Ini cerita teman saya yang meninggal setahun lalu. Dia seorang tukang becak di keputran. terkenal sangat baik, karena tidak pernah memasang tarif, dan bila penumpangnya dia perhatikan tidak terlalu mempunyai uang, dia selalu mengembalikan separo yang dibayarkan, bahkan tidak jarang dia mengembalikan seluruhnya apa yang dibayarkan. Dan dia melakukannya dengan tulus. Padahal hidupnya dibawah kata sederhana, dan dia juga mempunyai isteri dan anak. Namun karena miskinnya, maka dia tinggal di gubug, di sudut kampung kejambon, entah tanah siapa yang dia tempati. Suka membantu orang lain yang teraniaya. Tidak jarang dia berkelahi hanya menolong orang yang menurut dia teraniaya. Hidupnya banyak mendapat bantuan dari tetangga yang merasa kasihan dan heran dg kebaikan hatinya. Isterinya tidak pernah komplain dan sangat menerima. Dia menjadi buah bibir dilingkungan keputran - kejambon situ.
Dia adalah teman main kampung saat saya tinggal di Keputran kejambon (sekarang belakang rusun Urip Sumoharjo). Dia adalah salah satu dari kami bertiga yang berteman karib, masa kecil (tepatnya masa SD). Kami bersama-sama menyediakan jasa 'nggledek' pakaian atau kain yang akan dijajakan di Pasar Sore (Pasar Pandegiling), hanya untuk mendapat upah Rp 5,- sampai Rp 10,-. Bila 'geledekan' sepi maka kami membawa alat2 semir sepatu berjalan sampai ke Tidar dan siola. Tapi dia tidak pernah mau 'nyemir' sepatu, sukanya 'ngamen' dengan berbekal 'kempyeng' (tutup botol). Setiap sore, di depan gang kami selalu berkumpul untuk menghitung penghasilan kami. Dan dia selalu sampaikan dia kalah banyak hasilnya karena ada yang diberikan temannya sesama pengamen yang tidak mendapatkan uang'cukup banyak'. Kami juga kerap untuk dapat tambahan uang jajan jualan "es lilin" yang kami ambil dari juragan di Keputran situ. Tidak ada keuntungan, keuntungannya adalah 2 buah es lilin itu. Jadi kami harus jual habis minimal 1 termos kalau mau dapat rupiah. Sampai seiring perjalanan waktu akhirnya saya pindah ke Dinoyo lalu Pakis, 2 teman saya masih tinggal di Keputran kejambon. Saya hanya mendengar sekali-kali kalau ibu bapaknya meninggal. saya juga sudah jarang ketemu mereka. sampai akhirnya 2 tahun lalu ada teman lama, anak keputran juga, mengabari kalau teman akrab masa kecil saya ini kasihan, karena jadi tukang becak, hidupnya susah, tempat tinggalnya tidak jelas, sedang teman yang satu lagi sudah cukup baik hidupnya dan tinggal di Tandes. Dan dia berharap saya bisa menemuinya, karena dia pernah mempertanyakan keberadaan saya. Tapi tidak mau (malu) untuk menemui saya, karena saya dianggap 'berhasil' hidup sedangkan dirinya tidak. Maka saya mencari dia berhari-hari, dan akhirnya ketemu, dan saya memang nyaris tidak mengenalnya. Tampak dia sangat malu, dan menekan perasaannya, dan kami berkeliling naik becaknya sambil ngobrol dan mengingat masa lalu. Sampai akhirnya dia saya 'pekerjakan' di rumah untuk antar jemput anak saya sekolah dengan menggunakan becaknya. Karena saya berikan motor dia tidak bersedia. Saya tahu dia segan. maka terserahlah apa maunya, saya hanya mau menolongnya dengan. Namun tiba-tiba pas selepas sebulan, dia mengundurkan tiba-tiba tidak masuk, dan berhari-hari. Maka saya hunting lagi dirinya, sampai akhirnya setelah beberapa minggu nanya sana sini, ketemu.Dan dia menyampaikan, bahwa sengaja tidak masuk karena dia sangat kotor dan penyakitan. Tdk merasa pantas antar jemput anak saya, meski hanya dengan becak. saya tidak memaksanya. Saya hanya pesan untuk datang setiap awal bulan ke rumah (Supaya saya bisa membantu sekedar finansialnya), tapi dia tidak pernah sekalipun datang.
Enam bulan setelah itu saya mendengar dia meninggal. Saya tidak sempat datang, karena beritanya sampai setelah seminggu dia wafat. Saya cari isterinya, tapi tidak saya temukan, dan tidak ada yang tahu di mana tepatnya pulang ke desanya.
