Kozo Nagayama, Master Opera Jepang yang Praktikkan Filosofi dari Toilet
Sakai - Kozo Nagayama (40), adalah seorang master Noh, opera klasik Jepang dari abad ke-14. Kozo membagikan filosofi mengenai Noh, kesenian yang digelutinya sejak berusia 3 tahun. Ternyata, Kozo mempraktikkan filosofi itu dari hal yang sederhana, menjaga kebersihan di toilet.
"Secara filosofis, Noh ini banyak berkaitan dengan Zen dalam paham agama Buddha," kata Kozo saat menemui para jurnalis Asean Sakai Week 2013 di Kuil Takakuraji, Sakai, Jepang.
Sebagai seniman Noh, Kozo mengatakan yang paling sulit adalah mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Menjalani kehidupan yang baik dan penuh keindahan itu, menurutnya penting, agar dirinya bisa tampil di atas panggung dengan baik pula.
"Kalau hidup dengan baik, bisa tampil dengan baik pula. Untuk hidup dengan baik yang penting adalah menjaga kebersihan. Seperti menjaga kebersihan toilet, itu penting supaya bisa hidup baik," tutur Kozo serius.
Kozo lantas menceritakan bahwa dirinya mempelajari kesenian ini secara turun temurun dari leluhurnya sejak 650 tahun lalu. Awalnya ada 26 orang yang membentuk komunitas dan sanggar untuk memainkan opera Noh ini. Mereka menurunkan keahlian dengan melatih anak-anaknya. Sanggar juga menjadi bercabang-cabang, salah satunya sanggar Kanze di mana dia belajar Noh dan kini mengajarkannya kembali.
Kendati demikian, Kozo dengan rendah hati menolak bila dibilang menjadi master Noh. "Saya belum menjadi master karena saya sampai sekarang ini juga masih belajar. Yang kepala master itu ada, yang usianya 80 tahun, spiritualnya sudah sangat tinggi," ujar Kozo merendah.
Menjalani hidup sebagai seniman Noh karena keturunan, Kozo tidak merasa terpaksa karena memikul kewajiban melestarikan kesenian dan kebudayaan ini. Hal itu dijalaninya dengan sepenuh hati. Lantas bagaimana dia bisa bertahan hidup dari kesenian ini? "Saya biasanya tampil dalam festival-festival dan itu dibayar. Kalau tidak begitu, saya tidak makan," kata Kozo.
Kozo juga mengajar kursus warga biasa yang ingin belajar Noh dan tentu saja, dia mendapatkan penghasilan dari situ. Salah satunya, Kozo mengajar Noh di Kuil Takakuraji ini sebagai tempat latihan seminggu sekali.
Sebagaimana orang tuanya dulu mengajari dirinya kesenian ini sejak berusia 3 tahun, Kozo mengatakan sudah menjadi kewajibannya mendidik anaknya berkesenian ini sejak dini. Anak Kozo perempuan, sementara kesenian ini dilakoni mayoritas oleh laki-laki.
"Dulu perempuan memang sangat dibedakan sekali, tidak boleh tampil. Namun akhir-akhir ini sudah mulai ada kelompok perempuan yang bermain Noh," jelas Kozo.
Lantas, bagaimana bila putrinya tak mau meneruskan kesenian ini? "Sebagai orang tua, kami wajib melestarikan tradisi. Jadi saya mengajari anak saya, harus. Kalau dia tidak mau, ya..saya harus menerimanya," tutup Kozo.
Begini Cara Mendandani Lelaki Pemain Opera Klasik Jepang Noh
Sakai - Memakai kostum Noh, opera klasik Jepang, ternyata cukup ribet. Namun seniman Noh sangat menghargai proses. Ketelatenan, kesabaran dan keterampilan menjadi kuncinya. Yuk, simak setahap demi setahap memakai kostum Noh.
Demo memakai kostum ini diperagakan master Noh, Kozo Nagayama (40) dengan Tomohiko Ueno (24), yang menjadi modelnya, di Kuil Takakura-ji, Sakai, Jepang.
Kozo menjelaskan memakaikan kostum Noh ini butuh proses 15-20 menit. Aktor yang sedang dipakaikan kostum, dilarang berbicara, karena aktor dianggap sedang mengalami transformasi dari dirinya menjadi tokoh yang akan diperankan.
"Aktor hanya boleh bersuara bila ditanya oleh yang memakaikan kostum. Misalnya, jika ditanya sudah merasa kencang atau belum? Dia hanya bisa menjawab 'iya' dan 'tidak'," kata Kozo.
