728x90 AdSpace

Saat Kau butuhkan tetesan air 'tuk segarkan relung jiwamu yang mulai mengering...

  • Latest News

    Tak Perlu Punya Barangnya Untuk Jadi Sukses !!!

    Laporan dari Dubai

    Bisnis IoT Mau Sukses? Ayo Bersatu Tiru Apple!

    Dubai - Internet of Things (IoT) diakui belum mencapai potensi maksimalnya. Salah satu problemnya adalah standardisasi yang berbeda-beda antar pemain di industri ini. Kalau mau sukses, tak usah malu-malu meniru gaya Apple.

    Kesuksesan Apple dalam membangun kerajaan bisnis ternyata ikut menginspirasi para vendor teknologi seperti Cisco, Siemens, Schneider Electric, GE, hingga Ericsson yang ikut serta dalam IoT World Forum 2015 di Dubai, Uni Emirat Arab.

    Bahkan, Rabih Dabboussi, Managing Director Cisco UAE, sampai berkali-kali menyebut nama Apple sebagai contoh sukses dalam membangun bisnis handset yang menguntungkan.

    "Kesuksesan Apple menjual jutaan iPhone dalam beberapa tahun ke belakang tak bisa dipungkiri berkat keberhasilannya membangun ekosistem," kata Dabboussi dalam diskusi bersama media dari Asia Pasifik termasuk detikINET di sela acara IoT tersebut.

    Apple sejak awal meluncurkan iPhone, tak cuma memikirkan masalah distribusi penjualan produknya saja. Namun juga telah menyiapkan segalanya dari hulu ke hilir. Mulai dari pilihan pabrik hingga membangun toko aplikasi.

    Nah, toko aplikasi atau App Store inilah yang kemudian membuat para penggunanya semakin betah. Semuanya dibangun dan dikontrol oleh Apple, sehingga para iPhone user tak perlu lagi melirik smartphone lain.

    Kalaupun ada yang berhasil menggoyang hegemoni Apple tak lain adalah Android. Nah, Android ini bisa sukses karena mereka diadopsi beramai-ramai oleh multi vendor. Kehadiran Android juga untuk mengambil celah bisnis yang tak digarap Apple, misalnya harga handset yang lebih murah.

    Hal yang sama juga bisa terjadi di industri IoT. President Smart + Connected Communities, Deputy Chief Globalization Officer Cisco Anil Menon menilai, potensi IoT belum tergarap sepenuhnya.

    Dikatakan olehnya, bahwa di tahun 2013, jumlah perangkat yang masih belum terhubung ke internet mencapai 99,25%, namun angka itu turun menjadi 99,07% pada tahun 2014. Kemudian di tahun 2015 ini akan menjadi 98,85%.

    Meski demikian, masih kecilnya persentase adopsi perangkat internet itu tak sebanding dengan pendapatan global dari IoT yang justru meningkat lebih dari 18%. Dari USD 655,8 miliar di 2014 menjadi USD 779,9 miliar di akhir 2015 ini.

    "Industri IoT tumbuh dua kali lipat dari tahun ke tahun, sementara jumlah koneksi IoT di bidang manufaktur telah tumbuh 204% secara year on year," kata Menon. Padahal, lanjutnya, IoT ini baru saja selesai dari masa inkubasi.

    Dari total 12 miliar perangkat yang sudah terhubung ke internet di 2015 ini, Cisco meyakini dalam lima tahun ke depan atau 2020 akan ada 50 miliar perangkat yang bisa terhubung ke internet dan dapat dikendalikan dari jarak jauh.

    Namun yang jadi masalah, kata Menon, hingga saat ini belum ada standardisasi baku tentang IoT ini. Dari hal sepele masalah penamaannya saja bisa berbeda-beda. Oleh Cisco, IoT kerap didefinisikan sebagai IoE atau Internet of Everything.

    Belum lagi Siemens juga punya istilah sendiri, WoS alias Web of Systems. Padahal sebenarnya, berbeda-beda nama maksud dan tujuannya tetap sama. Namun tanpa adanya standardisasi, laju IoT tentu tak akan sekencang proyeksi.

    "Masalah standardisasi ini mengingatkan kita pada kisah Betamax vs VHS. Betamax punya Sony sebenarnya lebih baik, namun karena yang mengadopsi VHS lebih banyak akhirnya dia yang jadi standard. Tak perlu bagus-bagus amat, yang penting standarnya sama," kata dia.

    Dengan persamaan standardisasi ini, Menon menilai ekosistem di IoT -- baik dari sisi vendor infrastruktur, vendor perangkat, bahkan pengembang aplikasinya, jadi punya tatanan baku yang jadi patokan untuk berkreasi lebih disruptif lagi.

    "Bayangkan apa yang bisa dilakukan IoT jika berhasil menciptakan disruptive innovation. Kalian tahu, siapa penyedia taksi paling besar di dunia, padahal tak punya taksi: Uber. Siapa penyedia hotel paling tenar padahal tak punya hotel: AirBnb. Siapa toko terbesar di dunia padahal tak punya toko: Alibaba. IoT bisa memberikan peluang untuk disruptive innovation seperti itu," kata Dabboussi membayangkan.

