728x90 AdSpace

Saat Kau butuhkan tetesan air 'tuk segarkan relung jiwamu yang mulai mengering...

  • Latest News

    Selayang Pandang Riwayat Sang Dermawan dari Medan - Tjong A Fie

    Mayor Tionghoa TJONG A FIE .

    Tjong Fung Nam berasal dari daerah Kwang Tung, di bagian selatan dari Negeri Tiongkok, beliau dilahirkan pada Tahun 1860 didaerah Moyan / Meixian , beliau berasal dari Suku Khe atau Hakka.

    Tjong Fung Nam ( demikian nama asli dari Tjong A Fie ) berasal dari keluarga sederhana, ayahnya yang sudah tua itu memiliki sebuah toko kelontong kecil2an, bersama dengan sang kakak Tjong Yong Hian dia harus meninggalkan bangku sekolah karena harus membantu menjaga toko ayahnya, dalam setiap urusan dagang kakaknya mengharuskan dia mempertimbangkan terlebih dahulu suatu keputusan dengan masak-masak. Sejak kecil dia sudah dibiasakan hidup hemat dan sederhana, karena keluarganya selalu menghindari sikap boros dan mengeluarkan uang seefektif mungkin.

    Walaupun hanya sekolah seadanya tapi dia cukup cerdas dan dengan cepat bisa menguasai kiat-kiat dagang hingga usaha keluarga yg dikelolanya mendapatkan kemajuan. Tapi seorang Tjong A Fie tidak puas hanya sampai disitu, dia mempunyai suatu cita-cita yang lain, ia ingin merantau dan mengadu nasib di perantauan utk mencari kekayaan dan menjadi manusia terpandang. Tekad inilah yang membawanya merantau ke Hindia Belanda.



    Dalam usia 18 Tahun dan berbekal 10 keping perak uang Manchu yang diikatkan dipinggangnya dia menetapkan hati menyusul kakaknya Tjong Yong Hian yang sudah 5 tahun menetap di Sumatra, setelah berbulan-bulan berlayar dengan Jung, akhirnya ia tiba di Pelabuhan Deli, ternyata sang kakak sudah berhasil menjadi pemuka masyarakat Tionghoa setempat dengan gelar Liutenant der Chinezen.

    Tjong Yong Hian memulai usahanya sebagai pemasok barang-barang di berbagai perkebunan tembakau dan kelapa sawit milik orang-orang Belanda, disamping itu dia juga memasok tenaga kerja yang didatangkan dari Daratan Tiongkok ( sekarang mungkin semacam Perusahaan Penyalur TKI ), dia juga mengirimkan Tenaga Kerja ke berbagai negara yang membutuhkannya, tapi seperti kebanyakan Opsir Tionghoa pada waktu itu kebanyak dari harta mereka diperoleh dari Perdagangan Candu dan membuka Rumah Judi.



    Para pemilik Perkebunan memang sengaja melegalkan Candu dan Judi karena mereka memang menginginkan para buruh itu akan ketagihan dan ketergantungan pada candu dan tidak mau bekerja bila tidak ada candu, uang para buruh ini juga banyak dihabiskan dimeja judi sampai pada akhir kontraknya yg umumnya 3 Tahun para buruh tsb tidak dapat kembali kenegerinya dan dengan demikian para Tuan Pemilik Perkebunan tak perlu mengeluarkan uang utk mendatangkan buruh lagi.

    Tjong A Fie Tidak mau tergantung ada kakaknya yang telah berhasil memupuk kekayaan dan menjadi pimpinan orang Tionghoa yang dihormati, karena jiwa mandirinya yang demikian kuat akhirnya dia memilih bekerja serabutan ditoko milik Tjong Sui Fo, mulai dari memegang buku , melayani pelanggan toko dan menagih utang serta tugas2 toko lainnya. Ia pandai bergaul dan selalu melakukan tugas dengan baik, tagihan2 pun lancar ditangannya sehingga sang majikan merasa puas dengn hasil kerjanya, teman2nya tidak hanya dari golongan Tionghoa saja tetapi juga dari orang Melayoe, Arab , India maupun orang Belanda. Akhirnay ia pun mahir berbahasa Melayu yg banyak dipakai dlm pergaulan sehari-hari disana.

