728x90 AdSpace

Saat Kau butuhkan tetesan air 'tuk segarkan relung jiwamu yang mulai mengering...

  • Latest News

    Strategi Bisnis Ala Ojek Online

    Kesamaan Uber dan Go-Jek: 'Bakar Uang' di Depan

    Jakarta - Bukan hal mudah membangun startup, meski berhasil tenar dan punya nama besar. Startup seperti Uber atau di Indonesia contohnya adalah Go-Jek, memiliki kesamaan nasib.

    Apa itu? Yaitu sama-sama sedang 'membakar uang'. Memang, gaya seperti ini juga berlaku bagi hampir semua startup. Namun Uber dan Go-Jek patut mendapat sorotan karena mereka merupakan market leader di medan bisnisnya masing-masing.

    'Bakar uang' di sini tentu bukan dalam jumlah sedikit, melainkan dalam jumlah banyak. Sejumlah pihak menilai, baik Uber, Go-Jek atau Grab belum menghasilkan keuntungan saat ini. Mereka mengincar profit dalam jangka panjang.

    "Jika Anda melihat Uber atau Airbnb, semua perusahaan itu melakukan hal yang sama. Mereka lebih dulu menggaet konsumen. Mereka harus membuat investasi di depan di marketing untuk menggaet orang ke platform. Jadi tidak langsung menghasilkan uang," kata Fred Distin, investor di Accel Partners yang detikINET kutip dari Business Insider.

    "Waktunya meraih untung, yaitu waktu mendapatkan uang, bisa 12 bulan, 24 bulan atau lebih lama. Semakin cepat Anda tumbuh, semakin banyak Anda membakar uang di awalnya, namun Anda membangun aset yang adalah user yang loyal dan stabil. Ini sangat bagus," jelasnya.

    Dalam bocoran dokumen keuangan internal Uber pada paruh kedua 2014, pendapatan Uber memang meningkat pesat sampai USD 57 juta dari jumlah USD 1,4 juta di dua tahun sebelumnya. Tapi mereka menderita kerugian sebesar USD 108,8 juta.

    Ketika dikonfirmasi, Uber menyatakan kerugian itu tak perlu dibesar-besarkan. "Ini sulit disebut berita. Inilah bisnis, Anda mengumpulkan uang, Anda menginvestasikannya, Anda tumbuh, Anda menghasilkan laba dan mengembalikan dana ke investor," kata Uber.

    Uber mencontohkan kasus raksasa e-commerce Amazon. Meski memiliki kapitalisasi pasar USD 250 miliar, Amazon sering mencatat kerugian karena agresif berinvestasi.

    Go-Jek vs Grab

    Kasus Uber kurang lebih sama seperti Go-Jek atau Grab. Bakar bakar uang jelas terjadi karena mereka melakukan sistem subsidi, bersaing dengan Grab. Kevin Aluwi selaku Chief Financial Officer (CFO) Go Jek mengatakan sepak terjang Grab di Indonesia memang agresif. Strategi subsidi besar-besaran yang dilakukan perusahaan asal Malaysia itu demi memenangkan pasar.

    "Kita tahu mereka ditargetkan investor gila banget. Karena ketika loe berada di posisi kedua tekanannya besar banget. Loe benar-benar dipacu oleh investor untuk menjadi nomor satu," jelas pria lulusan University of Southern California itu.

    Adanya perang tarif antara Grab, memberi dampak negatif dan positif bagi Go-Jek. Dampak negatifnya membuat persaingan jadi tidak sehat. Go-Jek terpaksa berdarah-darah agar tetap bertahan disengitnya persaingan. Namun dampak positifnya, Go-Jek mengalami pertumbuhan cukup pesat dan membawa layanan mereka menjadi nomor satu di tanah air.

    "Kami bersyukur juga berkat mereka, Go-Jek menjadi nomor satu. Tapi ya kami tetap waspada," klaim Kevin.

    Lebih lanjut dikatakannya, perang harga di layanan ojek online akan segera usai. Pasalnya ia melihat kondisi industri teknologi di seluruh dunia mulai mengurangi strategi subsidi dan marketing yang agresif. Hal tersebut guna mengejar jalan agar sustainable dan tidak rugi lagi.

    "Kita sudah memasuki periode di mana ada adjustment untuk pesaing bisnis yang lebih sehat," jelas pria pengemar game Dota dan Counter Strike ini.

    Solusi Polemik Uber dan GrabCar di Berbagai Belahan Dunia


    Jakarta - Uber seperti menjadi 'common enemy' di berbagai belahan dunia. Namun, warga makin gandrung akan layanan ini. Negara-negara di dunia menyikapinya secara berbeda.

    Berikut solusi polemik taksi online di berbagai negara di dunia:

    Filipina: Legalkan Uber dan GrabCar dengan Syarat

    Filipina melegalkan GrabCar pada Juli 2015 lalu, menyusul Uber pada Rabu, 19 Agustus 2015. Otoritas Transportasi Filipina menentukan kedua aplikasi itu beroperasi di bawah aplikasi yang diatur pemerintah, transportation network company (TNC).