Kali ini kostum dipakaikan ke aktor Tomohiko Ueno (24) oleh Kozo Nagayama, sang master. Tomohiko akan berperan menjadi geisha yang hidup pada abad ke-8, berikut tahapannya:
Memakai Kimono Putih dan Kimono Sutra Berbordir
Aktor di sini sudah memakai stocking putih dan kimono kain. Kemudian ditutup lagi dengan kimono satin warna putih plus penutup kepala. Kostum kimono ini berbahan sutra dan berbordir. Kostum ini menentukan karena bisa menunjukkan peran yang dimainkan, mulai dari jenis kelamin hingga kasta sosial dengan warna dan bahan tertentu.
Pakai Tak Lebih dari 2 Tali
Dalam memakai kostum kimono, Kozo menjelaskan, tidak menggunakan lebih dari 2 tali. Tali pertama untuk kimono bagian dalam, tali kedua untuk kimono bagian luar.
Memakai Wig dari Ekor Kuda
Sebenarnya, kalau mau praktis, mungkin bisa membuat wig jadi dan tinggal memakainya. Namun karena seniman Noh ini sangat menghargai proses, terbukti dengan melestarikannya turun temurun, mereka lebih memilih wig rambut panjang yang masih terurai. Wig ini dari ekor kuda, karena wig dari rambut manusia berangsur langka
Mengikat Kepala dengan Tali dan Pembelah Rambut
Para pemain harus mengikatkan tali hitam kepada kepala, tampak ada pembelah rambut di depan. Biasanya ini digunakan untuk mengikat rambut pesumo saat hendak bertanding. Tampak depan, ternyata rambut dibelah dan ditarik ke belakang dan harus menutup pelipis samping, pipi atas hingga telinga.
Mengikatkan Topeng dan Siap Tampil
Terakhir, memakaikan topeng pada sang aktor dengan cara mengikatkannya. Dan aktor Noh pun siap tampil. Tomohiko Ueno, sang aktor, mengatakan salah satu kesulitan dan tantangannya adalah topeng Noh itu hanya memiliki 2 lubang kecil, sehingga membuat arah penglihatan terbatas. Dengan lubang mata sesempit itu aktor Noh mesti menari dan bergerak di panggung dengan luwes.
Sakai - Kozo Nagayama (40), adalah seorang master Noh, opera klasik Jepang dari abad ke-14. Kozo membagikan filosofi mengenai Noh, kesenian yang digelutinya sejak berusia 3 tahun. Ternyata, Kozo mempraktikkan filosofi itu dari hal yang sederhana, menjaga kebersihan di toilet.
"Secara filosofis, Noh ini banyak berkaitan dengan Zen dalam paham agama Buddha," kata Kozo saat menemui para jurnalis Asean Sakai Week 2013 di Kuil Takakuraji, Sakai, Jepang.
Sebagai seniman Noh, Kozo mengatakan yang paling sulit adalah mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Menjalani kehidupan yang baik dan penuh keindahan itu, menurutnya penting, agar dirinya bisa tampil di atas panggung dengan baik pula.
"Kalau hidup dengan baik, bisa tampil dengan baik pula. Untuk hidup dengan baik yang penting adalah menjaga kebersihan. Seperti menjaga kebersihan toilet, itu penting supaya bisa hidup baik," tutur Kozo serius.
Kozo lantas menceritakan bahwa dirinya mempelajari kesenian ini secara turun temurun dari leluhurnya sejak 650 tahun lalu. Awalnya ada 26 orang yang membentuk komunitas dan sanggar untuk memainkan opera Noh ini. Mereka menurunkan keahlian dengan melatih anak-anaknya. Sanggar juga menjadi bercabang-cabang, salah satunya sanggar Kanze di mana dia belajar Noh dan kini mengajarkannya kembali.
Kendati demikian, Kozo dengan rendah hati menolak bila dibilang menjadi master Noh. "Saya belum menjadi master karena saya sampai sekarang ini juga masih belajar. Yang kepala master itu ada, yang usianya 80 tahun, spiritualnya sudah sangat tinggi," ujar Kozo merendah.
Menjalani hidup sebagai seniman Noh karena keturunan, Kozo tidak merasa terpaksa karena memikul kewajiban melestarikan kesenian dan kebudayaan ini. Hal itu dijalaninya dengan sepenuh hati. Lantas bagaimana dia bisa bertahan hidup dari kesenian ini? "Saya biasanya tampil dalam festival-festival dan itu dibayar. Kalau tidak begitu, saya tidak makan," kata Kozo.
