasar Watuombo Desa Salamrejo, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo, DIY.

    Pasar tradisional Watuombo hanya akan ramai dengan para pedagang dan pembeli di hari pasaran tersebut. Sabtu adalah hari pasaran Pon, pasar tersebut juga buka. Namun kegiatan di pasar terutama untuk pedagang sayuran, sembako dan makanan tradisional hanya buka sekitar pukul 06.00 - 10.00 WIB. Setelah itu pasar sepi, pedagang dan pembeli sudah pulang ke rumah masing-masing.

    Setiap pasaran dengan diantar salah satu anggota keluarganya, Mbah Ginem berjualan tempe bungkus daun pisang di salah los yang berdekatan dengan penjual makanan tradisional gatot (makanan dari ubi), thiwul ketela dan tempe besengek.

    Beralaskan dua lembar kain, dia menggelar dagangan tempe bungkus yang berjumlah tidak lebih dari 50 bungkus sejak pukul 06.00 WIB. Tidak lebih dari 1 jam dagangan habis dibeli warga sekitar. Satu buah tempe dijual dengan harga Rp 500.

    "Sampun telas tempenipun (sudah habis tempenya). Mboten wonten," kata Mbah Ginem yang ditemui detikcom pada pukul 07.00 WIB.

    Dia kemudian melipat dua lembar karung plastik dan satu lembar kain yang menjadi tempat alas berjualan. Setelah itu dia menuju ke los pedagang makanan lain untuk membeli tahu isi goreng dan makanan kecil lainnya untuk oleh-oleh keluarga di rumah. Dia juga sempat membeli beberapa sayuran seperti tomat di los pedagang sayuran.

    "Daripada diam di rumah, tidak kerja. Badan malah sakit, kepala mumet (pusing). Neng omah namun mangan lan turu (di rumah hanya makan dan tidur). Mboten kepenak (tidak enak)," kata Mbah Ginem menjawab pertanyaan dengan lancar.

    Nenek dengan dua anak, lima cucu dan beberapa cicit itu mengaku sudah lama berjualan tempe di pasar tradisional Watuombo yang terletak sekitar 1 km dari rumahnya.

    Menurut dia, dengan berjualan seperti ini badan justru menjadi sehat daripada hanya berdiam diri di rumah. Keluarganya juga meminta agar dirinya cukup berada di rumah saja. Namun dia menolaknya.

    "Ada juga tetangga yang menanyakan mengapa kok masih bekerja atau jualan. Padahal anak cucu sudah mentas (mencukupi) semua. Nggih mboten menapa-napa, (tidak apa-apa) daripada di rumah saja," tuturnya. Anak-anak Mbah Ginem 'jadi orang' atau bisa dibilang sukses. Sebagian besar menjadi PNS.

    Menurut dia, melihat keinginan yang kuat tetap beraktivitas seperti itu, keluarga tetap memperbolehkan. Setiap hari pasaran tiba, Mbah Ginem selalu hadir di pasar berjualan tempe bungkus. Setiap pagi sekitar pukul 06.00 dia antar ke pasar dan setelah dagangan habis sekitar pukul 08.00 WIB dia kembali dijemput untuk pulang ke rumah.

    Boleh dibilang, semangat Mbah Ginem luar biasa. Tak mau ongkang-ongkang kaki di usia senja. Tak pernah lelah. Baginya, hidup adalah kerja dan kerja. Di sisi lain, banyak orang hanya bisa mengeluh dan memaki pihak lain. Juga ada yang hanya menengadahkan tangan, tak mau repot bekerja.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Hidup Tidak Hanya Menengadahkan Tangan Rating: 5 Reviewed By: Blogger
    Scroll to Top