Orang berkelimpahan membantu orang lain adalah hal biasa. Namun orang miskin membantu adalah hal yang luar biasa. Ini yang Tuhan Yesus pesankan, dengan menunjukkan persembahan seorang Janda yang sama sekali tidak kaya. Ini juga yang ada pada diri teman saya. Dia bukan Kristen, tapi seorang muslim. Tapi aplikasi kekristenannya luar biasa. Setiap orang disekitar keputran mengenalnya sebagai tukang beak yang baik. Suka senyum, tidak pernah mengeluh, tapi suka membantu orang lain, termasuk mengajak berkelahi. Dia juga seorang Tukang becak. Yang saya sering bertanya-tanya, apakah dia ada di Sorga? Dia tidak percaya Yesus tapi dia menjalankan pribadi Yesus. Saya tidak tahu soal ini. Biarlah Tuhan sendiri yang memutuskannya.
Dia adalah teman main kampung saat saya tinggal di Keputran kejambon (sekarang belakang rusun Urip Sumoharjo). Dia adalah salah satu dari kami bertiga yang berteman karib, masa kecil (tepatnya masa SD). Kami bersama-sama menyediakan jasa 'nggledek' pakaian atau kain yang akan dijajakan di Pasar Sore (Pasar Pandegiling), hanya untuk mendapat upah Rp 5,- sampai Rp 10,-. Bila 'geledekan' sepi maka kami membawa alat2 semir sepatu berjalan sampai ke Tidar dan siola. Tapi dia tidak pernah mau 'nyemir' sepatu, sukanya 'ngamen' dengan berbekal 'kempyeng' (tutup botol). Setiap sore, di depan gang kami selalu berkumpul untuk menghitung penghasilan kami. Dan dia selalu sampaikan dia kalah banyak hasilnya karena ada yang diberikan temannya sesama pengamen yang tidak mendapatkan uang'cukup banyak'. Kami juga kerap untuk dapat tambahan uang jajan jualan "es lilin" yang kami ambil dari juragan di Keputran situ. Tidak ada keuntungan, keuntungannya adalah 2 buah es lilin itu. Jadi kami harus jual habis minimal 1 termos kalau mau dapat rupiah. Sampai seiring perjalanan waktu akhirnya saya pindah ke Dinoyo lalu Pakis, 2 teman saya masih tinggal di Keputran kejambon. Saya hanya mendengar sekali-kali kalau ibu bapaknya meninggal. saya juga sudah jarang ketemu mereka. sampai akhirnya 2 tahun lalu ada teman lama, anak keputran juga, mengabari kalau teman akrab masa kecil saya ini kasihan, karena jadi tukang becak, hidupnya susah, tempat tinggalnya tidak jelas, sedang teman yang satu lagi sudah cukup baik hidupnya dan tinggal di Tandes. Dan dia berharap saya bisa menemuinya, karena dia pernah mempertanyakan keberadaan saya. Tapi tidak mau (malu) untuk menemui saya, karena saya dianggap 'berhasil' hidup sedangkan dirinya tidak. Maka saya mencari dia berhari-hari, dan akhirnya ketemu, dan saya memang nyaris tidak mengenalnya. Tampak dia sangat malu, dan menekan perasaannya, dan kami berkeliling naik becaknya sambil ngobrol dan mengingat masa lalu. Sampai akhirnya dia saya 'pekerjakan' di rumah untuk antar jemput anak saya sekolah dengan menggunakan becaknya. Karena saya berikan motor dia tidak bersedia. Saya tahu dia segan. maka terserahlah apa maunya, saya hanya mau menolongnya dengan. Namun tiba-tiba pas selepas sebulan, dia mengundurkan tiba-tiba tidak masuk, dan berhari-hari. Maka saya hunting lagi dirinya, sampai akhirnya setelah beberapa minggu nanya sana sini, ketemu.Dan dia menyampaikan, bahwa sengaja tidak masuk karena dia sangat kotor dan penyakitan. Tdk merasa pantas antar jemput anak saya, meski hanya dengan becak. saya tidak memaksanya. Saya hanya pesan untuk datang setiap awal bulan ke rumah (Supaya saya bisa membantu sekedar finansialnya), tapi dia tidak pernah sekalipun datang.
Enam bulan setelah itu saya mendengar dia meninggal. Saya tidak sempat datang, karena beritanya sampai setelah seminggu dia wafat. Saya cari isterinya, tapi tidak saya temukan, dan tidak ada yang tahu di mana tepatnya pulang ke desanya.
Orang berkelimpahan membantu orang lain adalah hal biasa. Namun orang miskin membantu adalah hal yang luar biasa. Ini yang Tuhan Yesus pesankan, dengan menunjukkan persembahan seorang Janda yang sama sekali tidak kaya. Ini juga yang ada pada diri teman saya. Dia bukan Kristen, tapi seorang muslim. Tapi aplikasi kekristenannya luar biasa. Setiap orang disekitar keputran mengenalnya sebagai tukang beak yang baik. Suka senyum, tidak pernah mengeluh, tapi suka membantu orang lain, termasuk mengajak berkelahi. Dia juga seorang Tukang becak. Yang saya sering bertanya-tanya, apakah dia ada di Sorga? Dia tidak percaya Yesus tapi dia menjalankan pribadi Yesus. Saya tidak tahu soal ini. Biarlah Tuhan sendiri yang memutuskannya.
0 komentar:
Post a Comment