    Tjong Sui Fo juga menjadi pemeasok kebutuhan penjara dan Tjong A Fie sering dirugaskan kemengantar barang kesana, kesempatan ini digunakan oleh Tjong A Fie utk berbincang-bincang dengan para narapidana disana, Ternyata banyak dari orang Tionghoa yg ditahan disana bukan karena berbuat kejahatan tapi karena menjadi angota dari organisasi rahasia yg terlarang, ia pun bersimpati pada mereka meski ia tahu bahwa menjadi anggota organisasi tsb adalah ilegal.

    Dengan kulitnya yg kecoklatan Tjong A Fie tumbuh menjadi sosok yg tangguh, dia sangat menjauhi Perjudian, Candu , Pelacur maupun Mabuk-mabukan. Ia tumbuh menjadi teladan karena watak kepemimpinannya yg sangat kuat dan menonjol, dalam berbagai perselisihan antara orang Tionghoa ataupun dengan pihak lainnya ia sering ditunjuk menjadi penengah.

    Didaerah perkebunan sering kali terjadi kerusuhan dan pertumpahan darah, ini disebabkan larat belakang suku dan etnis yang berbeda dari para buruh tsb dan hal ini sangat merepotkan pihak Belanda.

    Tjong A Fie pun dipercaya dan sering diminta oleh pihak Belanda untuk membantu mengatasi permasalahan ini dan ternyata semua itu beres ditangannya sampai akhirnya ia menjadi sangat disegani dan mendapatkan banyak kepercayaan dari berbagai pihak di Labuhan Deli.

    Dia minta berhenti bekerja dari Tjong Sui Fo ( yang sebenarnya masih termasuk pamannya ) karena berbagai pihak mengajukan dia kepada pihak Belanda untuk mengangkat nya sebagai Wijkmeester, akhirnya pihak Belanda setuju dan mengangkatnya menjadi Luitenant Tionghoa, tetapi dia tidak lupa pada jasa-jasa bekas majikannya Tjong Sui Fo dan tetap berhubungan walaupun akhirnya dia harus pindah ke Medan karena tugas-tugas dan pekerjaannya , dalam waktu singkat pangkatnya pun dinakan menjadi Kapitein.

    Di Medan Tjong A Fie bergaul secara luas dan dikenal sebagai pedagang yang luwes dan sangat dermawan, ia membina hubungan baik dengan Sultan Deli, Makmoen Al Rasyid Perkasa Alamsyah dan Tunku Raja Moeda. Tjong A Fie akhirnya dipercaya oleh Sultan Deli untuk mewakili beliau dalam berbagai urusan bisnis dan kepercayaan ini sangat dijaga dan semua urusan dilakukan dengan baik, berkat reputasinya tsb maka namanya menjadi kian terkenal di seluruh Deli, selain menjadi kepercayaan Sultan, Tjong A Fie pun menjalin hubngan dengan pihak pedagang lainnya termasuk para pedagang dari Eropa dan paar pejabat Pemerintahan setempat. Menjadi kepercayaan dari Sultan Deli itulah awal sukses dari Tjong A Fie, sampai Sang Sultan memberinya konsesi penyediaan atap Nipah untuk keperluan pembuatan bangsal2 di perkebunan tembakau.

    Tjong A Fie pun akhirnya berhasil memonopoli perdagangan candu utk daerah Deli dan dari situ dia mulai mengembangkan usahanya. Dengan menggunakan instuisinya ia membeli perkebunan karet Si Boelan yang akhirnya memberinya banyak keuntungan, padahal waktu itu yang jadi primadona adalah perkebunan tembakau, Tembakau Deli sangat terkenal di manca negara samapi ke Amerika, pada tahun 1891 harga tembakau mengalami penurunan yang sangat tajam akibat panen yg berlimpah di berbagai negara, dengan sendirinya harga menjadi anjlok drastis apalagi ditimpa dengan sistim tarif “Mc Kinley” yang menaikan bea masuk  tembakau, lalu orang mulai menoleh pada bisnis karet, kejadian inilah yang memberi Tjong A Fie keuntungan luar biasa.

    Tjong A Fie menjadi orang Tionghoa pertama yang mempunyai perkebunan tembakau dan dia juga membuka perkebunan teh di Bandar Baroe disamping perkebunan si Boelan miliknya, ia juga menanam uangnya pada perkebunan kelapa sawit yang sangat luas, di Sumatra Barat ia juga menanam modalnya dibidang Pertambangan.