    Internet: Kuburan Bagi yang Malas Berinovasi

    Dubai - Internet membuka jutaan peluang baru sekaligus menjadi kuburan bagi yang malas berinovasi. Anda harus memilih salah satu dari kedua sisi ini: terus berinovasi agar bisa bertahan, atau memilih mati perlahan-lahan tanpa perlawanan.

    Sudah banyak contoh yang bisa kita lihat dari kedua sisi internet. Friendster, misalnya. Di saat masa-masa jayanya, siapa yang tak kenal jejaring sosial yang satu ini. Namun dalam sekejap, kerajaan itu pun runtuh sejak hadirnya inovasi baru dari seorang anak ingusan bernama Mark Zuckerberg: Facebook.

    Dalam satu dekade terakhir, Facebook masih tetap bertahan meskipun banyak media sosial yang datang menghadang. Kuncinya cuma satu, terus berinovasi -- apapun caranya. Begitupun dengan Google yang berhasil mengangkangi Yahoo. Dan masih banyak contoh lainnya.

    Internet saat ini tak cuma menghubungkan manusia dengan manusia lainnya. Internet telah berevolusi. Kini, internet pun telah merasuki segala perangkat. Internet of Things (IoT) mereka menyebutnya. Sebuah era baru di dunia teknologi informasi.

    Dengan dimulainya sebuah era baru, pastinya akan membuka banyak sekali peluang: jutaan, miliaran, bahkan lebih. Namun era baru ini juga bisa menjadi sebuah akhir dari era yang lama -- seperti yang sudah-sudah.

    "Survival for the fittest," demikian disampaikan Executive Chairman Cisco, John Thomas Chambers, saat menemui perwakilan media dari seluruh dunia, termasuk detikINET, di sela IoT World Forum 2015 di Dubai, Uni Emirat Arab.

    Ia menjelaskan pandangannya akan IoT. Menurutnya, IoT bukan hanya sekedar teknologi baru, tetapi juga jalan menuju banyak peluang baru. IoT sendiri memang tidak diterima begitu saja oleh berbagai pihak.

    Tidak sedikit yang masih meragukan apa yang bisa ditawarkan oleh hal yang satu ini. Bahkan, tidak sedikit anggapan bahwa IoT hanya sekedar teknologi baru yang bisa diadopsi bilamana memang dirasa telah dibutuhkan.

    Sayangnya, pandangan ini justru bisa berbalik menyerang siapapun yang memandang IoT hanya sebagai sebuah teknologi baru. IoT sendiri harus lebih dipandang sebagai sebuah jalan menuju peluang baru.

    Bagi John yang puluhan tahun memimpin Cisco, adopsi IoT ini sendiri telah menunjukkan bahwa siapa yang cepat mengadopsinya ternyata bisa menawarkan nilai lebih, yang pada akhirnya menjadi penghambat bagi yang belum mengadopsinya.

    Ia memandang, IoT benar-benar telah mengubah dunia. Tidak peduli seberapa besar sebuah kota, atau seberapa kuat suatu perusahaan, lawan dengan skala yang lebih kecil yang memiliki daya adaptasi lebih cepat dengan IoT ternyata telah menunjukkan daya saing yang lebih baik.

    Tanpa disadari, menurut mantan orang nomor satu di perusahan teknologi asal San Francisco tersebut, lawan dengan implementasi IoT bisa jadi jauh melampaui pihak yang enggan beradaptasi dengan pergerakan IoT yang sangat cepat ini.

    Terkait adopsi IoT sendiri, memang masih banyak hal yang membuat suatu pihak menunda, atau bahkan belum memikirkan hal itu. Hal ini tidak lain disebabkan masih kurangnya kesadaran bahwa IoT mampu menjadi pembuka kesempatan baru.

    Terlebih lagi banyak pihak terkait IoT yang lebih suka menonjolkan apa yang mereka tahu, bukan gambaran luas terkait manfaat IoT. Dalam hal ini, menurut John, sebaiknya semua pihak terkait berjalan bersama untuk membahas masalah itu bersama.

    John percaya, kolaborasi akan menjadi kunci yang sangat menentukan dalam mendorong adopsi IoT ini sendiri. Tanpa kolaborasi yang baik, tidak akan ada tawaran IoT yang bisa memberikan nilai jauh lebih baik bagi para pengadopsinya, dibandingkan dengan potensi yang ada.

    Oleh karena itu, Cisco ingin agar adopsi IoT ini tidak disikapi sebagai sekedar adopsi teknologi baru belaka, tetapi sebabai pembuka banyak sekali kemungkinan yang bisa menguntungkan banyak pihak di waktu yang akan segera datang.

    "Kita lihat, bagaimana Uber dan AirBnb berhasil membuat disruptive innovation. Uber menjadi perusahaan taksi terbesar di dunia padahal tak punya taksi. AirBnb jadi raja di bisnis hospitality padahal tak punya hotel. Kita semua dituntut agar terus disruptif. Pilihannya cuma satu: be disruptive or be disrupted," pungkas John.