    Pemerintah Filipina melakukan regulasi yang berbeda terhadap TNC dibandingkan dengan taksi reguler. Taksi online tak boleh mengambil penumpang di pinggir jalan, namun harus dipesan melalui aplikasi. Namun, seperti sopir taksi reguler, mereka diharuskan memiliki lisensi waralaba dari otoritas transportasi dan kewajiba meng-cover asuransi penumpang.

    Biaya waralabanya ditentukan lebih tinggi dibanding taksi reguler, namun diperbarui setiap tahun. Sedangkan taksi reguler bisa memperbarui setiap 7 tahun. Taksi online juga diizinkan armadanya berusia lebih singkat dibanding taksi reguler.

    Malaysia: Masih Pertimbangkan Taksi Online

    Malaysia masih mempertimbangkan taksi online, dan belum memutuskan apakah melarang atau mengizinkan. Di Malaysia, fenomena penangkapan Uber dan GrabCar juga terjadi.

    "Kami mengerti solusi yang disediakan Uber dan GrabCar, dan sentimen warga pada layanan itu," tutur Ketua Komisi Transportasi Publik Darat, Mohd Azharuddin Mat Sah, seperti dilansir dari The Star, 7 Oktober 2015.

    Australia: Dilegalkan di NSW, WA dan ACT, Dilarang di NT

    Pemerintahan Northern Teritory (NT) mengumumkan larangan beroperasinya layanan Ridesharing Uber di wilayah negara bagian mereka.

    Bocoran yang diterima ABC menunjukan Pemerintah NT telah membatalkan proposal operasi layanan ridesharing Uber dan memutuskan untuk tidak membuat perubahan yang memungkinkan perusahaan tersebut beroperasi secara legal di wilayah hukum mereka. Industri taksi NT sangat menentang dilegalkannya Uber karena menjadi pesaing usaha taksi mereka, demikian dilansir ABC Australia pada 23 Februari 2016 lalu.

    NT juga merekomendasikan industri taksi untuk meningkatkan standar mereka sendiri dalam meningkatkan kinerja industri mereka sendiri dalam menghadapi persaingan yang timbul oleh kehadiran Uber. Laporan itu juga mendukung inisiatif penggunaan metode 'pembeli misterius' untuk mengukur standar, serta pengenalan 13 izin taksi baru ke pasar di Darwin untuk meningkatkan kompetisi. Kajian ini juga mengusulkan dikuranginya surcharge dalam metode pembayaran taksi secara elektronik hingga maksimal 5 persen. Hasil kajian ini juga mengusulkan industri taksi NT memenuhi standar keamanan, kehandalan dan pelayanan konsumen.

    Namun, layanan ridesharing Uber telah disahkan di negara bagian New Sout Wales (NSW), Western Australia (WA) dan Australian Capital Territorry (ACT). Pemerintah Negara Bagian lainnya, seperti Queensland, Victoria dan Tasmania tengah mempertimbangkan mengatur Uber. Tapi untuk saat ini masih beroperasi secara ilegal di negara-negara bagian tersebut.

    China: Uber Kalah Saing dengan Taksi Online Lokal, Rugi Rp 13,5 T

    Layanan transportasi berbasis aplikasi Uber merugi sebesar Rp 13,5 triliun dalam setahun di China, akibat 'persaingan sengit'.

    Kerugian itu diungkapkan CEO Uber, Travis Kalanick, dalam sebuah acara tertutup di Vancouver, seperti dilaporkan situs berita teknologi Kanada Betakit. Dan Uber China sudah memastikan nilai kerugian Rp13,5 trilliun kepada kantor berita Reuters.

    Perusahaan yang berkantor pusat di AS ini diluncurkan di China pada 2014 dan bersaing dengan taksi berbasis aplikasi lokal, Didi Kuaidi, demikian dikutip dari BBC edisi Jumat 19 Februari 2016 lalu.

    Uber dapat digunakan di lebih dari 40 kota di China, dan tahun lalu mengumumkan akan memperluas jangkauan ke 100 kota di China dalam waktu 12 bulan.

    "Kami mendapatkan keuntungan di AS, tetapi kami kehilangan Rp13,5 triliun (US$1 miliar) dalam setahun di China," kata Kalanick seperti dikutip Betakit.

    Inggris: Pengadilan Tinggi Legalkan Uber

    Layanan Uber Taksi secara resmi telah dilegalkan pemerintah Inggris. Pengadilan Tinggi Inggris telah meresmikannya pada hari Jumat (16/10/2015) setelah sebelumnya pengemudi taksi plat hitam ini merasa diremehkan dan dianggap berstatus illegal.