    Dalam menjalankan bisnisnya, Tjong A Fie selalu mengamalkan 3 hal yakni, jujur, setia dan bersatu. Ia selalu berprinsip "di mana bumi dipijak disitulah langit dijunjung ". Ia pun membagikan lima persen keuntungannya kepada para pekerjanya.

    Seperti halnya Taipan dari Semarang Oei Tiong Ham maka Tjong A Fie juga memakai tenaga2 profesional dari berbagai suku , ada Tionghoa , ada Melayu, termasuk seorang Belanda yang bernama Adolf Kemerlingh Onnes yang dijadikan semacam konsultannya dan mengurus pembukuan semua perusahannya, tapi Onnes ini suka berbuat onar di keluarganya yaitu keluarga yg cukup terpandang dan terhormat di Negeri Belanda, hingga kemudian dia dikirim ke Hindia Belanda untuk bekerja di perkebunan tetapi berkali-kali ia dipecat. Pada suatu hari ia ditemukan oleh Tjong A Fie di sebuah hotel di Medan ketika sedang menghadapi gelas minuman keras yang sudah kosong.

    Tjong A Fie belum pernah melihat orang Belanda yg berpenampilan compang-camping dgn sepatu butut, ia menjadi sangat terkesan dengan kejujuran cerita dari Onnes dan menawarkan nya menjadi administratur pada perkebunan miliknya, ketika usaha Tjong A Fie semakin berkembang, Adolf Kemerlingh Onnes diangkat menjadi orang kepercayaan Tjong A Fie untuk mengurus semua perkebunan nya termasuk menjadi pengawas dan konsultan untuk semua Bank miliknya. Dalam mengembangkan bisnis nya Tjong A Fie juga bekerjasama dengan para pengusaha dari Medan, Penang, Singapura, Tiongkok dan Batavia untuk mengerjakan berbagai proyek.

    Bersama sang kakak Tjong Yong Hian , Tjong A Fie bekerjasama dengan Tio Siauw Siat alias Chang Pi Shih seorang konsul Tiongkok di Singapura dan mendirikan sebuah perusahaan kereta api The Chao-Chow & Swatow Railway Co.Ltd. di tiongkok selatan untuk menghubungkan kedua daerah tsb.

    Atas jasanya ini Tjong Yong Hian dianugrahi Gelar Kehomatan sebagai Menteri Perkerata Apian oleh Kaisar Manchu dan dia sempat menghadap kepada Ibu Suri Tsu Shi. Untuk mengenang jasa-jasanya maka wajah kakak beradik Tjong ini diabadikan dalam uang pecahan 20 sen.

    Partner dagang Tjong bersaudara di Tiongkok adalah Lim Nee Kar, pengusaha kaya yang tinggal di Pulai Kulangso dekat kota Amoy, kelak putri Tjong A Fie yang bernama Tjong Foek Yin alias Queeny Chang menikah dgn Lim King Jin, putera Lim Nee Kar.

    Pada 1907 Tjong A Fie berkongsi dengan Tio Siauw Siat mereka mendirikan Bank Deli yang akan memainkan peranan penting dalam pengembangan grup usaha milik Tjong A Fie, menantunya Lim King Jin diangkat menjadi manager Bank tsb, Pada 1916 di batavia dia bersama dengan Mayor Khouw Kiem An dan Kapitein Lie Tjian Tjoen dan kawan2 mendirikan Batavia Bank, Tjong A Fie menguasai 200 lembar dari seluruh 600 lembar saham yang ada.

    Ketika Tjong Yong Hian meninggal pada 1911, Tjong A Fie diangkat menjadi penggantinya dan pangkatnya dinaikan menjadi Mayor, sepanjang hidupnya dia banya berbuat sosial dan senang menolong orang susah serta miskin, hal ini mungkin berasala dari kepercayaannya bahwa harta yang berasal dari “uang Panas”, yaitu dari monopoli penjualan candu, sebagian garus dikembalikan ke masyarakat. Maka ia banyak melakukan kegiatan sosial dan menolong orang miskin tanpa membedakan asal keturunannya, agamanya maupun warna kulitnya.