    Internet: Kuburan Bagi yang Malas Berinovasi
    Dubai - Internet membuka jutaan peluang baru sekaligus menjadi kuburan bagi yang malas berinovasi. Anda harus memilih salah satu dari kedua sisi ini: terus berinovasi agar bisa bertahan, atau memilih mati perlahan-lahan tanpa perlawanan.

    Sudah banyak contoh yang bisa kita lihat dari kedua sisi internet. Friendster, misalnya. Di saat masa-masa jayanya, siapa yang tak kenal jejaring sosial yang satu ini. Namun dalam sekejap, kerajaan itu pun runtuh sejak hadirnya inovasi baru dari seorang anak ingusan bernama Mark Zuckerberg: Facebook.

    Dalam satu dekade terakhir, Facebook masih tetap bertahan meskipun banyak media sosial yang datang menghadang. Kuncinya cuma satu, terus berinovasi -- apapun caranya. Begitupun dengan Google yang berhasil mengangkangi Yahoo. Dan masih banyak contoh lainnya.

    Internet saat ini tak cuma menghubungkan manusia dengan manusia lainnya. Internet telah berevolusi. Kini, internet pun telah merasuki segala perangkat. Internet of Things (IoT) mereka menyebutnya. Sebuah era baru di dunia teknologi informasi.

    Dengan dimulainya sebuah era baru, pastinya akan membuka banyak sekali peluang: jutaan, miliaran, bahkan lebih. Namun era baru ini juga bisa menjadi sebuah akhir dari era yang lama -- seperti yang sudah-sudah.

    "Survival for the fittest," demikian disampaikan Executive Chairman Cisco, John Thomas Chambers, saat menemui perwakilan media dari seluruh dunia, termasuk detikINET, di sela IoT World Forum 2015 di Dubai, Uni Emirat Arab.

    Ia menjelaskan pandangannya akan IoT. Menurutnya, IoT bukan hanya sekedar teknologi baru, tetapi juga jalan menuju banyak peluang baru. IoT sendiri memang tidak diterima begitu saja oleh berbagai pihak.

    Tidak sedikit yang masih meragukan apa yang bisa ditawarkan oleh hal yang satu ini. Bahkan, tidak sedikit anggapan bahwa IoT hanya sekedar teknologi baru yang bisa diadopsi bilamana memang dirasa telah dibutuhkan.

    Sayangnya, pandangan ini justru bisa berbalik menyerang siapapun yang memandang IoT hanya sebagai sebuah teknologi baru. IoT sendiri harus lebih dipandang sebagai sebuah jalan menuju peluang baru.

    Bagi John yang puluhan tahun memimpin Cisco, adopsi IoT ini sendiri telah menunjukkan bahwa siapa yang cepat mengadopsinya ternyata bisa menawarkan nilai lebih, yang pada akhirnya menjadi penghambat bagi yang belum mengadopsinya.

    Ia memandang, IoT benar-benar telah mengubah dunia. Tidak peduli seberapa besar sebuah kota, atau seberapa kuat suatu perusahaan, lawan dengan skala yang lebih kecil yang memiliki daya adaptasi lebih cepat dengan IoT ternyata telah menunjukkan daya saing yang lebih baik.

    Tanpa disadari, menurut mantan orang nomor satu di perusahan teknologi asal San Francisco tersebut, lawan dengan implementasi IoT bisa jadi jauh melampaui pihak yang enggan beradaptasi dengan pergerakan IoT yang sangat cepat ini.

    Terkait adopsi IoT sendiri, memang masih banyak hal yang membuat suatu pihak menunda, atau bahkan belum memikirkan hal itu. Hal ini tidak lain disebabkan masih kurangnya kesadaran bahwa IoT mampu menjadi pembuka kesempatan baru.

    Terlebih lagi banyak pihak terkait IoT yang lebih suka menonjolkan apa yang mereka tahu, bukan gambaran luas terkait manfaat IoT. Dalam hal ini, menurut John, sebaiknya semua pihak terkait berjalan bersama untuk membahas masalah itu bersama.

    John percaya, kolaborasi akan menjadi kunci yang sangat menentukan dalam mendorong adopsi IoT ini sendiri. Tanpa kolaborasi yang baik, tidak akan ada tawaran IoT yang bisa memberikan nilai jauh lebih baik bagi para pengadopsinya, dibandingkan dengan potensi yang ada.

    Oleh karena itu, Cisco ingin agar adopsi IoT ini tidak disikapi sebagai sekedar adopsi teknologi baru belaka, tetapi sebabai pembuka banyak sekali kemungkinan yang bisa menguntungkan banyak pihak di waktu yang akan segera datang.

    "Kita lihat, bagaimana Uber dan AirBnb berhasil membuat disruptive innovation. Uber menjadi perusahaan taksi terbesar di dunia padahal tak punya taksi. AirBnb jadi raja di bisnis hospitality padahal tak punya hotel. Kita semua dituntut agar terus disruptif. Pilihannya cuma satu: be disruptive or be disrupted," pungkas John.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Tak Perlu Punya Barangnya Untuk Jadi Sukses !!! Rating: 5 Reviewed By: Blogger
    Scroll to Top