Kozo juga mengajar kursus warga biasa yang ingin belajar Noh dan tentu saja, dia mendapatkan penghasilan dari situ. Salah satunya, Kozo mengajar Noh di Kuil Takakuraji ini sebagai tempat latihan seminggu sekali.
Sebagaimana orang tuanya dulu mengajari dirinya kesenian ini sejak berusia 3 tahun, Kozo mengatakan sudah menjadi kewajibannya mendidik anaknya berkesenian ini sejak dini. Anak Kozo perempuan, sementara kesenian ini dilakoni mayoritas oleh laki-laki.
"Dulu perempuan memang sangat dibedakan sekali, tidak boleh tampil. Namun akhir-akhir ini sudah mulai ada kelompok perempuan yang bermain Noh," jelas Kozo.
Lantas, bagaimana bila putrinya tak mau meneruskan kesenian ini? "Sebagai orang tua, kami wajib melestarikan tradisi. Jadi saya mengajari anak saya, harus. Kalau dia tidak mau, ya..saya harus menerimanya," tutup Kozo.
Begini Cara Mendandani Lelaki Pemain Opera Klasik Jepang Noh
Sakai - Memakai kostum Noh, opera klasik Jepang, ternyata cukup ribet. Namun seniman Noh sangat menghargai proses. Ketelatenan, kesabaran dan keterampilan menjadi kuncinya. Yuk, simak setahap demi setahap memakai kostum Noh.
Demo memakai kostum ini diperagakan master Noh, Kozo Nagayama (40) dengan Tomohiko Ueno (24), yang menjadi modelnya, di Kuil Takakura-ji, Sakai, Jepang.
Kozo menjelaskan memakaikan kostum Noh ini butuh proses 15-20 menit. Aktor yang sedang dipakaikan kostum, dilarang berbicara, karena aktor dianggap sedang mengalami transformasi dari dirinya menjadi tokoh yang akan diperankan.
"Aktor hanya boleh bersuara bila ditanya oleh yang memakaikan kostum. Misalnya, jika ditanya sudah merasa kencang atau belum? Dia hanya bisa menjawab 'iya' dan 'tidak'," kata Kozo.
Kali ini kostum dipakaikan ke aktor Tomohiko Ueno (24) oleh Kozo Nagayama, sang master. Tomohiko akan berperan menjadi geisha yang hidup pada abad ke-8, berikut tahapannya:
Memakai Kimono Putih dan Kimono Sutra Berbordir
Aktor di sini sudah memakai stocking putih dan kimono kain. Kemudian ditutup lagi dengan kimono satin warna putih plus penutup kepala. Kostum kimono ini berbahan sutra dan berbordir. Kostum ini menentukan karena bisa menunjukkan peran yang dimainkan, mulai dari jenis kelamin hingga kasta sosial dengan warna dan bahan tertentu.
Pakai Tak Lebih dari 2 Tali
Dalam memakai kostum kimono, Kozo menjelaskan, tidak menggunakan lebih dari 2 tali. Tali pertama untuk kimono bagian dalam, tali kedua untuk kimono bagian luar.
Memakai Wig dari Ekor Kuda
Sebenarnya, kalau mau praktis, mungkin bisa membuat wig jadi dan tinggal memakainya. Namun karena seniman Noh ini sangat menghargai proses, terbukti dengan melestarikannya turun temurun, mereka lebih memilih wig rambut panjang yang masih terurai. Wig ini dari ekor kuda, karena wig dari rambut manusia berangsur langka
Mengikat Kepala dengan Tali dan Pembelah Rambut
Para pemain harus mengikatkan tali hitam kepada kepala, tampak ada pembelah rambut di depan. Biasanya ini digunakan untuk mengikat rambut pesumo saat hendak bertanding. Tampak depan, ternyata rambut dibelah dan ditarik ke belakang dan harus menutup pelipis samping, pipi atas hingga telinga.
Mengikatkan Topeng dan Siap Tampil
Terakhir, memakaikan topeng pada sang aktor dengan cara mengikatkannya. Dan aktor Noh pun siap tampil. Tomohiko Ueno, sang aktor, mengatakan salah satu kesulitan dan tantangannya adalah topeng Noh itu hanya memiliki 2 lubang kecil, sehingga membuat arah penglihatan terbatas. Dengan lubang mata sesempit itu aktor Noh mesti menari dan bergerak di panggung dengan luwes.
0 komentar:
Post a Comment