    Pengadilan Inggris telah diminta untuk memutuskan apakah sebuah teknologi itu melanggar hukum atau tidak. Di mana teknologi tersebut melarang penggunaan taksimeter pada kendaraan milik sendiri atau swasta di ibukota Inggris. Hakim Duncan Ouseley memutuskan bahwa aplikasi ini tidak dapat dianggap sebagai taksimeter atau tidak karena itu ilegal.

    "Argometer ini bukan sebuah perangkat yang berfungsi untuk menerima sinyal GPS untuk sebuah perjalanan, dan diteruskan lagi oleh GPS ke server yang terletak di luar kendaraan yang kemudian setelah dihitung tarif, dikirimkan lagi informasi tarif itu ke perangkat pengguna," ujar hakim Duncan Ouseley yang dikutip dari Reuters pada Jumat (16/10/2015).

    Pemerintah kota London sendiri menolak desakan untuk membatasi operasional layanan taksi berbasis aplikasi seperti Uber. Penolakan didasarkan pada hasil konsultasi tentang layanan taksi swasta yang dilakukan pemerintah kota London bulan September tahun lalu, demikian dilansir dari BBC edisi Kamis, 21 Januari 2016.

    Meski menolak menerapkan pembatasan, otorita transportasi London bisa menerapkan aturan tambahan, misalnya mewajibkan semua sopir Uber untuk dapat berbahasa Inggris secara lancar dan pemberitahuan tentang perkiraan ongkos biaya perjalanan. Fitur ini sudah tersedia di aplikasi Uber, namun baru dimunculkan jika pengguna layanan menginginkannya.

    Prancis: Ilegal Sejak 2015, Pejabat Uber Diadili, Diancam Bui dan Denda

    Dua orang pejabat Uber mulai disidang di pengadilan Prancis dan terancam hukuman penjara selama lima tahun. Bisa dibilang ini adalah masalah hukum terbesar yang pernah dihadapi oleh Uber, demikian dilansir dari dari The Guardian, edisi Jumat, 12 Februari 2016.

    Dua orang itu adalah Thibaud Simphal, General Manager Uber Prancis dan Perre-Dimitri Gore-Coty selaku Genaral Manager Uber untuk kawasan Eropa Barat.

    Keduanya dituntut dengan tuduhan menjalankan bisnis taksi ilegal, kebohongan komersial dan pelanggaran hukum privasi Prancis karena secara ilegal mengumpulkan, memproses dan menyimpan informasi personal. Mereka terancam hukuman lima tahun penjara dan denda 300 ribu euro jika terbukti bersalah. Selain itu, Uber Prancis juga terkena hukuman dan harus membayar denda sebanyak 1,5 juta euro.

    Masalah ini berawal saat Uber Prancis yang tetap menjalankan program UberPop. Padahal layanan yang memungkinkan pengemudi mobil pribadi menyewakan kendaraannya itu sudah dinyatakan ilegal di Prancis sejak Januari 2015.

    Belanda: Uber Dilarang 2014, Kantor Pusatnya Uber Digerebek

    Belanda sudah melarang UberPop, layanan taksi berbasis aplikasi yang memungkinkan orang-orang memesan jasa transportasi dengan tarif lebih murah dari taksi tradisional, pada Desember 2014.

    Jaksa di Belanda menggerebek kantor pusat Uber Eropa di Amsterdam, sebagai bagian dari penyelidikan pidana terhadap operator taksi berbasis aplikasi tersebut, demikian dilansir BBC, edisi 30 September 2015.

    Pernyataan kejaksaan Belanda menyebutkan para jaksa dari bagian kejahatan keuangan meyakini Uber tetap saja mengizinkan sopir beroperasi tanpa izin sebagai pengemudi taksi. Padahal untuk pelanggaran ini Uber sebelumnya sudah dikenai denda 450.000 euro atau sekitar Rp 7,5 miliar. Uber tengah diselidiki dengan dugaan melanggar regulasi tentang keselamatan dan persaingan usaha. Menanggapi upaya hukum ini, Uber mengatakan bahwa mereka hanya menyediakan layanan berbagi kendaraan tapi kejaksaan Belanda menolak argumentasi itu karena Uber menerima komisi dari layanan tersebut.

    Amerika Serikat: New York Izinkan Uber dengan Syarat

    Kebijakan di masing-masing negara bagian Paman Sam berbeda-beda mengenai Uber. Ada beberapa bagian yang melarang bahkan menuntut Uber. Namun di New York, Uber dilegalkan dengan syarat.

    Akhirnya pemerintah kota New York berkompromi dengan Uber. Di kota big apple, mobil uber memakai pelat khusus yang sama dengan yellow cab atau taksi kuning yang sehari-hari 'menguasai' jalanan New York.

    Pengemudi Uber juga hanya boleh membawa penumpang yang memesan lewat aplikasi. Dan ada SIM khusus bagi para pengemudi Uber, serta yang terpenting pembayaran harus lewat kartu kredit.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Strategi Bisnis Ala Ojek Online Rating: 5 Reviewed By: Blogger
    Scroll to Top