Perbedaan Cara Pandang Orang Kaya & Orang Miskin
Cara pandang dalam berbisnis antara orang kaya dan orang miskin sangat berbeda. Perbedaan ini sulit dilihat karena ibarat pengendara motor yang tiba-tiba nyetir mobil, tentu akan belok kanan-belok kiri, selap sana-selip sini.
"Dia tidak sadar, ekor mobil lebih panjang dibanding sepeda motor," kata pakar entrepreneur Goenardjoadi Goenawan.
Hal yang sama, kata dia, juga terjadi pada bisnis dan pengelolaan keuangan. Berikut perbedaannya:
Orang miskin:
Mengambil risiko dan eksposur, obyek yang rentan dengan risiko. Coba lihat semua orang ambil KPR, dari rumah seharga Rp400 juta di-KPR-kan dengan Rp700 juta. Ini sangat berisiko.
Orang kaya:
Tidak mengambil risiko dan menghindari eksposur. Mudahnya kira kira begini, kalau uang Anda Rp200 juta maka Anda ingin menjadi Rp2 miliar. Tapi bila uang anda Rp5 miliar Anda harus melindunginya. Takut hilang. "Orang kaya secara otomatis mencari aman," katanya.
Jika punya uang Rp5 juta, Anda naik motor bukan? Supaya praktis. Kalau uang Rp5 miliar Anda cari mobil yang aman. Keamanan.
Jadi kalau Anda punya uang Rp5 miliar, lalu Anda ambil KPR Rp12 miliar itu sama saja dengan gaya orang miskin. Sangat berisiko. Makanya, begitu ada perubahan peraturan Bank Indonesia soal uang muka KPR yang naik dari 30 menjadi 50 persen, ada yang langsung pingsan ambruk karena pasar properti anjlok, padahal kreditnya masih Rp50 miliar.
"Itu karena gayanya masih suka mengambil eksposur," katanya.
Warren Buffet mengatakan kalau Anda ingin mengukur kedalaman danau, jangan turunkan kedua kaki Anda. Anda bisa kecebur dan tenggelam.
Ada pengusaha yang memiliki gudang di komplek industri yang aman. Ketika bisnisnya membesar dia pindah ke tanah kampung yang lebih besar, lebih murah, di pinggir gang. Ini konyol karena Anda sangat berisiko terhadap inventory Anda sebesar Rp20 miliar. Ini bisa terbakar hanya gara-gara puntung rokok.
Ada pengusaha cat besar. Untuk mengembangkan, dia memproduksi thinner. Tapi ini salah. Karena sangat berrisiko. Thinner sangat mudah terbakar. Makanya, sekarang cat jarang yang menggunakan pengencer dari thinner.
Orang miskin:
Menomorsatukan kesempatan (opportunity) dan mengambil eksposur. Orang kaya memiliki waktu. Dia akan menunda deal negotiations hingga pihak lain menjadi lapar dan terdesak.
Orang kaya:
Tidak mengutamakan opportunity. Tidak. Dia mengutamakan security. Mengindari risiko dan eksposur. Dalam negosiasi, orang miskin selalu melihat opportunity. Orang kaya selalu mencari backdoor. Bagaimana keluarnya. Bukan mencari masuknya.
Misalnya ketika membuka gerai restoran, orang kaya memikirkan bagaimana caranya relokasi, orang miskin memikirkan bagaimana masuk dan mendirikan gerai.
Ada pengusaha yang punya empat cabang restoran di beberapa mal, semuanya mau ditutup, tapi tidak bisa karena tersangkut kontrak 5 tahun. "Ini mau nutup perusahaan sendiri saja tidak bisa karena terpaku kontrak, susah."
Cara pandang dalam berbisnis antara orang kaya dan orang miskin sangat berbeda. Perbedaan ini sulit dilihat karena ibarat pengendara motor yang tiba-tiba nyetir mobil, tentu akan belok kanan-belok kiri, selap sana-selip sini.
"Dia tidak sadar, ekor mobil lebih panjang dibanding sepeda motor," kata pakar entrepreneur Goenardjoadi Goenawan.
Hal yang sama, kata dia, juga terjadi pada bisnis dan pengelolaan keuangan. Berikut perbedaannya:
Orang miskin:
Mengambil risiko dan eksposur, obyek yang rentan dengan risiko. Coba lihat semua orang ambil KPR, dari rumah seharga Rp400 juta di-KPR-kan dengan Rp700 juta. Ini sangat berisiko.
Orang kaya:
Tidak mengambil risiko dan menghindari eksposur. Mudahnya kira kira begini, kalau uang Anda Rp200 juta maka Anda ingin menjadi Rp2 miliar. Tapi bila uang anda Rp5 miliar Anda harus melindunginya. Takut hilang. "Orang kaya secara otomatis mencari aman," katanya.
Jika punya uang Rp5 juta, Anda naik motor bukan? Supaya praktis. Kalau uang Rp5 miliar Anda cari mobil yang aman. Keamanan.
Jadi kalau Anda punya uang Rp5 miliar, lalu Anda ambil KPR Rp12 miliar itu sama saja dengan gaya orang miskin. Sangat berisiko. Makanya, begitu ada perubahan peraturan Bank Indonesia soal uang muka KPR yang naik dari 30 menjadi 50 persen, ada yang langsung pingsan ambruk karena pasar properti anjlok, padahal kreditnya masih Rp50 miliar.
"Itu karena gayanya masih suka mengambil eksposur," katanya.
Warren Buffet mengatakan kalau Anda ingin mengukur kedalaman danau, jangan turunkan kedua kaki Anda. Anda bisa kecebur dan tenggelam.
Ada pengusaha yang memiliki gudang di komplek industri yang aman. Ketika bisnisnya membesar dia pindah ke tanah kampung yang lebih besar, lebih murah, di pinggir gang. Ini konyol karena Anda sangat berisiko terhadap inventory Anda sebesar Rp20 miliar. Ini bisa terbakar hanya gara-gara puntung rokok.
Ada pengusaha cat besar. Untuk mengembangkan, dia memproduksi thinner. Tapi ini salah. Karena sangat berrisiko. Thinner sangat mudah terbakar. Makanya, sekarang cat jarang yang menggunakan pengencer dari thinner.
Orang miskin:
Menomorsatukan kesempatan (opportunity) dan mengambil eksposur. Orang kaya memiliki waktu. Dia akan menunda deal negotiations hingga pihak lain menjadi lapar dan terdesak.
Orang kaya:
Tidak mengutamakan opportunity. Tidak. Dia mengutamakan security. Mengindari risiko dan eksposur. Dalam negosiasi, orang miskin selalu melihat opportunity. Orang kaya selalu mencari backdoor. Bagaimana keluarnya. Bukan mencari masuknya.
Misalnya ketika membuka gerai restoran, orang kaya memikirkan bagaimana caranya relokasi, orang miskin memikirkan bagaimana masuk dan mendirikan gerai.
Ada pengusaha yang punya empat cabang restoran di beberapa mal, semuanya mau ditutup, tapi tidak bisa karena tersangkut kontrak 5 tahun. "Ini mau nutup perusahaan sendiri saja tidak bisa karena terpaku kontrak, susah."
0 komentar:
Post a Comment