    Tjong A Fie dikenal sangat berjasa dalam membangun kota Medan yang pada saat itu masih dinamakan Deli Tua, terutama kawasan pemukiman etnis Tionghoa (Pecinan). Beberapa jasanya dalam usaha mengembangkan kota Medan adalah pembangunan Istana Maimoon, Gereja Uskup Agung Sugiopranoto, Kuil Buddha di Brayan, kuil Hindu untuk warga India, Batavia Bank, Deli Bank, Jembatan Kebajikan di Jalan Zainul Arifin serta mendirikan rumah sakit Tionghoa pertama di Medan bernama Tjie On Jie Jan. Ia dikenal pula sebagai pelopor industri perkebunan dan transportasi kereta api pertama di Sumatera Utara, yakni Kereta Api Deli (DSM), yang menghubungkan kota Medan dengan pelabuhan Belawan

    Tjong A Fie membangun sarana Ibadah Kelenteng di Klingenstraat ( skr Jl Keling ) dan di Pulo Brayan, Ia juga menyediakan tanah pemakaman di Pulo Brayan dan mendirikan perkumpulam kematian utk merawat kuburan tsb. Ia juga mendirikan Rumah Sakit Khusus Lepra di Pulau Sicanang. Rasa hormatnya yang besar kepada Sultan Deli Makmun Al Rasyid dan para penduduk Islam di Medan diwujudkan dalam pembangunan Masjid Raya Medan dengan menyumbang sepertiga dari seluruh biaya pembangunannya.

    Tjong A Fie jg membangun Masjid Gang Bengkok didekat rumahnya di Jalan Kesawan ( skr Jl. Jend A. Yani ), kecuali tanahnya yg merupakan tanah Wakaf dari Datuk Haji M. Ali. Di seluruh kota Medan bahkan hampir diseluruh Sumatera Timur Tjong A Fie sangat terkenal karena kedermawanannya. Banyak sekali sekolah yang mendapat bantuannya baik sekolah Tionghoa, Kristen maupun sekolah Islam, Ia juga menyediakan tanah untuk sekolah Methodis di Medan, Ia bukan hanya memberi sumbangan pada berbagai keleteng2 tapi juga Gereja Masjid dan bahkan kuil2 Hindu pun dibantunya. Di Jembatan Berlian ada nama prasasti yang memuat nama Tjong A Fie sbg penyumbangnya, demikian juga dengan Jam Besar di puncak Gedung Balaikota yg lama adalah sumbangan darinya. Di Kelenteng Kek Lok Si di Ayer Hitam – Penang , sampai sekarang masih berdiri patung Tjong A Fie, saking terkenalnya Tjong A Fie sbg Dermawan sehingga pada waktu itu didaerah Medan dan Tebing Tinggi pernah ada jalan yang diberi nama Tjong A Fie ( entah sekarang ini diganti dengan apa nama jalan tsb).

    Sebagai pemimpin masyarakat Tionghoa pada waktu itu Tjong A Fie sangat disegani dan dihormati karena ia sangat piawai memadukan kekuatan ekonomi dan kekuatan politik. Kerajaan Bisnisnya meliputi berbagai Perkebunan, Pabrik Kelapa Sawit, Bank, Pabrik Gula dan perusahaan Kereta Api, pada masa itu ada lebih dari 10.000 orang menjadi karyawan di berbagai perusahaannya.  Atas rekomendasi dari Sultan Deli dia diangkat sebagai gemeenteraad ( Dewan Kota ) dan Culturraad ( Dewan Kebudayaan ), Ia juga diangkat sebagai penasehat oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk urusan Tionghoa.

    Suatu hal yang paling mengherankan adalah ia sebagai pemilik dari berbagai perkebunan tetapi menentang Peraturan Ponale Sanctie yakni sebuah peraturan yang melindungi pemilik perkebunan yang buruhnya kabur sebelum berakhirnya masa kontrak 3 tahun pertama, bagi buruh yang kabur akan dikejar dan dikembalikan atau dihukum penjara karena dia menanggap dengan Ponale Sanctie para buruh itu tak lebih dari Budak Belian, atas sikapnya itu dia dituduh sebagai penghianat oleh para pemilik perkebunan yang lain tapi Tjong A Fie tak ambil perduli.

