728x90 AdSpace

Saat Kau butuhkan tetesan air 'tuk segarkan relung jiwamu yang mulai mengering...

  • Latest News

    Jangan Pernah Lupa Dari Mana Sebenarnya Kita Berasal

    Papat Kalima Tunggal Sebuah Prinsip Kebangsaan

    by Dedi Mulyadi

    Purwakarta - Papat atau empat merupakan kata yang sering terucap dari bibir-bibir mungil anak pedesaan dalam mengakrobatikkan seluruh ekspresi kegembiraannya mengisi hari-hari yang penuh kebahagiaan. Kalimat itu juga sering muncul dalam petuah dan nasihat tokoh-tokoh kampung pada berbagai kenduri yang selalu mengajarkan harmoni antara manusia dan alam yang berpuncak pada kemuliaan dan memuliakan Sang Maha Pencipta.

    Angka empat menunjukkan tentang perjanjian kelahiran sebagai makhluk bumi yang mendiami sebuah wilayah domisili, bersifat geografis yang meliputi empat jenis material; tanah, air, udara, dan api (matahari). Keempat material tersebut merupakan bahan dasar terbentuknya wujud material manusia sehingga persenyawaannya melahirkan watak yang bersifat hidup.

    Kehidupan adalah persenyawaan. Persenyawaan adalah spirit kasih sayang. Dalam prinsip kasih sayang selalu ada yang didahulukan, selalu muncul sifat mengalah, bahkan berkorban untuk kepentingan perjalanan kehidupan itu sendiri. Sifat mengalah dan berkorban atas nama cinta tak akan melahirkan rasa sakit hati karena dikalahkan dan dikorbankan. Senyawa material tersebut melahirkan identitas yang membentuk karakter pada setiap wilayah kemudian melahirkan keragaman kebudayaan.

    Karakteristik wilayah melahirkan identitas produk yang meliputi bahasa, makanan, pakaian, dan seni sehingga terjadilah interaksi kebudayaan yang melahirkan dinamika hubungan antar peradaban yang bersifat ekonomi, politik, dan sosial. Dari prinsip karakteristik wilayah itulah pembangunan dapat dirumuskan secara sempurna yang memiliki watak harmoni dengan keragaman produktivitas yang bersumber dari seluruh piranti alamiah yang dimiliki sebuah wilayah.

    Kesuburan tanah melahirkan keanekaragaman produk pertanian, kehutanan dan perkebunan; hamparan rumput yang hijau adalah surga dunia peternakan di negeri khatulistiwa. Aliran sungai, danau, payau dan laut, melahirkan keanekaragaman produk perikanan dan kelautan serta produk energi listrik yang mampu dibangun di sudut-sudut kampung dan desa; sinar matahari dalam kelembutan dan keganasannya adalah energi terbesar yang mampu membuat terang seluruh ruang tatkala seluruh jendela terbuka tanpa harus menghabiskan energi di dalam ruang ketika siang hari yang menguras seluruh isi kantong keluarga, industri dan negara. Ketika senja seluruh mata memandang mengantar kepergiannya menutup perjalanan hari dengan sejuta romantisme keindahan. 

    Udara yang berhembus dengan ketajaman dan kelembutannya akan melahirkan energi gerak yang menggerakkan baling-baling dan kincir-kincir, menyempurnakan seluruh energi air dan matahari yang kita miliki. Sebuah ironi di negeri yang sempurna, kita mengalami kekurangan pangan dan energi.

    Kalima tunggal melambangkan kesempurnaan antara ruh dan jasad material dalam perjalanan menuju ke alam asal. Papat kalima tunggal merupakan prinsip nasionalisme kebangsaan; tak ada kedaulatan tanpa kita memahami asal. Jangan-jangan berbagai problematika bangsa yang kita alami hari ini adalah karena kita terlalu sibuk dengan prinsip dan rumusan hidup orang lain yang membuat kita lupa dari mana sebenarnya kita berasal.

    *) Dedi Mulyadi adalah Bupati Purwakarta
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Jangan Pernah Lupa Dari Mana Sebenarnya Kita Berasal Rating: 5 Reviewed By: Blogger
    Scroll to Top