    Tjong A Fie menikah dengan Nona Lee dari kampung halamannya , kemudian di Deli dia menikahi Nona Chew dari Penang dan mempunyai 3 anak yaitu Tjong Kong Liong , Tjong Song Jin dan Tjong Kwei Jin, istri keduanya ini meninggal dunia dan untuk ketiga kalinya dia menikah dengan Lim Kui Yap mertuanya adalah mandor perkebunan ( sayang tak tercatat namanya ) di Sungai Mencirim yang mengepalai ratusan kuli, dari istri ketiga  Tjong A Fie mempeoleh 7 anak , masing2 adalah Tjong Foek Yin ( Queeny Chang ), Tjong Fa Liong, Tjong Kian Liong ( Djamboel ), Tjong Kwei Liong ( Munchong ), Tjong Sze Yin, Tjong Lee Liong, dan Tjong Tseong Liong ( Adek ) .

    note : ada beberapa catatan yg menulis nama mereka memakai marga Lim , marga dari Ibunya.

    Dari seluruh anak2nya hanya Tjong Foek Yin / Queeny Chang ) saja yg terkenal karen diusianya yang sudah tergolong senja beliau menulis autobiografinya yang berjudulMemories of a Nonya , Ia juga menulis sebuah buku yang berjudul Ancient Custom and tradition of China, Queeny Chang inilah yang menkah dengan Lim King Jin putera hartawan dari Amoy Lim Nee kar yang juga adalah partner dagang Tjong A Fie, Queeny mempunyai seorang putera yang bernam Tong yang menjadi warga negara Singapura, suaminya Lim King Jin sendiri meninggal di Manchuria ketika terjadi perang Tiongkok – Jepang.

    Pada 8 Januari 1921, Tjong A Fie wafat karena Perdarahan Otak ( Apopleksia ) di kediamannya di Jalan Kesawan Medan, seluruh Kota Medan menjadi gempar dan turut berkabung , beribu-ribu pelayat datang dari berbagai daerah dan kota di Sumatera, Aceh, Padang, Penang, Singapura dan dari Pulau Jawa.

    Upacaranya pemakamannya dilakukan dengan megah dan penuh kebesaran sesuai dengan kebesaran dan kedudukannya waktu itu, Nama nya dikenang oleh penduduk Medan dan sekitarnya dan melegenda berkat kedemawanannya yang membantu orang tanpa membeda-bedakan ras, keturunan, agama dan asal-usul.

    Empat bulan sebelum meninggal, Tjong A Fie sudah membuat Surat Wasiat di hadapan Notaris Dirk Johan Focquin de Grave. Isinya adalah ia mewariskan seluruh kekayaannya kepada Yayasan Toen Moek Tong yang harus didirikan di Medan dan Sungkow pada saat ia meninggal dunia, Yayasan yang di Medan diminta melakukan 5 hal , 3 hal diantaranya adalah memberikan bantuan keuangan pada kaum muda yang berbakat dan berkelakuan baik serta ingin menyelesaikan pendidikannya ( semacam yayasan bea siswa ) tanpa membedakan ras, keturunan dan kebangsaannya, Yayasan ini juga harus membantu mereka yang cacat tubuh sehingga tidak bisa bekerja dengan baik, Yayasan Harus membvantu korban bencana alam tanpa membedakan kebangsaan, etnis dan asal-usulnya.

    Dua hal khusus lainnya adalah menyangkut urusan keluarga, semua anak keturunannya mendapat warisannya, demikian juga dengan anak angkat beserta cucu angkatnya, Istrinya diangkat sebagai excecutrix testamentaire ( wali ) bagi anak2 yang masih dibawah umur, Keyurunan dari anak laki2 yang namanya disebut dalam wasiat tsb menjadi ahli waris dari yayasan tsb tetapi semua kekayaan Yayasan tidak bisa dijual, dibagi dan tidak bisa dibubarkan, mereka hanya berhak menikmati keuntungan yang diperoleh yayasan itu selama mereka hidup, selain itu ada juga keuntungan yayasan yang di sisihkan untuk urusan keluarga besar dan amal.

    Visi dari Tjong A Fie itu sudah jauh kedepan dan benar adanya tapi seiring dengan berjalannya sang waktu maka semua harta peninggalan Tjong A Fie baik itu berupa perkebunan, Bank, Pertambangan dan rumah yang jumlah nya meliputi lebih dari dua ribu buah semua habis tak berbekas, hal ini disebabkan karena para pewarisnya tidak sepandai Tjong A Fie dalam menjalankan dan mengendalikan bisnisnya, dan seperti layaknya anak hartawan banyak anak2 nya yang hidupnya hanya tau bermewah-mewah dan berfoya-foya menghabiskan harta peninggalan sang ayah, penyebab lainnya adalah terjadinya maleise ( Depresi ekonomi ) yang melanda dunia pada waktu itu yang pada akhirnya menghancurkan semua bisnis keluarga peninggalan Tjong A Fie.

    Bangunan kediaman Tjong A Fie berada di Jalan Ahmad Yani ( Jln. Kesawan ), Medan, yang didirikan pada tahun 1900, saat ini dijadikan sebagai Tjong A Fie Memorial Institute dan dikenal juga dengan nama Tjong A Fie Mansion. Rumah ini dibuka untuk umum pada 18 Juni 2009 untuk memperingati ulang tahun Tjong A Fie yang ke-150.

    Rumah ini merupakan bangunan yang didesain dengan gaya arstitektur Cina, Eropa, Melayu dan art-deco dan menjadi objek wisata bersejarah di Medan. Di rumah ini, pengunjung bisa mengetahui sejarah kehidupan Tjong A Fie lewat foto-foto, lukisan serta perabotan rumah yang digunakan oleh keluarganya serta mempelajari budaya Melayu-Tionghoa.

    Hal positif yang bisa kita petik dari Mayor Tjong A Fie adalah bahwa dari sekian banyak Opsir Tionghoa yang diangkat Belanda dan berhasil menumpuk kekayaan dari berbagai monopoli penjualan candu, garam, Rumah judi , rumah gadai dan sebagainya, ada seorang yang bernama Tjong A Fie dengan keperdulian sosial yang sedemikian tinggi dan susah dicari tandingannya.

    Sampai sekarang hampir semua penduduk kota Medan pasti mengenal nama Tjong A Fie, seorang Mayor Tionghoa yang sangat Dermawan pada masa hidupnya dan disegani , dihormati dan dicintai oleh segenap lapisan masyarakat bukan saja oleh masyarakat tionghoa tetapi juga dicintai oleh masyarakat melayu, India, dan lain-lainnya.

    Banyak pelajaran yang dapat kita petik dari keberadaan para Opsir Tionghoa ini, Antara lain pada umumnya para Opsir Tionghoa itu memperoleh kekayaan dari keuntungan usaha dan beberapa lagi melakukan pekerjaan sebagai instrumen kepentingan Pemerintah Hindia Belanda, ada segelintir etnis Tionghoa yang selama ratusan tahun dimanfaatkan dan dijadikan alat oleh pihak penjajah Belanda untuk menjadi mesin penghasil uang yang sangat efektif dan tidak sedikit dari mereka menjalankannya dengan cara2 kotor dan sangat merusak, yang pada akhirnya berdampak menimbulkan “ Ketidak senangan “ dan “ Kecemburuan Sosial “ dari sebagian masyarakat Indonesia.

    Seandainya mereka-mereka itu bisa menjadikan Mayor Tjong A Fie sebagai teladannya maka “ketidak senangan” dan “Kecemburuan Sosial“ itu semua tidak akan terjadi karena terbukti Mayor Tjong A Fie sangat dihormati dan dicintai oleh hampir semua golongan, etnis dan suku yang dikenalnya , sifat sosialnya pun tidak mebeda-bedakan latar belakang ras, etnis dan asal-usul, ibarat matahari yang menyinari bumi tanpa membeda-bedakan .

    ===================
    Disadur dari berbagai sumber dengan penambahan dan perubahan seperlunya.

    Kami mempersilahkan bila ada pembaca yang bisa manambahkan catatan Riwayat Tjong A Fie ini agar menjadi lebih lengkap.

    Semoga bisa menjadi contoh dan menambah wawasan kita dalam menjalani hidup sebagai orang Tionghoa di Indonesia.

    Daftar Pustaka :

    Tionghoa dalam Pusaran Politik ; Benny G Setiono.
    Tjong A Fie berbekal 10 keping menjadi dermawan; I.R. Supriyono.
    Memories of a Nonya ; Queeny Chang.
    Tjong A Fie Perantau dari Kampung Sungkow , Dermawan Budiman di Hindia Belanda ; Krisnadi Yuliawan & Rayhan Lubis.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Selayang Pandang Riwayat Sang Dermawan dari Medan - Tjong A Fie Rating: 5 Reviewed By: Blogger
    Scroll to Top